13. 2 Cool 4 School?

2.8K 323 34
                                    

"Kemarin ada yang menanyakan perasaanku, tapi kamu diam. Berpikir keras, sebenarnya apa yang aku dan kamu rasakan?"

--Shindu-Habi🐘--

***

Hari ini hari pertama Shindu sekolah, tapi dia harus terlambat. Semuanya karena Shindu bangun kesiangan dan Siti mengatakan jika dirinya masih belum terbiasa membangunkan Shindu. Tidak enak hati katanya.

Shindu jadi merindukan Shintia. Tidak seperti Siti, Shintia pasti langsung menjewer telinga Shindu jika dia bangun kesiangan. Mengomelinya panjang lebar, tanpa berhenti sebelum Shindu mengecup pipinya lembut.

Juga Rama, yang setiap pagi menyempatkan diri untuk mengantar Shindu sekolah. Menomorduakan anaknya yang lain, yang mungkin memimpikan hal yang sama. Mimpi sederhana, seperti diantar sekolah oleh ayah.

Shindu tahu, Rama menyayanginya. Tapi dia merasa tidak adil untuk keluarga Rama yang lain. Mengingatkan Shindu akan Pandu.

Tidak cukup merebut Shintia dari Pandu. Shindu merasa dia juga telah merebut kasih sayang Rama dari anaknya yang lain. Yang bahkan Shindu tidak pernah tahu keberdaan mereka.

Suasana hati Shindu semakin buruk saja pagi itu. Dia tidak tersenyum, juga tidak menyapa Joko yang membukakan pintu mobil untuknya.

Dalam bungkam Shindu menghabiskan sarapan yang belum sempat dia sentuh tadi. Sesekali dia melirik ke arah Joko yang sama diamnya pagi itu. Mungkin Joko ikut merasakan suasana hati Shindu yang kurang bagus.

Shindu jadi tidak enak hati.

Sebenarnya Shindu tidak marah, dia hanya kesal. Setelah kejadian semalam saat dia tahu jika ternyata Pandu menghawatirkannya, Shindu luar biasa senang. Namun, begitu Pukas tahu apa yang terjadi pada tanganya, Shindu mendapat omelan panjang lebar dan terancam menginap di rumah sakit semalaman.

Malam itu, belum sempat Shindu meminta penjelasan pada Pandu akan sikap yang dia terima, Pukas datang begitu saja dan menyeret Shindu ke rumah sakit.

Semua berkat Putri.

Putri yang sedari awal sudah berjanji pada Pukas untuk menjadi mata-matanya, tidak bisa melakukan apa-apa selain melapor. Lagipula dia juga khawatir pada Shindu yang terlihat lebih pucat setelah kecelakaan kecil itu menimpanya.

"Maaf, Pak Joko. Shin lagi bad mood aja pagi ini."

Joko hanya mengangguk, kemudian tersenyum pada Shindu dari balik kaca spion dan kembali fokus pada jalanan.

Sebenarnya jarak rumah dengan sekolah baru Shindu hanya sepuluh menit perjalanan. Rencananya, Shindu ingin membeli sepeda dan memakainya untuk ke sekolah.

Pasti menyenangkan.

Lagipula rute yang harus dia tempuh tidak terlalu ramai, juga banyaknya pepohonan di kanan kiri jalan membawa kesan teduh dan rindang menyenangkan. Dia melewati Taman Balai Kambang yang selalu dipenuhi pengunjung di penghujung minggu. Juga deretan perkiosan pedagang kaki lima di pinggiran stadion Manahan.

Shindu memang tidak terlalu menikmati perjalanannya pagi itu, tapi dia coba menghafal jalan. Dia harus bisa mandiri dan tidak selalu mengandalkan Joko.

Banyak hal yang Shindu rencanakam untuk hidup barunya di kota kecil ini. Sampai yang paling sepele sekali pun. Dia hanya ingin menikmati hidupnya, lengkap dengan tujuan-tujuan baru yang dia coba perjuangkan.

***

Mobil Shindu tiba di depan gerbang sebuah sekolah, bersamaan dengan  ponselnya yang bergetar.

Evita mengirimkannya pesan singkat. Pesan yang meminta Shindu untuk segera mencari Evita di ruang guru, begitu dia sampai di sekolah.

Solo, Please Help Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang