19. Burhan dan Nomor PIN?

2.6K 359 53
                                    

"Penderitaan tidak akan berani mendekat, karena Ibu berjanji untuk selalu menghindarkanku darinya."

--Shindu Wijaya--

***

Malam ini panjang. Malam yang berat juga melelahkan bagi Pandu. Seharian dia harus berkutat dengan aktivitas perkuliahan, rapat UKM, dan pekerjaan sambilannya dengan kondisi tubuh yang sedang payah. Belum lagi kedatangan Shindu dan Pukas, sempurna sudah.

Bahkan sekarang, Pandu masih terjaga. Padahal jam menunjukan hampir tengah malam. Dia bersandar pada dinding, masih di atas kasur tipisnya. Memandang pada dua cup teh panas, sebungkus bubur ayam, juga obat-obatan yang tadi dibeli oleh Pukas untuknya.

Angan Pandu melayang, mengingat kembali perlakuan buruknya pada Shindu sebelumnya. Dan dia merasa buruk untuk itu. Bahkan Pandu sempat berpikir untuk balas dendam. Kejamtah dirinya?

Pandu dengan sengaja menunjukan kesakitannya ditinggal Shintia. Dia tunjukan tepat di depan Shindu. Pandu ingin Shindu tahu, dia ingin Shindu hancur oleh rasa bersalah.

Dan Pandu berhasil.

Mengingat bagaimana Pukas berpamitan padanya, Pandu yakin malam itu Shindu benar-benar terpengaruh oleh sandiwara Pandu.

Lagipula itu tidak bisa disebut sebagai sandiwara. Karena apa yang Pandu tunjukan pada Shindu sebelumnya adalah sebuah kebenaran. Jika Pandu, pernah merasakan sakit yang sama.

Pandu menggeleng kecil. Dia tidak harus merasa bersalah untuk itu. Walau Shindu sakit, tapi banyak orang di sekitar yang mendukungnya. Termasuk Shintia, yang lebih memilih menjaganya dan meninggalkan Pandu.

Iya benar.

Tapi apa maksud ucapan Pukas tadi. Jika bukan karena Shindu, mana mungkin Shintia rela begitu saja melupakan Pandu?

Pandu kembali mengingat setiap detail kata yang Pukas ucapkan tadi. Saat Pandu pura-pura memejamkan matanya, dia mendengar dengan jelas Pukas berbisik tepat di telinganya.

"Jangan terlalu membenci Shindu, atau kamu akan menyesal! Bukan hanya ada dia di antara kamu dan Mbak Shintia, Pandu. Dia sudah cukup menderita selama ini, melunaklah."

Pandu tertegun, sebenarnya apa maksud Pukas. Jika dia tahu sesuatu kenapa tidak langsung menjelaskannya pada Pandu. Dengan kalimat lugas yang mudah dia mengerti. Bukankah jika dia tahu lebih awal, kemungkinan Shindu terluka lebih dalam juga akan semakin kecil?

Sebenarnya Pandu juga tidak ingin memperlakukan Shindu dengan kasar. Bagaimana pun juga Shindu tetaplah adik kecilnya. Ada darah dan daging Shintia yang mengalir di tubuh mereka.

Pandu hanya sedang bingung saja. Dia yakin tidak bisa menanggung semuanya seorang diri. Jadi Pandu membutuhkan seseorang untuk dijadikan alasan. Pandu butuh seseorang untuk dijadikan pelampiasan.

Dan, Shindulah orang yang tepat.

Begitu menurut Pandu. Semoga dia tidak menyesal di kemudian hari.

***

Setelah semalam membuat Pukas khawatir, pagi ini Shindu bangun dengan perasaan yang lebih baik. Di luar sana memang mendung, tapi Shindu punya sesuatu yang lebih cerah di hatinya pagi itu.

Sesuatu yang positif dan hangat, mirip mentari pagi. Shindu percaya apa yang dia rasakan akhir-akhir ini bukanlah penderitaan. Karena dulu, ketika dia masih sangat kecil, dan menanyakan apa itu penderitaan pada Shintia. Shintia menjawabnya dengan senyuman sehangat matahari pagi.

"Penderitaan adalah sesuatu yang tidak akan pernah berani mendekatimu, sayang. Karena mommy akan menghindarkanmu darinya."

Shindu kembali tersenyum mengingatnya. Jika sekarang Tuhan menunjukan banyak hal yang menyakitinya, itu artinya Tuhan sedang memperhatikannya. Jadi Shindu tidak boleh begitu saja menyerah, dan membuat Tuhan kecewa.

Solo, Please Help Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang