Susah payah Panji mengejar-ngejar Lea yang marah padanya. Ia begitu gelisah saat Lea tak mau bicara lagi seperti kemarin. Baru saja mereka berbaikan, harus sudah marahan lagi karena kesalahpahaman. Dan di sinilah ia sekarang, di depan ruangan sang adik saat tiba waktu istirahat. Karena Lea masih tetap acuh dan sulit untuk diajak bicara, ia memutuskan untuk menghampiri gadis itu sekarang. Ia tak peduli dengan penolakan Lea, adiknya harus bersikap dewasa dan tidak terus mengedepankan emosi semata sebelum mendengarkan penjelasannya. Ia masuk saja ke dalam ruangan dan beberapa karyawan yang sedang bercengkerama dan bergerombol langsung menghentikan kegiatan mereka begitu melihat sang atasan datang ke ruangan mereka. Untung ini sudah masuk waktu istirahat sehingga mereka tidak perlu panik jika ketahuan berkumpul atau bergosip di saat jam kerja masih berlangsung. Pandangan mata Panji menangkap sosok sang adik yang tengah tertawa dengan seorang lelaki berkaca mata yang sudah ia kenal. Entah apa yang mereka bicarakan sampai membuat wajah adiknya terlihat seceria itu. Panji mencoba untuk menahan gemuruh di hatinya dan langsung saja menghampiri mereka.
"Ehm!" dehemnya lumayan keras membuat kedua orang yang sedang asyik bercengkerama itu langsung menolehkan wajahnya ke sumber suara. Ia bisa melihat raut terkejut di wajah cantik adiknya, begitu juga dengan lelaki itu yang menjadi terlihat salah tingkah.
"Ikut aku sebentar!" pintanya dengan nada datar yang mengandung ketegasan tak ingin dibantah. Lea menatap teman-temannya yang melihat ke arah mereka. Mau tak mau, akhirnya ia mengikuti langkah kakaknya yang sudah membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar. Ia meminta maaf kepada Victor karena harus meninggalkannya dan lelaki itu hanya mengangguk paham. Ia tak mau sampai memancing keributan di sini saat melihat sorot mata sang kakak yang menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. Pasti kakaknya melihatnya yang sedang bercanda dengan Victor.
Mereka terus berjalan dan memasuki lift. Hanya ada dua orang di sana karena mereka menaiki lift khusus untuk petinggi. Hening yang mereka rasakan. Tak ada yang bersuara. Lea maupun Panji hanya fokus menatap pantulan mereka di dinding lift. Lidah Lea terasa kelu hanya untuk mengucapkan satu patah kata saja. Ia merasa gugup dan takut-takut saat melihat ekspresi dingin di wajah sang kakak. Ia melihat kakaknya seperti sedang menahan sesuatu.
Ting!
Mereka berdua keluar dari lift dan Lea mengekori langkah sang kakak menuju ruangannya. Dilihat sekretaris tampan sang kakak yang sedang fokus di mejanya begitu sampai di sana. Lelaki itu menoleh sejenak ke arah mereka, lalu fokus kembali ke layar di depannya. Beberapa bulan bekerja menjadi sekretaris lelaki yang menjadi idola kaum hawa di sini membuatnya paham sedikit-sedikit akan karakter atasannya itu. Melihat dari raut wajahnya, ia tak berani untuk bertanya atau sekedar menyapa. Yang ia tahu jika sang atasan sedang ada masalah yang menimpa saat ini. Lea masuk ke ruangan kakaknya mengikuti Panji yang kini sudah duduk di sofa.
"Kunci pintunya!" pintanya yang langsung dituruti oleh Lea. Gadis itu mengunci pintu ruangan dan membalikkan tubuhnya. Ia meremas tangannya gugup. Ia merasa tak berani mendekati kakaknya saat ini melihat raut tidak enak di wajah tampan itu. Panji yang merasa tak ada yang menghampirinya langsung menolehkan wajahnya ke arah pintu dan mendapati sang adik yang masih berdiri di sana. Ia mengerutkan keningnya.
"Kenapa masih berdiri di situ? Ayo sini!" pintanya sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya. Mendengar perintah Panji, akhirnya Lea pun berjalan dengan perlahan menghampiri sang kakak yang sudah menunggunya. Ia merasa seperti seorang anak kecil yang akan disidang oleh ayahnya atas karena ketahuan sudah berbuat salah. Ia mendaratkan pantatnya di sebelah kakaknya begitu ia sampai di sofa. Ia menarik nafas sejenak. Masih hening. Hanya terdengar helaan nafas keduanya.
"Lea...." Lea menolehkan wajahnya begitu mendengar suara berat sang kakak yang memanggilnya. Manik hazel-nya bersitatap dengan manik hitam yang kini sedang menatapnya dalam. Cukup lama mereka bertatapan hingga mereka bisa mendengar detak jantung masing-masing yang terdengar lebih kencang dari biasanya. Lea tak bisa mengalihkan pandangannya barang sedetik pun dari sorot mata yang menatapnya dengan berbagai misteri yang tersembunyi di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomanceCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...