-3. Minus Tiga

2K 285 54
                                    

Berkat Ikan Bakar

Shindu pikir buka bersama kali ini akan lebih santai daripada sebelumnya. Karena selain mengajak Shindu, Pandu juga meminta Kahfi, Fajar, dan Adi untuk ikut serta.

Jadilah sore itu, Shindu hanya mengenakan kaos lengan panjang dipadu dengan Levi's Regular Taper yang selalu terlihat cocok di kaki panjangnya.

Mereka berlima tiba di sebuah rumah makan pilihan Pandu sekitar pukul lima sore. Setiap sudut yang terjangkau oleh penglihatan Shindu sudah penuh oleh pengunjung. Tapi sepertinya, Pandu sudah memesan tempat untuk mereka sebelumnya, karena langkahnya terlihat pasti.

Dan benar saja, Pandu membawa mereka pada sebuah meja besar di sudut ruangan. Sudah ada seseorang di sana, duduk membelakangi mereka. Laki-laki itu tengah asyik mengamati ikan koi di kolam kecil sebelahnya.

Shindu sepertinya pernah melihat punggung lebar itu.

Namun, dia ragu. Hanya untuk memikirkan siapa orang itu pun, Shindu takut.

"Assalamu'alaikum, Simbah."

Pandu mengucap salamnya, dan Shindu membeku dibuatnya. Pijakan tongkatnya goyah, hampir jatuh terduduk jika Kahfi yang semula asyik mengobrol dengan Fajar tidak cepat menangkap lengannya.

Shindu ingat betul, bagaimana kerasnya Pandu melarang dirinya untuk tidak bertemu dengan Simbah dulu. Dan sekarang, kenapa kesannya Pandu menjebak Shindu? Membawanya langsung ke hadapan Simbah.

Tidak banyak yang bisa Shindu pikirkan, satu kemungkinan pun tidak. Termasuk kemungkinan paling bagus, seperti Simbah yang mulai bisa menerima Shindu dan Shintia.

Shindu terlalu takut.

Dia tidak bergerak maju, untuk mundur pun tidak punya nyali.

Sampai tangan kekar Pandu menarik Shindu perlahan. Pandu tersenyum hangat dan mengangguk singkat. Dari sanalah Shindu mulai mengumpulkan keberaniannya.

Ada Pandu di sampingnya.

Jadi tidak ada yang perlu Shindu khawatirkan, jika itu tentang Simbah.

Pandu menuntun Shindu untuk duduk tepat di hadapan Simbah. Shindu menurut saja.

Shindu terlalu diam, dia merasakan tatapan tajam Simbah yang tertuju pada setiap pergerakannya. Termasuk saat Shindu menyandarkan tongkatnya di kursi, juga saat Shindu yang harus kembali terkejut begitu melihat ada sepiring besar gurame bakar yang terhidang di depannya.

Shindu merasakan setiap tusukan tajam dari mata Simbah.

"Udah adzan, ayo dimakan!" pinta Simbah.

Kahfi, Fajar, dan Adi menyerukan terima kasih mereka dengan lantang. Pandu juga terlihat begitu bersemangat. Setelah menghabiskan segelas teh hangat manis, Pandu menuangkan banyak nasi putih ke piringnya dan piring Shindu. Kemudian melengkapinya dengan tumisan sayur.

"Mau ikan bakar apa yang goreng?"

Shindu menjawab pertanyaan Pandu dengan gelengan. Malam ini Shindu hanya akan makan dengan sayur, begitu pikirnya.

"Lho kenapa? Kalo enggak makan ikan, Simbah pesenin ayam."

Simbah berdiri, berniat memanggil salah satu pramusaji untuk menambah pesanannya. Namun, Shindu mencegahnya lebih dulu.

"Enggak usah, Simbah. Makasih, Shin pake sayur aja gak apa-apa."

"Enggak doyan ikan, apa alergi?"

Shindu kembali menggeleng. Kenapa hari ini Simbah berubah jadi begitu perhatian padanya?

"Trus kenapa, Shin? Kamu enggak ada diet protein kan?"

Kali ini Pandu dan ketiga teman Shindu ikut penasaran.

"Shin enggak bisa makan, Mas. Itu mata ikannya kaya liatin Shin trus."

Jawaban Shindu mengundang tawa dari yang lain, termasuk Pandu.

"Cah lanang kok wedi iwak," ujar Simbah jenaka dengan Basa Jawa yang sedikit Shindu pahami. Jemari keriputnya mengambil seekor ikan bakar, membuang kepalanya, untuk kemudian meletakan sisanya di atas piring Shindu.

"Kepalanya udah gak ada, makan!"

Kali ini Shindu mengangguk. Mata kecilnya berair. Hatinya menghangat menerima setiap perhatian Simbah sore itu.

Akhirnya, setelah perjuangan mereka selama ini.

"Le Shindu, maapin Simbah ya. Simbah ini Simbahnya Pandu, simbahmu juga."

Simbah menerima Shindu sebagai bagian dari hidup Pandu dan Shintia.



24.05.19
Habi 🐘

A.n
Gambar yg di mulmed, forearm kruk-nya Shin. Shin cuma pake satu, ditangan kiri. 😯


Solo, Please Help Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang