Pagi ini Panji sudah ada di rumah Lea. Lelaki itu berencana akan mengajak adiknya jalan-jalan, kegiatan weekend yang rutin mereka lakukan. Tujuan mereka kali ini adalah ke kolam renang umum. Lea ingin berlibur ke sana dan menikmati permainan air yang seru. Meski di rumahnya dan Panji ada kolam renang, tapi ia bosan dan ingin menikmati suasana di luar untuk menghilangkan penat dengan berinteraksi dengan orang lain, juga menikmati berbagai jenis permainan air yang tak terdapat di rumah mereka. Mereka selalu pergi berdua tanpa ada yang menganggu, sehingga mereka bebas melakukan apa saja tanpa khawatir ada yang mengawasi. Seperti biasa, Panji selalu sabar menunggu sang adik yang sedang dandan ala tuan putri yang membuat siapa saja kesal tingkat dewa menunggunya. Sambil menunggu Lea, ia membaca surat kabar di ruang keluarga. Ia fokus membaca halaman yang menyajikan berita tentang bisnis yang menarik minatnya hingga tak sadar dengan suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
"Kak!" panggil Lea, namun Panji belum menoleh dan matanya masih jeli memandang deretan huruf yang terlampir di kertas besar yang sedang dipegangnya itu. Gadis itu berdecak kesal. Kalau udah bertemu kertas yang memuat segala berita baik dalam negeri ataupun luar negeri, pasti lelaki itu selalu lupa sekitarnya, persis sang ayah.
"Kakak!" panggilnya lagi dengan suara yang lebih keras sambil menepuk pelan surat kabar yang sedang dibaca kakaknya. Panji yang sedang fokus-fokusnya cukup terkejut dan langsung mengalihkan pandangannya dari berita yang sedang dibacanya ke wajah cantik sang adik yang kini sedang memasang wajah kesalnya. Ia tersenyum.
"Maaf, lagi fokus." Lea mencebikkan bibirnya.
"Keasyikan! Kayak Ayah aja." Panji terkekeh pelan. Ia melipat kembali surat kabarnya dan menaruhnya kembali di bawah meja tempat menyimpan beberapa surat kabar koleksi ayahnya, lalu beranjak dari duduknya dan menatap Lea yang begitu kasual dengan kaos putih dibalut jaket abu-abunya dan celana jeans biru kehitamannya. Gadis itu membawa tas gendong di punggungnya.
"Kayak banyak amat bawaannya. Bawa baju berapa?" tanya Panji sambil melirik ke arah tas adiknya yang terlihat penuh. Lea menyengir lebar.
"Aku bawa cemilan, jadi kelihatan berisi banget, hehe...." Panji menggelengkan kepalanya.
"Kayak anak SD mau piknik aja. Di sana kan juga banyak jajanan. Lagian kita bukan berlibur ke tempat yang jauh." Lea hanya cengengesan.
"Lumayan buat di jalan, Kak." Panji hanya menghela nafasnya. Kadang adiknya masih sering bertingkah seperti anak-anak meski usianya sudah memasuki usia dewasa.
"Yaudah. Ayo berangkat! Takut keburu macet." ajaknya sambil beranjak pergi dari sana diikuti oleh Lea. Kedua orang tuanya sedang berkunjung ke rumah kakek neneknya dan Karel yang masih tidur di kamarnya karena hari ini adalah hari Minggu di mana remaja lelaki itu sering bangun siang jika tak ada kegiatan apa pun.
Drrtt ... drrtt ....
Panji merogoh ponselnya yang bergetar dari saku celananya. Ia mengerutkan keningnya ketika nama mamanya yang tertera di layar. Segera ia menggeser tombol hijau dan mengangkatnya.
"Assalamualaikum. Hallo, ada apa, Ma?" tanyanya kepada seseorang di seberang sana. Lea ikut berhenti ketika melihat kakaknya sedang menerima panggilan dari mamanya. Ia penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Jangan-jangan ada sesuatu yang tertinggal di rumah kakaknya dan lelaki itu lupa membawanya sehingga mungkin mamanya meneleponnya untuk memberitahunya dan memintanya untuk mampir sebentar ke rumah kakaknya dulu. Hmmm..., alamat bakalan begitu siang untuk sampai ke tempat yang akan mereka tuju jika mampir dulu ke rumah Panji yang cukup jauh dari rumahnya.
"Hmmm... Yaudah, deh. Aku ngomong dulu sama Lea. Semoga aja mau." Lea mengerutkan keningnya. Kira-kira ada apa, ya? Kok membawa namanya segala.
"Yaudah. Aku tutup dulu ya, Ma?! Assalamualaikum." Panji menutup sambungannya dan membalikkan tubuhnya menghadap Lea. Gadis itu melihat wajah kakaknya yang..., muram. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Apa yang sebenarnya terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomanceCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...