"Ternyata bahagia itu datangnya dari hati. Dulu ... aku pernah mencarinya, kemudian mengusahakannya. Namun, ternyata bahagiaku palsu."
--Shindu Wijaya--
***
Pandu menggandeng jemari Shintia posesif. Menuntunnya hingga ke lahan parkir bandara. Kemudian dengan cekatan membukakan pintu belakang mobil untuk sang ibu.
Shintia memilih untuk menggunakan jasa antar jemput bagasi, jadi mereka tidak perlu menunggu lama bagasi Shintia yang jumlahnya tidak sedikit.
Karena itu, sesaat setelah Shintia dan Pandu melepas rindu. Mereka memilih untuk segera meninggalkan bandara untuk menuju rumah sakit.
"Lhoh, Pandu gak ikut mobil?"
Begitu Pandu menutup pintu belakang mobil, Shintia bergegas menurunkan jendela dan sedikit berteriak saat mendapati Pandu tidak segera ikut masuk melainkan berjalan menjauh.
Pandu berbalik, kembali mendekat dan sedikit menunduk di ambang jendela.
"Aku bawa motor, Bu. Nanti kita ketemu lagi di rumah sakit."
Dia tersenyum hangat pada Shintia, matanya terlihat kecewa.
"Kalau begitu, ibu ikut kamu naik motor aja."
Shintia meraih cepat Givenchy Antigona merah mudanya, kemudian keluar dari mobil dengan tersenyum cerah. Sedangkan Pandu masih terdiam, setengah bingung dengan apa yang baru saja dia dengar.
Masih belum percaya jika di sore hampir petang seperti saat ini, dia harus membonceng ibunya. Pandu sih ... senang saja. Tetapi, seperti Shindu, Shintia pasti tidak terbiasa naik sepeda motor. Pandu hanya khawatir. Itu saja.
"Ibu udah lama banget gak naik motor, ayo sayang cepetan!"
Namun, sepertinya kekhawatiran Pandu tidak beralasan. Shintia mengikat rambut panjangnya ke belakang, kemudian berjalan mendahului Pandu. Shintia sangat bersemangat, bahkan dia tidak tahu di mana Pandu memarkirkan motornya.
"Ibu, sebelah sini."
Pandu terkikik geli melihat Shintia, dia menarik halus lengan ibunya. Dan menggandengnya, hingga ke hadapan motor matic Pandu.
"Pakai ini Bu!"
Jaket yang dulu pernah dia gunukan untuk melindungi Shindu dari derasnya hujan, kali ini Pandu gunakan untuk menghangatkan Shintia. Dia juga mengambil sendal jepit dari bagasi motornya, mengenakannya, kemudian menyodorkan sepatu yang semula dia kenakan pada Shintia.
Pandu tidak tega saja melihat Shintia kesulitan hanya karena ankle boots yang dia kenakan saat ini.
Dan tentu saja Shintia menerima perlakuan Pandu dengan hati berbunga. Tanpa sedikit pun penolakan. Walau di sisi hatinya yang lain berdesir sakit saat harus mengingat bagaimana kejamnya dia dulu, tidak pernah memperlakukan Pandu dengan baik.
Tidak apa, karena mulai sekarang Shintia berjanji untuk memberikan semua yang terbaik dari dirinya untuk Pandu. Untuk kedua putranya. Hartanya yang paling berharga.
Begitu pun Pandu, dalam hati berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dari Tuhan. Kali ini Pandu akan menyiapkan dirinya untuk menerima limpahan kasih sayang dari Shintia. Dari keluarga yang telah lama dia dambakan.
Memanggil Shintia dengan sebutan Ibu sebanyak yang dia mau. Meneriakan pada bumantara petang ini, jika kini dia memiliki Ibu, memiliki kasih sayangnya, semua yang bersumber dari seorang ibu.
Mulai malam ini, dia hanya akan menikmati menjadi putra dari seorang ibu. Tanpa mau lagi mengingat masa-masa yang pernah dia lalui tanpa ibunya. Dia tidak ingin membicarakan masa lalu kelamnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solo, Please Help Me (Complete)
Short StorySolo, Please Help Me... berkisah tentang Shindu. Si pesimis lemah yang pulang ke Solo setelah lahir dan besar di negeri orang. Shindu datang ke Solo dengan sebuah misi, sebuah tujuan terbesar yang pernah dia usahakan dalam hidupnya. Karena semua ya...