43. Shocking Surprise

1.6K 154 9
                                    

Kondisi Lana sudah mulai membaik. Pagi ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang. Lea membantu berkemas-kemas karena ayahnya sedang pergi bekerja. Lelaki yang mengantar Lea sudah pulang sejak kemarin. Ia menginap di sini bersama kedua anaknya. Mereka berdua belum mandi dari kemarin dan masih memakai baju yang sama.

"Bagaimana dengan sekolah Danish, Le?" tanya Lana sambil melirik cucu lelakinya itu yang sedang bermain dengan adiknya. Lea menghela nafas sejenak.

"Gak tahu. Gimana nanti aja, Ma. Kak Panji bilang akan segera menyusul ke sini hari ini." jawabnya. Lana menarik nafasnya sejenak.

Jantungnya berdegup kencang membayangkan pertemuannya nanti dengan putra tirinya itu, yang statusnya kini sudah berubah menjadi suami putrinya, adik tirinya sendiri. Masih sulit dipercaya.

"Ma... puyang... Pengen temu Ayah." rengek Danish yang sedang duduk di sofa bersama adiknya. Sesekali bocah itu menguap karena mengantuk.

"Iya, sayang. Nanti Ayah ke sini. Kita pulang sekarang." ucap Lea sambil mengemas barang-barang milik mamanya ke dalam sebuah tas besar.

"Dia kangen ayahnya, Le." ucap Lana yang diangguki oleh Lea.

"Iya, Ma. Dia gak pernah jauh dari ayahnya. Bentar lagi pasti dia rewel, ditambah karena kurang istirahat juga setelah perjalanan jauh kemarin. Mereka baru kali ini bepergian jauh tanpa ayahnya pula."

Lana mengangguk paham. Pasti karena berita tentang sakitnya dirinya yang dirawat di rumah sakit yang membuat putrinya langsung terbang ke sini tanpa memikirkan apa-apa lagi, lupa kalau Lea sudah memiliki dua bocah kecil yang membuat geraknya tak bisa seleluasa dulu lagi. Akhirnya setelah selesai berkemas, mereka memutuskan untuk pulang sekarang. Lea menuntun Danish sambil menggendong putrinya. Karena ia sedang kerepotan, ia hanya berjalan bersisian di sebelah mamanya sambil mengawasinya karena Lana yang masih agak lemah.

"Mama masih pusing, gak?" tanyanya. Lana menggeleng.

"Enggak terlalu, kok. Maaf ya udah ngerepotin kamu." ucapnya sambil melirik sekilas putrinya. Lea berdecak pelan.

"Udah kewajiban aku Ma sebagai seorang anak, sudah seharusnya. Apalagi setelah bertahun-tahun kita baru ketemu lagi. Anggap aja aku lagi nyicil buat nebus dosa aku selama ini yang udah mengabaikan Mama." Lana hanya tersenyum tipis mendengar ucapan putrinya.

Mereka berjalan keluar rumah sakit dan mencegat taksi saat sudah sampai di depan halaman rumah sakit yang luas. Tak lama sebuah taksi lewat di depan mereka, lalu mereka pun naik ke dalam taksi. Danish telihat senang memandangi gedung-gedung yang berjejer dari kaca jendela.

"Ma, icu! Gedee umahnya." ucapnya sambil menunjuk sebuah gedung apartemen yang besar dan bertingkat. Lea hanya tersenyum mendengarnya. Ia mengelus lembut rambut putranya.

"Iya, sayang. Itu bukan rumah. Itu namanya apartemen." jelasnya. Danish terlihat berpikir.

"Dia baru pertama kali lihat gedung-gedung besar seperti itu, ya?" tanya Lana yang diangguki oleh Lea.

"Iya, Ma. Yah namanya juga tinggal di kampung, jarang hampir gak pernah lihat gedung-gedung besar kayak gitu." jawabnya. Lana hanya mengangguk.

Hampir satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di depan rumah besar keluarga Lea. Mereka pun turun dari taksi. Lea memandang sejenak rumah itu, rumah yang sudah beberapa tahun ini ia tinggalkan, masih tetap sama. Rumah yang menjadi saksi di mana ia tumbuh dewasa. Ia sangat merindukannya beserta orang-orang di dalamnya.

"Ayo, Le!" ajak Lana kepada putrinya yang masih diam memandangi rumahnya. Lea berjalan bersama kedua anaknya ke dalam. Danish dan Neyna memandangi rumah besar dan mewah itu dengan tatapan asing bercampur kagum.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang