13. Our First Kiss

2.8K 128 1
                                    

Tujuan Panji datang ke acara ini adalah untuk menyambung tali silaturahmi antar kerabat-kerabatnya. Ia ingin bertemu dan berbincang ria dengan para sahabatnya, mengulang nostalgia semasa mereka masih remaja setelah bertahun-tahun tak bertatap muka lagi karena terpisah oleh jarak dan waktu. Namun kehadiran dua perempuan yang begitu menggilainya entah apa yang dilihatnya darinya sejak mereka masih bau kencur dulu membuat semuanya berantakan. Harusnya jika ia tahu akan seperti ini jadinya, ia mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sini dan ia tak melupakan akan kehadiran mereka mengingat mereka adalah teman satu sekolah dulu, sehingga kemungkinan untuk bertemu kembali sangat besar. Tapi percuma juga dipermasalahkan karena semuanya sudah terlanjur terjadi. Suasana yang tadi riuh langsung hening seketika saat mendengar gertakannya. Aura menegangkan begitu terasa saat ini. Jantung Lea sudah berdetak cepat dan bayangan yang tidak-tidak mulai menganggu benaknya. Ia harus segera bertindak cepat sebelum kakaknya mengamuk dan menganggu kenyamanan pengunjung lainnya. Tapi melihat Panji berjalan cepat ke arahnya dan menarik tangannya untuk berdiri membuatnya mau tidak mau langsung menuruti perintah sang kakak yang sedang tak enak dipandang untuk saat ini.

"Ayo! Kita pergi dari sini." ucapnya datar sambil terus menarik tangan Lea melewati mereka dan pengunjung lainnya yang ikut kaget saat mendengar suaranya yang menggelegar tadi. Lea hanya pasrah dan mengikuti langkah kakinya menuju keluar restoran ini. Belum sejam mereka tiba di sini, tapi mereka terpaksa harus angkat kaki lagi karena kehadiran duo pengacau ganjen itu yang memperebutkan sang kakak dan seenaknya mengklaimnya sebagai milik mereka. Memang Panji selalu menjadi idola sejak ia masih remaja dulu, dan ia sudah tak heran lagi dengan hal itu. Tapi jika sudah keterlaluan begini itu sangat menganggu.

Mereka sudah sampai di tempat parkir dan menaiki mobil. Lea tak berani untuk membuka suara melihat raut emosi dan tegang di wajah kakaknya. Salah-salah bicara ia bisa kena semprot. Ia sudah tahu bagaimana kakaknya itu. Panji mulai menjalankan mobilnya meninggalkan parkiran restoran. Suasana terasa mencekam selama perjalanan, seperti di kuburan saja. Lea memilih untuk memandang pemandangan gedung-gedung dan rumah-rumah penduduk dari kaca jendela daripada melihat kakaknya yang hanya fokus pada kemudinya tanpa bersuara sedikit pun. Jujur, ia tak tahan dengan situasi ini. Ia merasakan kakaknya melewati arah jalan menuju rumah mereka. Ia berpikir positif jika kakaknya hanya akan membawanya ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Ia yakin semarah-marahnya kakaknya, dia tak akan berbuat nekad dan sampai membahayakan nyawa mereka. Ia tak berani bertanya dan biarkan saja Panji akan membawa mereka ke mana.

Akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang biasa mereka kunjungi. Lea sudah menduga jika tempat ini akan menjadi salah satu sasaran tempat Panji melarikan diri atau menenangkan dirinya. Panji memakirkan mobilnya dekat sebuah warung dan mereka berdua turun dari mobil. Lea mengikuti langkah kakaknya menuju tepi pantai. Angin yang bertiup kencang menerbangkan anak-anak rambutnya. Ia berdiri di samping Panji yang sedang menatap lurus lautan luas di hadapannya.

"Maafkan aku yang membuatmu harus ikut melihat kekacauan itu." ucap Panji membuka suara. Lea menoleh sejenak ke sampingnya di mana sang kakak berdiri. Ia menggeleng.

"Gak apa-apa, Kak. Aku ngerti, kok." ia paham dengan apa yang sedang dirasakan kakaknya saat ini.

"Emmm... Kalau boleh tahu, kedua cewek itu sebenarnya siapa, ya?" tanyanya. Ia memberanikan diri untuk bertanya karena rasa penasarannya tentang perempuan-perempuan cantik di sekitar kakaknya. Ia penasaran akan penyebab kedua perempuan itu sampai begitunya mengejar-ngejar sang kakak yang jelas-jelas tidak merespon niat mereka untuk menggapai hatinya. Panji menolehkan wajahnya sejenak ke arah adiknya, lalu kembali menatap ombak yang bergulung-gulung memecah pantai.

"Yang memakai gaun panjang hitam namanya Resta. Dia teman sekelasku. Dulu dia pernah menyatakan cintanya padaku dan gigih mendekatiku meski aku sudah menolaknya berkali-kali. Padahal banyak yang menyukainya karena dia cantik dan aku melihat dia beberapa kali berpacaran dengan siswa lainnya, tapi dia tak pernah berhenti untuk menarik perhatianku. Aku sudah muak dengan tingkahnya yang sangat menganggu privasiku." Lea hanya diam menyimak curhatan kakaknya tentang cerita masa lalunya dulu.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang