Niat Lea yang ingin menyempurnakan acara jalan-jalannya bersama suami dan kedua anaknya dengan berbelanja yang merupakan kegiatan wajib jika sudah mengunjungi pusat perbelanjaan harus berubah berantakan sejak pertemuan tak sengajanya dengan seorang wanita yang mempunyai pertalian dengan keluarga mamanya karena pernikahan adiknya dengan pamannya, pertemuan yang menyisakan sebuah kegelisahan yang tiada henti mengganggu pikirannya sampai dua hari ini sejak pertemuan itu. Ia merasa setiap langkahnya seperti ada yang mengawasi membuat setiap gerak-geriknya menjadi tak bebas. Bahkan sudah dua hari ini ia tak keluar rumah dan lebih memilih untuk mendekam di dalam yang dirasanya lebih aman. Ia hanya keluar rumah untuk mengangkat jemuran atau menyapu teras depan rumahnya, itu juga dengan diliputi perasaan was-was, takut kalau-kalau salah seorang suruhan keluarganya menguntitnya.
Lea sedang mencuci pakaian di kamar mandi rumahnya. Ia lebih memilih mencuci dengan menggunakan tangan dibanding mesin cuci. Mereka harus membiasakan diri untuk hidup sederhana dan seadanya mengingat kondisi ekonomi mereka yang pas-pasan dan tidak bergelimang materi seperti dulu lagi, apalagi mereka memiliki dua anak yang masih kecil dan sebentar lagi membutuhkan biaya pendidikan yang tak sedikit membuat mereka harus sepintar mungkin mengatur keuangan yang ada. Pekerjaan Panji yang hanya seorang pegawai di sebuah toko elektronik ditambah sampingan kecil-kecilan membuatnya sadar jika ia tak bisa seenaknya sendiri menghamburkan uang untuk hal-hal yang kurang perlu seperti saat ia masih tinggal bersama keluarganya dulu. Dan ia juga sadar kini mereka tak hanya hidup berdua, ada dua anggota keluarga lagi yang masih menggantungkan hidup kepada mereka secara penuh, baik materinya maupun non-materinya.
Ia membawa sebuah ember besar yang berisi cucian semua anggota keluarga di rumah ini menuju ke belakang rumah. Samar-samar terdengar suara dari televisi di ruang tengah yang berbaur dengan suara-suara riang kedua anaknya. Ia masih bisa tenang meninggalkan mereka berdua selama tidak terdengar keributan pertanda jika mereka sedang tidak akur atau putranya yang seringkali menjahili adiknya. Sudah biasa baginya menghadapi berbagai tingkah kedua bocah kecil itu. Pintu depan ia kunci sehingga mereka tidak bisa keluar dan ia merasa tak perlu khawatir mereka akan hilang. Sinar mentari mulai terasa panas menyinari bumi. Lea mengambil satu per satu pakaian basah dari dalam ember dan menjemurnya di atas kayu tempat untuk menjemur pakaian.
"Lea!"
Lea yang sedang asyik menggantung pakaian langsung meghentikan aktivitasnya sejenak. Tubuhnya mulai menegang dan jantungnya berdegup kencang. Hatinya mulai gelisah dan rasa takut itu kembali menyerang. Terdengar derap langkah kaki yang melangkah mendekatinya dan ia masih belum berani menolehkan wajahnya. Hingga sebuah tepukan ringan di bahunya membuatnya sedikit terlonjak kaget yang membuatnya langsung menolehkan wajahnya kepada si pemilik tangan itu.
"Kamu kenapa, Le? Kok wajahnya kayak gelisah dan takut gitu? Lihat Mbak kayak lihat hantu aja." ucap seorang wanita berkerudung putih instan yang memandang heran ke arahnya. Lea yang baru tersadar dari pikiran-pikiran buruknya langsung mengerjapkan matanya. Ia mencoba menetralkan perasaan gelisah yang sedang dirasakannya dan memasang senyum tipis.
"Gak apa-apa kok, Mbak. Cuma kaget aja, dikira siapa gitu." ucapnya mencoba untuk terlihat santai. Wanita itu berdecak pelan.
"Kamu ini..., kayak yang baru kenal Mbak aja. Kan kamu pasti sudah hafal suara Mbak, jadi bisa membedakan mana orang asing mana yang bukan." cerocosnya. Lea hanya tersenyum.
"Kamu ke mana dua hari ini gak kelihatan nongkrong-nongkrong di luar atau main ke rumah Mbak? Mbak ke sini khawatir kamu sakit atau kenapa, pengen mastiin. Gak kayak biasanya gitu. Hampir tiap hari kamu bawa Danish sama Neyna jalan-jalan di sekitar sini, jadi waktu gak ada sama sekali Mbak pikir sedang ada sesuatu sama kamu." ucapnya lagi. Lea menghela nafasnya. Ia tak tahu harus menjelaskan apa kepada wanita yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomanceCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...