Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa usia pernikahan Panji dan Lea sudah memasuki bulan ke-lima. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan seperti biasa, ada perbedaan pendapat atau perselisihan paham seperti yang biasa terjadi pada pasangan suami istri pada umumnya. Namun mereka rukun kembali dan menjalani hari-hari penuh cinta dan mesra seperti biasanya. Lea sudah mulai mendalami perannya sekarang sebagai seorang istri yang melayani suaminya dengan baik, begitu juga dengan Panji yang menjadi suami yang bertanggung jawab menafkahi istrinya. Hari ini Lea terbangun dengan rasa pusing dan mual yang melandanya. Tadi pagi ia muntah-muntah di kamar mandi sampai membuat suaminya khawatir. Tapi Lea meyakinkan Panji bahwa ia tidak apa-apa dan menyuruhnya untuk berangkat kerja. Akhirnya dengan hati yang masih diliputi kekhawatiran, Panji berangkat bekerja dengan syarat kalau ada apa-apa ia harus segera memberitahunya. Lea hanya mengangguk dan bilang akan meminta bantuan Widha jika sampai terjadi apa-apa. Ia memaksakan diri untuk berangkat ke pabrik meski pusing masih terasa di kepalanya. Mungkin ia masuk angin mengingat ia dan suaminya selalu mandi pagi-pagi dan semalaman tidur tanpa busana hanya berbalut selimut mengingat udara di sini begitu dingin. Ia tak fokus bekerja karena tak tahan dengan aroma bumbu yang menganggu penciumannya dan membuatnya mual. Ia merasa heran, ia terbiasa mencium bau bumbu-bumbu itu dan ia tak pernah merasa sepusing ini.
"Dek Lea, kamu kenapa?" tanya seorang wanita di dekat Lea yang kebetulan melihat gadis itu terlihat pucat. Lea hanya menoleh dan tersenyum lemas. Ia menggeleng.
"Gak apa-apa, Mbak. Cuma ngerasa gak enak badan aja." jawabnya. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Pandangannya terasa mulai mengabur.
"Beneran gak apa-apa? Wajahnya pucat itu. Kalau sakit istirahat aja, jangan maksain." saran wanita itu yang masih menatap wajah Lea yang pucat. Lea hanya menggeleng. Tadi pagi ia memaksakan makan nasi sedikit meski perutnya terasa tak enak agar ia punya tenaga dan tidak lemas. Tapi rasanya ia tak kuat menahannya lagi sekarang. Pandangannya mulai buram dan tiba-tiba saja....
Brukkk ....
Lea jatuh pingsan dan untungnya ada yang menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Para pekerja yang sedang asyik dengan aktivitasnya masing-masing langsung menoleh kaget dan menghentikan kegiatan mereka sejenak untuk melihat siapa yang pingsan.
"Dek Lea...." ucap seorang wanita yang menyangga tubuh Lea sambil menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu. Mata Lea masih terpejam dna tak bergeming.
"Kita bawa saja ke rumah Mbak Widha!" usul seorang wanita yang bertubuh gempal yang diangguki oleh yang lainnya.
Lea dibopong oleh pekerja lelaki di sana menuju rumah Widha. Widha yang sedang menata tanamannya di depan rumah merasa sedikit terkejut melihat beberapa pekerjanya menghampirinya sambil membawa seseorang yang sedang pingsan. Ia terkejut saat melihat tubuh Lea yang tak berdaya dan dibopong.
"Ini ada apa? Kenapa dengan Lea?" tanyanya dengan raut khawatir saat melihat gadis itu.
"Tadi Mbak Lea pingsan, Mbak. Jadi kami akan membawanya ke dalam saja." jawab lelaki muda yang membopong Lea.
"Ayo cepat bawa ke dalam!" pinta Widha sambil berjalan menuju ke dalam rumahnya diikuti oleh mereka.
Lea di bawa ke kamar tamu yang tak jauh dari ruang tamu dan dibaringkan di ranjang. Widha bergegas mengambil minyak kayu putih sebentar dan tak lama wanita itu kembali lagi dengan sebotol minyak kayu putih di tangannya. Ia duduk di tepi ranjang sambil membuka tutup botol minyak itu dan mendekatkannya ke hidung Lea.
"Coba tolong hubungi suaminya! Kontaknya ada di ponsel saya." pinta Widha kepada salah seorang yang ada di sana. Seorang gadis remaja menerima ponsel Widha untuk membantu menghubungi suami Lea.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomanceCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...