21. Mencicipi Keberuntungan

2.6K 392 80
                                    

"Kemarin ada yang menanyakanku tentang masa lalu. Masa laluku tidak rapi, aku tidak bisa kembali untuk merapikannya. Tapi masa lalu membantuku merapikan masa depan."

--Shindu-Habi🐘--

Bukan tentang keberuntungan atau kebalikannya. Shindu tidak pernah menginginkan keberuntungan. Sebab itu dia berusaha, dan mendambakan hasil setelahnya.

Walau tidak jarang,  hasil yang dia dapatkan tidak setimpal.

Namun, bukan itu intinya. Ada pelajaran dalam perjuangannya, tentang rasa ikhlas, berkorban, dan rasa syukur tentu saja.

Paling tidak dia tidak akan menjadi si pemalas. Yang berpangku tangan di atas kursi malas, menunggu keberuntungan datang menghampirinya.

Enak saja.

Karena Shindu tahu keberuntungan dekat sekali dengan perjuangan. Keberuntungan datang hampir bersamaan dengan kerasnya Shindu berjuang.

Dan ...,

Tuhan membiarkan Shindu mencicipi keberuntungannya kali ini.

***

"Uda dapet kendang baru sebaru-barunya, sekarang dapet makan enak gratis. Syuurrrgggaa anak kost .... "

Shindu terkikik kecil mendengarnya. Dia melirik takut-takut pada Fajar, yang mengunyah chicken burger sambil memeluk kendangnya dengan sayang.

Berbeda dengan Shindu, Kahfi dan satu lagi temannya hanya merespon seadanya. Mereka menunduk dalam, sepertinya malu dengan tingkah Fajar yang memang memalukan.

Lucu sekali.

"Eh Shin, beneran kamu cuma makan itu kenyang? Apa jangan-jangan kamu sengaja, biar irit karena tadi uda habis banyak?"

Fajar kembali berujar, kemudian arah pandang ketiganya beralih pada apple pie Shindu yang masih setengah.

"Jangan ngaco Jar! Dia mana boleh makan junkfood ginian."

Ketiganya mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Kahfi barusan. Sedangkan Shindu tersenyum kecil menanggapinya.

Beruntungnya dia, hari pertama kembali ke sekolah dan dia sudah dapatkan banyak teman yang perhatian.

Usai makan, mereka berempat pisah jalan. Fajar bersama Adi kembali ke sekolah untuk menyimpan kendang. Kahfi yang meminjam motor Fajar, harus mengantar Shindu pulang.

Kahfi mengendarai motornya pelan, dia melirik Shindu dari kaca spion kemudian setengah berteriak memanggilnya.

"Shin, kamu biasa makan dimana? Aku anter cari makan dulu deh, pucet gitu."

Shindu tidak menjawab, jujur dia sedikit kesulitan jika harus berteriak dari atas motor yang melaju. Angin yang menerpa, juga udara di sekitarnya yang penuh karbonmonoksida membuatnya tidak nyaman. Bahkan untuk sekadar bernapas.

Tidak kunjung mendengar jawaban Shindu, Kahfi menepikan motornya. Dia turun, dan melihat langsung ke arah Shindu yang masih duduk di atas motor Fajar.

Shindu menurunkan maskernya, dia tersenyum tipis kemudian coba menjawab pertanyaan Kahfi sebelumnya.

"Gak usah Fi, baru juga selesai makan."

Kahfi menghela napas kesal. Dia ingat betul, tadi Shindu hanya memakan setengah apple pie-nya. Itu bukan definisi makan bagi Kahfi. Mana bisa kenyang?

"Serah kamu aja deh, jadi langsung pulang?"

Kembali memakai helmnya, Kahfi hendak melajukan motor sebelum Shindu menarik jaket yang Kahfi kenakan. Dia menoleh ke belakang, dan mendapati Shindu menatapnya dengan mata ragu-ragu.

Solo, Please Help Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang