Cuaca pagi ini begitu cerah. Bunyi burung yang berkicau bersahut-sahutan dari arah pepohonan yang rindang. Hawa yang terasa segar begitu menenangkan, jauh dari polusi seperti di kota-kota besar. Lea sudah betah tinggal di tempat ini karena salah satu faktor ini juga yang mempengaruhinya. Tidak seperti di Jakarta yang panas dan gerah, di sini ia selalu menghirup udara segar yang sehat juga memanjakan matanya dengan pemandangan hijau yang jernih dan menenangkan. Ia sedang menyemprot tanaman mawar kuning dalam sebuah pot yang ditaruh di pinggir terasnya. Berjejer juga berbagai tanaman bunga dan hias lainnya yang menghiasi teras rumahnya yang mungil memberikan kesan asri dan sejuk, betah dipandang. Sesekali ia mengelus perutnya yang sudah besar.
Kini kandungannya sudah menginjak usia 9 bulan. Ia tak bisa bergerak dengan bebas lagi karena benda yang mengganjal di bawah perutnya. Ia jarang melakukan pekerjaan berat, selain menyapu rumah. Itu juga sudah jarang dan Panji sering meminta bantuan Widha untuk membantu istrinya di rumah juga menjaga Lea jika sewaktu-waktu istrinya mengalami tanda-tanda akan melahirkan mengingat kehamilannya sudah mendekati hari kelahiran. Ia khawatir meninggalkan Lea sendiri di rumah tanpa ada yang menemani, takut terjadi kecelakaan seperti jatuh atau apa. Mencuci, memasak, menyetrika, Panji yang sekarang melakukannya. Istrinya tak boleh kelelahan dan sudah tak sanggup lagi untuk mengerjakan banyak pekerjaan yang menyita tenaga.
"Ssshhhh..."
Lea menyimpan botol semprotannya di dekatnya dan fokusnya teralih kepada perutnya. Sebuah kontraksi kecil akibat pergerakan bayinya yang aktif membuatnya meringis dan mengerutkan keningnya. Ia memegang perut besarnya dan merasakan gerakan itu yang masih terjadi di dalam rahimnya. Ini lebih kuat dari biasanya.
"Duhh... Adek kok nendangnya keras-keras, sih?" ucapnya sambil mengelus-ngelus perutnya.
Kontraksi itu tak berhenti dan membuatnya sulit untuk bergerak. Ia kembali meringis merasakan sakit yang mulai terasa. Ia menumpukan sebelah tangannya pada lantai dengan kuat, menahan rasa sakit yang mulai menyerang perut bagian bawahnya dan menghasilkan rasa pegal yang cukup menyiksa di pinggangnya.
"Lea, kamu kenapa?" Lea tak menjawab suara seorang wanita yang kini menghampirinya. Ia hanya fokus kepada rasa sakit yang kini mulai menyiksa.
"S-sakit...." rintihnya pelan. Widha yang baru saja datang langsung membantu Lea berdiri dengan merangkulnya.
Wanita itu sedang menemani sekaligus membantu Lea membersihkan rumah. Mereka sedang asyik merawat tanaman-tanaman hias yang berjejer di halaman teras rumah mungil itu, dan tadi ia ke rumahnya sebentar untuk mengambil pupuk kimia yang dibutuhkan untuk tanaman bunga di rumah Lea. Ia cukup terkejut kala melihat Lea yang sedang memegangi perutnya dengan wajah meringis kesakitan.
"Astaghfirullah... Ketuban kamu pecah, Le!" ucapnya terkejut begitu melihat cairan bening seperti air seni mengalir dari arah selangkangan Lea dan membasahi lantai. Lea tak fokus dengan ucapan Widha karena rasa sakit itu yang kian mendera.
"Kita harus cepat ke bidan!" ucapnya sambil memapah Lea dengan susah payah. Ia mencoba berteriak memanggil tetangga terdekat untuk membantu membopong tubuh Lea yang besar. Tak lama beberapa tetangga mulai berdatangan ke rumahnya.
***
Lea bergerak dengan gelisah di ranjang besi sambil memegang erat pinggiran ranjang. Sakitnya benar-benar tak tertahankan. Tadi ia dibopong oleh seorang bapak-bapak tetangganya dan dinaikkan ke angkot yang untungnya kebetulan lewat jalan desa yang kecil itu. Sebenarnya jarak dari rumahnya ke rumah bidan tak begitu jauh, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi melihat kondisi Lea yang darurat dan tak memungkinkan untuk dipapah apalagi naik motor karena bahaya. Lea sudah terlalu sakit dan tak mampu untuk berjalan lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/158263912-288-k139126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
This Love
RomantizmCinta itu bagaikan angin, tak pernah bisa diatur ke mana arahnya, ke mana dia ingin berlabuh. Kita tak pernah bisa mengatur hati kita untuk jatuh cinta kepada siapa. Lea tak pernah berpikir dalam hidupnya akan merasakan semua ini, merasakan sebuah p...