28. Plans

2.2K 115 4
                                    

"Tolong taruh raknya di situ aja!" perintah Lea kepada dua orang lelaki yang sedang mengangkat rak piring di dapur yang tak besar itu. Ia melirik kompor gas yang sudah terpasang di sana. Ia sangat berterima kasih kepada keluarga Widha yang bersedia menyumbangkan sebagian perabotannya kepada mereka, termasuk kompor ini. Ia dan Panji belum melengkapi perabotan di rumah ini yang kosong melompong begitu masuk. Mereka berencana akan menyicil karena keterbatasan finansial mereka sekarang. Panji belum mendapatkan pekerjaan yang tetap dan hanya bekerja serabutan untuk menghidupi keluarga mereka. Upah yang didapat Lea dari membantu di pabrik keripik tidak mencukupi kebutuhan mereka yang semakin bertambah setiap harinya. Mereka sebenarnya malu dengan keluarga Rozak dan Widha yang sudah banyak mereka repotkan sejak mereka menginjakkan kaki di sini. Bahkan untuk biaya mengontrak rumah ini mereka memberi keringanan dan bisa membayarnya kapan saja jika mereka sudah punya uang. Mereka tahu jika pasangan suami istri baru itu sedang banyak kebutuhan dan kondisi mereka belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Untuk itulah mereka membantu pengantin baru itu seadanya untuk meringankan beban keduanya.

"Mbak, makasih banget, ya! Aku udah banyak ngerepotin keluarga kalian." ucap Lea yang sudah berada di teras rumahnya di mana Widha sedang menyapu lantai yang kotor itu. Widha menoleh dan menghentikan aktivitasnya. Wanita berhijab itu tersenyum.

"Gak apa-apa kok, Le. Mbak tahu kalian lagi darurat. Cuma keluarga kami yang udah kenal baik dan deket sama kalian di sini, sudah seharusnya kami membantu kalian mengingat kalian pernah tinggal di rumah kami juga. Secara langsung kami juga ikut bertanggung jawab akan kalian yang masih asing di sini." ucap Widha. Lea hanya tersenyum. Semoga Tuhan membalas kebaikan keluarga ini dan selalu melimpahkan rezeki yang berkah dan kesehatan kepada mereka.

"Mbak pulang dulu ya, Le?! Biasa, belum masak. Nanti kalau mau makan Mbak kirimin ke rumah kalian. Kalian belum punya bahan masakan kan untuk makan nanti?" tanyanya. Lea menggeleng. Ia sudah terlalu merepotkan wanita itu dengan membantunya membereskan rumahnya. Kalau untuk makan ia dan Panji bisa membeli makan di luar. Ia sadar jika mereka sudah tinggal terpisah dan tak enak jika ia harus ikut menumpang atau meminta makan lagi kepada mereka di saat mereka sudah memutuskan untuk hidup mandiri. Kontrakan ini saja belum dibayar, dan ia masih punya urat malu untuk menengadahkan tangannya meminta bantuan untuk yang kesekian kalinya.

"Makasih Mbak, gak usah. Nanti saya sama Kak Panji mau beli makan di luar aja. Cuma berdua ini, kok." ucapnya sambil tersenyum.

"Oh, gitu. Yaudah, tapi nanti kalau butuh sesuatu atau apa ke rumah aja, ya! Deket ini rumahnya." ucap Widha yang diangguki oleh Lea.

"Iya, Mbak. Makasih banget pokoknya udah mau direpotin kami." Widha hanya tersenyum.

"Santai aja. Yaudah, Mbak pulang dulu, ya! Bang Rozak sama Wendy bentar lagi pulang." pamitnya yang diangguki oleh Lea. Lalu wanita itu tak lama berlalu dari sana meninggalkan Lea sendiri di beranda rumahnya. Lea berbalik masuk ke dalam rumahnya untuk melihat jam dinding yang terpasang di ruang tengah. Aroma pinus yang tercium di setiap sudut ruangan yang sudah dipel tadi menyeruak ke dalam indera penciumannya menghadirkan sensasi segar dan rileks yang menenangkan pikirannya, ditambah suasana rumah ini yang asri dan sejuk. Nanti ia tinggal merawat dan menata kembali tanaman-tanaman yang sudah ada menghiasi halaman depan rumahnya yang mungil. Ia melihat jam sudah menunjukkan sudah setengah satu siang.

"Wah, gak kerasa udah siang lagi. Sholat dulu, ah." gumamnya sambil berjalan menuju kamar mandi di dekat dapur. Ia ingat jika kran di kamar mandinya belum diperbaiki sehingga tidak ada air di sana. Terpaksa ia harus ke rumah Widha untuk menumpang wudhu. Sungguh ribet, hanya untuk mendapat air saja ia harus ke rumah orang. Di rumahnya ia tak pernah kekurangan air, bahkan jika ia ingin mandi air hangat ia hanya perlu menyalakan shower tanpa perlu repot-repot memasak air. Ah, ia tersadar kembali ia berada di mana sekarang. Lupakan segala kemewahan yang menjadi hidupnya sebelum ini. Ia harus bisa beradaptasi dengan keadaannya sekarang karena semuanya sudah berubah sekarang.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang