25. Stay With Me, Please!

2K 114 6
                                    


Suasana siang di bandara ini begitu ramai. Lea menginjakkan kakinya di kota yang baru dikunjunginya ini. Seseorang merangkul bahunya dan ia menolehkan wajahnya, menatap senyuman menenangkan di wajah tampan itu.

"Jangan khawatir. Ada Kakak di sampingmu." Lea tersenyum mendengar ucapan lelaki itu. Ia yakin, ia akan aman dan terlindungi selama ada Panji di sisinya.

"Setelah ini kita akan ke mana, Kak?" tanyanya sambil berjalan meninggalkan area bandara bersama kakaknya.

"Kita ke terminal. Sepupu Tiffany katanya bakalan jemput di sana. Dia udah kasih tahu lokasinya." Lea mengangguk. Mereka mencegat taksi yang lewat dan begitu mendapatkannya, mereka langsung naik ke taksi beserta beberapa barang bawaannya.

Mereka kemudian sampai di terminal yang dituju. Mereka turun dari taksi dan berjalan menuju tempat di mana seseorang sudah menunggu mereka.

"Di mana Kak sepupunya Fany itu?" tanya Lea sambil membawa tas besarnya.

"Katanya nunggu depan warung di sana." ucapnya sambil menunjuk sebuah jejeran warung di sekitar terminal itu. Mereka terus berjalan menuju warung yang dimaksud. Begitu sampai di sana, ia melihat seorang wanita berkerudung yang melambaikan tangannya pada mereka.

"Itu mereka, ayo!" ucap Panji sambil menarik pelan tangan Lea menuju mereka. Lalu mereka sampai di warung di mana wanita itu berada.

"Ini ya yang temennya Fany itu?" tanya wanita itu sambil menyalami Lea dan Panji. Ia memperhatikan pasangan muda mudi di depannya ini. Terlihat serasi.

"Iya, saya sahabatnya Fany, Mbak. Mbak sepupunya Fany itu, ya?" tanya Lea. Wanita itu mengangguk.

"Iya. Saya Widha, dan itu adik ipar saya." ucapnya sambil menunjuk seorang pemuda yang sedang merokok tak jauh dari mereka. Lea dan Panji mengikuti arah pandangan wanita itu.

"Oh. Setelah kita ke mana lagi, Mbak?" tanya Panji.

"Kita akan berangkat ke desa kami. Jaraknya lumayan jauh dari sini. Kebetulan kami membawa mobil, jadi kalian ikut kami, tak perlu naik bus." ucapnya menjelaskan. Kedua orang itu hanya mengangguk. Lalu wanita itu mengajak Lea dan Panji menuju mobil hitam yang terparkir di depan warung untuk masuk ke dalamnya.

Tak lama mereka mulai meninggalkan area terminal. Lea memandangi jalanan yang masih terasa asing dalam ingatannya dari balik kaca jendela. Pikirannya menerawang tak tentu arah. Ia memikirkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya saat mengetahui dirinya kabur tanpa meninggalkan satu pesan pun. Ia tak sempat menulis pesan karena ia terlalu takut dan gelisah, takut ketahuan dan mereka akan dipisahkan secara paksa. Mereka tak punya waktu lagi atau mereka benar-benar tak akan pernah bisa bersatu. Ya, mereka memang egois, tak peduli akan perasaan mereka yang sangat mencemaskan kepergian mereka yang tanpa kabar saat ini. Tapi sekali lagi mereka tak punya pilihan lain lagi selain dari jalan ini. Sebuah tangan kekar mengenggam hangat tangannya. Ia menolehkan wajahnya dan mendapati senyuman lembut itu tersungging di bibir indahnya.

"Semuanya akan baik-baik saja." ucapnya lembut. Lea merasa perasaannya sedikit lega saat mendengar suara menenangkan itu meski hatinya masih dilanda kegelisahan yang belum surut. Ia mengembangkan senyumnya.

Setelah begitu lama, mobil pun mulai melaju melewati jalan yang agak sepi dan banyak tanah kosong yang ditumbuhi pepohonan dan semak belukar. Mereka sudah memasuki jalan kecil menuju desa yang mereka tuju. Sepanjang perjalanan mereka saling bertukar cerita tentang diri masing-masing.

"Ini sampainya berapa lama lagi, Mbak?" tanya Lea yang merasa perjalanan mereka dari terminal tadi cukup jauh juga.

"Sekitar satu jam lagi. Memang jauh sih, Dek. Desanya ke dalem lagi." Lea hanya mengangguk. Ia merasa lelah dan ingin cepat sampai untuk beristirahat. Ia merasakan ada yang menarik kepalanya untuk bersandar di pundak keras itu.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang