Lea masih terpaku ditempatnya kala melihat raut heran dan penasaran di wajah orang di depannya. Ia masih belum menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan to the point itu.
"I-itu..., enghh...."
"Tadi lagi niupin mata Lea. Dia kelilipan tadi karena kemasukan debu. Jangan berpikiran yang lain-lain dulu." sahut Panji yang paham akan kegugupan Lea. Pemuda yang sedari tadi memperhatikan mereka dari depan pintu mobil itu terlihat seperti sedang berpikir, lalu ia mengangguk. Lea mendesah lega. Tak terlalu sulit membohongi anak kecil.
"Iya bener, Rel. Tadi aku kemasukan debu pas buka jendela mobil, jadinya perih. Kak Panji cuman bantuin ngeredain perih di mataku aja." jelasnya membantu alibi sang kakak dan ia merasa tenang saat sang adik terlihat percaya-percaya saja.
"Oh gitu...." ucap Karel tanpa memasang raut curiga di wajahnya.
"Kamu abis dari mana, Rel?" tanya Panji sambil melirik sebuah kantong plastik putih yang dibawa oleh adik tirinya yang bungsu itu. Karel menunjukkan kantong belanjaan di tangannya.
"Abis beli makanan sama minuman di minimarket buat temen-temen aku yang lagi nginep di rumah." ucapnya yang diangguki oleh Panji.
"Aku masuk duluan ya Kak Lea, Kak Panji!" pamitnya sambil berlalu dari sana menuju gerbang rumahnya. Lea pun segera turun dari mobil sambil menyelempangkan tasnya.
"Kakak beneran gak akan mampir dulu?" tanyanya sekali lagi sebelum kakaknya benar-benar pergi. Panji menggeleng.
"Enggak, Le. Lain kali aja. Yaudah, aku jalan sekarang, ya!" pamitnya yang diangguki oleh Lea. Gadis itu menutup pintu mobil dan berdiri sebentar sampai mobil yang dikendarai sang kakak mulai bergerak dan melaju meninggalkannya sendiri di sana. Ia mengelus dadanya.
"Selamat, selamat... Untung Karel yang lewat. Gak tahu deh kalau yang lain." gumamnya, lalu berjalan menuju gerbang rumahnya. Hampir saja ia ketahuan tadi. Bisa gawat kalau mereka sampai tertangkap basah.
***
Sejak momen ciuman di ruangan Panji itu, Lea dan Panji semakin lengket. Tentu saja kedekatan mereka sudah jauh berbeda dengan kedekatan mereka seperti biasanya. Mereka bagaikan pasangan kekasih yang tak pernah lepas dari kemesraan, dan tentunya tanpa sepengetahuan orang-orang yang mereka kenal. Bahkan sekarang Panji tak segan-segan lagi untuk mencium adiknya jika mereka sedang berdua di ruangan, dan Lea menerima begitu saja perlakuan kakaknya karena ia pun ikut menikmatinya. Momen makan siang yang biasa hanya diisi dengan obrolan ringan diselingi canda tawa sambil menyantap hidangan masing-masing kini ditambah dengan kegiatan baru yang lebih menyenangkan. Seperti saat ini, kedua orang itu sedang berdua di ruangan seperti biasa dengan tubuh yang saling merapat dan kedua bibir yang saling bertautan. Mereka memanfaatkan waktu saat berdua seperti ini untuk menuntaskan apa yang terpendam dalam diri mereka. Lea mendorong pelan kedua bahu kakaknya saat dirasanya ciuman mereka semakin dalam dan memanas. Ia harus bisa mengontrol agar mereka tidak sampai kelepasan.
"Udah, Kak. Jangan terlalu jauh." tegurnya saat tautan bibir mereka terlepas. Panji menatap wajah cantik adiknya dengan tatapan sayu. Lea bisa melihat sekilas kilatan gairah di sana. Ini salah jika ia terus pasrah menerima perlakuan kakaknya. Harus ada salah satu yang sadar di sini. Cukup hanya ciuman saja, jangan sampai lebih dari itu.
"Maafin Kakak, Le." ucap Panji begitu ia sadar telah dikuasai oleh nafsu. Ia sudah berjanji tak akan bertindak lebih dari itu. Lea hanya diam menatap lelaki itu.
"Kita harus inget status kita, Kak." mengingat akan siapa mereka membuat Panji lesu. Ia tahu jika semua ini salah dan terlarang. Tapi sekali lagi ia tak bisa berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomansaCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...