36. We Love You

2.1K 134 3
                                    

"Duhh..., dedeknya lucu banget, Le. Gemes, pengen nyubit!" Lea hanya terkekeh mendengar ucapan sahabatnya dari seberang sana.

"Jangan dicubit, lah! Orang dia masih bayi mungil gini. Ada-ada aja kamu, Fan." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Gadis di layar itu hanya menyengir lebar.

"Insyaallah secepatnya aku ke sana nanti, sekalian maen ke rumah Mbak Widha. Udah lama gak maen ke rumahnya lagi." Lea hanya mengangguk.

"Oke. Aku tunggu ya, Fan! Jangan lupa kadonya yang besar." Tiffany berdecak.

"Oke, oke, sekalian segede kulkas, biar puas!" Lea hanya tertawa.

"Siap, Tante! Ditunggu kedatangannya."

Mereka mengobrol lewat video call dengan seru seperti saat mereka menghabiskan waktu bersama dulu. Begitu Lea memberitahu Tiffany bahwa ia sudah melahirkan, gadis itu langsung heboh dan berencana akan segera berangkat ke sini untuk melihat bayinya. Tiffany begitu gemas saat melihat sosok mungil putranya. Ah, ia rindu dengan sahabat cerewetnya itu. Sudah lama ia tidak bertemu dengan gadis itu semenjak ia meninggalkan Jakarta dan tinggal di sini. Ia menatap wajah damai sang bayi yang sedang terlelap di kasur kecil khusus bayi di sampingnya. Mereka baru selesai berkomunikasi 5 menit yang lalu.

Tok tok tok ....

Terdengar suara pintu rumahnya diketuk. Ia beranjak dari duduknya dengan perlahan. Rasa sakit pasca melahirkan masih terasa karena baru tadi pagi ia pulang dari klinik bersalin di rumah sekaligus tempat praktek bidan itu. Sesekali ia meringis dan berjalan dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi pendarahan karena jahitannya yang belum kering. Ia mendengar suara suaminya yang mengucap salam. Dibukanya engsel pintu dan membukanya, dilihatnya sosok sang suami yang memakai baju koko putih lengkap dengan sarung dan pecinya. Panji baru saja pulang dari mesjid.

"Kamu udah makan?" tanya Panji sambil mengikuti istrinya ke dalam. Lea menggeleng.

"Belum. Aku nunggu Kakak. Kita makannya bareng." Panji hanya mengangguk. Mereka masuk ke dalam kamar dan Panji mendekati bayinya yang sedang terlelap di ranjang mereka.

"Danish udah disusui?" Lea mengangguk.

"Udah, kok. Tadi video call sama Tiffany. Katanya dia pengen ke sini, nengok anak kita." jelasnya.

"Oh. Kapan ke sininya?" tanya Panji sambil melepas sarung dan pecinya, menyisakan celana pendek hitam yang dipakainya. Lea menggeleng.

"Belum pasti, soalnya dia lagi sibuk juga. Nanti katanya dikabari lagi." Panji hanya mengangguk.

"Yaudah. Kita keluar yuk, makan dulu! Kamu belum makan lagi." Lea hanya mengangguk dan mengikuti suaminya keluar kamar untuk makan malam di ruang tengah. Ia melirik sebentar bayinya yang masih tertidur dengan nyenyaknya setelah disusui tadi.

Hidangan sederhana sudah tersaji di ruang tengah dengan beralaskan karpet besar. Panji yang memasak semuanya. Karena istrinya belum bisa banyak bergerak dan bekerja termasuk mengurus rumah tangga, maka ia yang menggantikan tugasnya untuk sementara ini. Tumis buncis, sayur katuk, dan ikan goreng serta sambal menjadi menu makan malam ini. Ia cukup bisa memasak meski tidak seahli perempuan, yang penting masih layak untuk dimakan. Lea menatap hidangan yang tersaji di depannya.

"Aku masak sayur katuk. Itu bagus untuk memperlancar ASI-mu." ucap Panji. Lea menatap sayur katuk yang dicampur dengan potongan jagung.

Mereka mulai mengambil piring masing-masing dan mengisinya dengan nasi, lalu teman-temannya. Mereka mulai memakan makanan di piring masing-masing tanpa suara. Masakan Panji lumayan juga, tak jauh beda dengan masakannya.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang