KETULUSAN

1.6K 143 0
                                    

Deraian hujan tidak kunjung berhenti sejak pagi itu. Menghiasi udara hampa yang tak terlihat. Meninggalkan aroma sejuk dengan hawa dingin yang menusuk. Membuat senja sore itu lebih redup dari biasanya.

Entah kenapa sejak hujan hari itu, Aya jadi membenci hujan yang tengah dipandanginya kini dari balik jendela. Ia menatap keluar rumahnya, menatap tempat dimana singgahnya mobil Yuta setiap datang kerumahnya.

Ia mengingat kembali pertemuannya kembali dengan Yuta, senyuman Yuta, tawanya, hingga perlakuan Yuta yang selalu membuatnya terkesan dalam diam. Jika ia tidak pernah bertemu dengan Yuta lagi maka ia tidak akan merasa segundah ini sekarang. Kenapa ia merasa seperti ini? Apa ia telah benar – benar jatuh cinta dengan laki – laki itu?

Aya melihat sebuah mobil yang dikenalinya terparkir didepan rumahnya,beberapa menit kemudian seorang laki – laki keluar dari mobil itu, menerobos hujan yang tak segan membasahinya. Ia terperangah melihat sosok itu. Itu adalah ketiga kalinya sosok itu datang ke rumahnya hari ini. Bahkan kemarin pun sosok itu datang empat kali, berharap dapat bersua dengannya yang enggan melihatnya. Dia adalah orang yang terus mengoyak pikirannya selama dua hari ini, dia adalah Yuta.

Aya menghempaskan nafasnya panjang, ia bangkit dari kursi dekat jendela yang didudukinya. Ia menghempaskan tubuhnya lagi keatas tempat tidur, memejamkan matanya serta membalut tubuhnya dengan selimut. Jujur ia memang masih belum ingin bertemu dengan Yuta, ia akui itu.

Tak lama sunyinya mulai hilang ketika ada beberapa suara yang mendekati kamarnya.

“aku kayanya nunggu di ruang tamu aja deh tante” suara bas itu terdengar dari luar kamar Aya

“udah enggak apa – apa. Hayuuk masuk” dan suara turunnya knop pintu pun terdengar.

Selang beberapa saat, Aya merasakan pergerakan di tempat tidurnya. Belaian lembut tangan yang ia tahu adalah milik bundanya, ayu, “ya..ayaa.. bangun sayang.. masa mau tidur terus, bangun dulu,sayang.. ada yuta”

Dengan berat hati Aya membuka matanya perlahan, “aku ngantuk,bund”

“bangun dulu,sayang. Udah mau magrib juga. Tidurnya nanti malam lagi yah”

Aya menghela nafasnya pelan, lalu merubah posisinya, tubuhnya kini menjadi posisi duduk dengan raut wajah cemberut.

“bunda tinggal dulu ya, ta” Ayu pun beranjak meninggalkan keduanya dikamar

Yuta menarik sebuah kursi ke samping tempat tidur aya, dan tersenyum melihat gadis pucat didepannya itu, “hai”

Aya tersenyum sekilas

“udah mendingan? Maaf kalau gue ganggu tidur lo,ya”

“iyah, enggak apa – apa”

“udah makan?”

Aya mengangguk pelan

Keheningan pun terjadi diantara keduanya. Aya hanya menunduk diam sembari meremas selimutnya, sedangkan Yuta hanya menatap gadis yang enggan menatapnya itu. Yuta mengerti dengan sikap Aya saat ini. Aya tidak ingin kehadirannya saat ini.

“aku udah dengar dari bunda kalau kamu enggak ingat kejadian 5 tahun yang lalu. Maaf, jika aku buat kamu mengingatnya.”

Aya hanya diam, namun matanya mulai memanas. Kini laki – laki didepannya merubah cara bicaranya yang biasa gue-elo itu menjadi aku-kamu. Laki – laki itu berbicara dengan perasaannya sekarang.

“tolong ya, jangan begini. Aku enggak tahan lihat kamu sakit begini. Maafin aku,ya”

Masih tak ada jawaban dari gadis didepannya itu. Yuta kini berlutut disamping aya, tangannya mengambil tangan Aya yang sedari tadi meremas selimutnya. Ia menatap pekat air muka gadis itu, jelas sekali gadis itu siap menumpahkan air matanya.

“aku salah, aku ninggalin kamu. Aku salah, aku seenaknya datang lagi dan membuka luka itu lagi. Maafin aku,ya. Aku tahu kamu ngehindarin aku, aku akan ngejauhin kamu, tapi tolong jangan ngurung diri kamu lagi ya,ya. Aku sayang sama kamu,ya. Lebih dari kata – kata yang bisa aku ucapin” Yuta membelai sayang pipi Aya, sebuah air mata pun mengalir dipipi itu, Yuta menyekanya, “maafin aku”

“seharusnya kamu enggak ninggalin aku,ta. Aku merasa bodoh saat dengar cerita itu”

“aku salah,ya. Aku yang salah” Yuta menarik tangan Aya menyentuh dadanya, “aku salah. Kamu enggak bodoh, aku yang bodoh. Aku brengsek karena ninggalin kamu. Aku egois. Maafin aku,ya. Aku mohon”

Aya menatap laki – laki yang tengah menggenggam tangannya, ia melihat ada air mata diujung mata Yuta. Yuta juga merasa kesakitan itu,ya. Lebih dari yang bisa dilihat aya. Keduanya saling menatap, dan beberapa detik kemudian, Yuta membenamkan kepala aya didadanya.

“aku pengen banget membenci kamu,ta” kata Aya disela tangisnya yang pecah

Yuta mengangguk pelan, dibelainya rambut gadis itu, “aku rindu sama kamu,ya”

Aya tak menjawab, hanya isakan kecil yang keluar dari bibirnya

“kamu boleh benci sama aku setelah ini. Aku akan pergi,ya. Aku yang akan menjauh dari hidup kamu. Jangan kamu yang nyakitin diri kamu buat ngehindarin aku”

Mendengar kata – kata Yuta, Aya langsung menggeleng, “enggak. Aku enggak mau, aku mau kamu ada”

Terkejut, namun itu tidak seberapa dengan kebahagiaan yang dirasakan Yuta saat ini. ia semakin mendekapkan pelukannya, menghirup aroma gadis yang selalu mengisi hatinya sejak 5 tahun yang lalu.

Setelah beberapa saat kemudian Aya pun menegakkan kepalanya, menyudahi pelukan hangat dari Yuta. Tak berani ia menatap Yuta, ia hanya menunduk sembari menyeka sisa air matanya. Yuta tersenyum kecil melihat wajah gadis itu yang memerah, disapunya bekas air mata di pipi gadisnya itu.

“udah ya, jangan nangis lagi”

Aya memukul pelan dada Yuta, tentu saja ia malu karena merasa ia terlalu kekananakkan hingga menangis seperti itu.

“ehem..” terdengar suara dehaman wanita dibelakang Yuta

Mendengar suara dehaman itu,Aya segera bergerak menjauhkan dirinya dari Yuta. Dilihatnya Ayu yang berjalan mendekati Yuta.

“makan malam disini ya,ta”

“iya tante”

Terdengar gema suara adzan magrib diantara mereka. Ayu tersenyum, “ayah aya belum pulang. Kamu bisa jadi imam kan, ta ? kita jamaah solatnya”

Yuta menggangguk, “iya, tante”




Tentu saja ini pertama kalinya bagi Aya diimami oleh Yuta. Tak pernah terpikir olehnya bahwa ia akan solat bersama Yuta dan Bundanya. Aya sedikit terkekeh melihat Yuta yang memakai sarung dan peci milik ayahnya namun ia juga merasa
terkesan dengan penampilan Yuta itu.

Pria yang baik itu pria yang bisa memimpin kamu ibadah, bukan hanya memimpin rumah tangga saja, ya , itulah kata – kata ayahnya beberapa waktu yang lalu. Aya tersenyum kecil ketika mengingat kembali memori itu.

Usai solat berjamaah, Mereka semua menuju ruang makan didekat dapur. Sepanjang makan malam Ayulah yanh dominan mengajak Yuta mengobrol sedangkan Aya hanya menyimak keduanya saja. Sesekali Aya melirik Yuta ketika menjawab pertanyaan ibunya, tak jarang juga ia ikut tertawa mendengar obrolan keduanya.

Setelah menikmati makan malam, Aya dan Yuta pun pindah ke ruang tamu untuk mengobrol.

“besok kuliah kan?”

“iyah”

“jam berapa ? besok dijemput ya”

“iya”

Yuta menatap Aya lama hingga membuat gadis itu salah tingkah dan menunduk malu. Yuta pun tak kuasa menahan tawa gelinya.

“gue besok mau ke acara festival gitu, kebetulan temen gue buka stand juga. Mau ikut ?”

Aya tersenyum mendengar ajakan Yuta, tidak ada alasan baginya lagi untuk menolak, ia mengangguk senang, “mau”

Yuta pun tertawa melihat Aya yang seperti anak kecil, diacak – acaknya rambut gadis itu dengan penuh kasih sayang. Aya tak menghindar, ia hanya memanyunkan bibirnya, namun hatinya merasa sangat bahagia.

FORELSKETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang