Mine [H.S]

(10) The Turth

Alana's POV

"Aku akan menceritakannya" ujarku pada Harry. "Tapi aku tidak mau ada yang tau mengenai hal ini" lanjutku lagi.

"Aku janji tidak akan memberitahu siapapun" ujar Harry meyakinkanku.

Aku menghembuskan napasku panjang dan bersiap untuk menceritakan kebenarannya pada lelaki yang ada di hadapanku ini.

"Dulu saat aku masih kecil aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahku, yang sangat menyayangiku dulu hanyalah nenekku yang sudah meninggal dan ibuku, mereka sangat menyayangiku layaknya aku ini anak yang sangat mudah rapuh. Saat aku masih kecil juga, tepatnya saat aku masih tinggal bersama ayah dan ibuku aku selalu mendengarkan pertengkaran dari mereka, hampir setiap hari aku mendengarnya membuatku selalu ketakutan, bagaimana tidak, saat itu aku masih berumur lima tahun dan harus mendengar orang tuaku sendiri bertengkar entah di sebabkan oleh apa karena dulu aku masih sangat kecil, yang aku bisa lakukan saat itu hanyalah bersembunyi di balik pintu kamarku saat teriakan demi teriakan dan bantingan benda-benda harus ku dengar, aku hanyalah bocah ingusan yang hanya bisa menangis kala mendengar ibuku di marahi oleh ayahku sendiri walaupun saat itu aku tidak tau sebenarnya apa yang sedang terjadi.

Hingga aku beranjak remaja pun orang tuaku masih sangat sering bertengkar, tapi bedanya saat itu aku sudah mulai mengerti yang mana yang salah sebenarnya.

Suatu malam aku pernah memergoki ayahku sedang membawa seorang jalang ke rumahku, dan saat itu pula aku menghampiri mereka dan langsung menonjok wajah jalang yang ayahku bawa, saat itu ayahku marah dan menyeretku ke dalam gudang, sedangkan ibuku yang saat itu baru melihatku yang di seret-seret oleh ayahku mulai berteriak agar dia tak berbuat kasar padaku dan melepaskanku. Tapi untunglah saat itu ayahku tidak jadi mengurungku di gudang karena mungkin ia takut aku mati karena gudang itu sama sekali tidak ada ventilasi atau jendela, sangat pengap, sebelum aku di seret oleh ayahku, aku sempat melihat wajah si jalang itu yang terlihat sangat ketakutan saat aku memberinya tatapan membunuh dan dia akhirnya lari-lari terbirit setelah aku meneriakinya kalau aku akan merusak wajahnya dengan pukulanku jika ia berani menginjakan kakinya di rumahku lagi.

Aku mulai mengetahui bahwa yang salah di antara kedua orang tuaku adalah ayahku, karena memang benar, dia selalu saja mencari-cari kesalahan dari ibuku bahkan aku pernah mendengarnya menghina ibuku membuatku tak terima padahal sudah jelas sekali dialah yang brengsek. Dia juga tak pernah menafkahiku dan memberiku uang untuk biaya sekolahku, hanya ibuku yang berjuang demi aku, ayahku yang brengsek itupun hanya menumpang makan saja dari ibuku tanpa meberikan uang sepeserpun padanya. Aku sangat tidak tega melihat ibuku yang selalu saja di sakiti oleh ayahku. Jujur aku sangat sedih dengan keadaan orang tuaku yang seperti ini dan aku juga merasa sangat sakit hati pada ayahku, aku selalu menangis sendirian di dalam kamarku karena aku tak pernah menunjukkan air mataku di depan orang-orang apalagi pada ibuku, aku selalu saja menampilkan senyuman palsu agar orang-orang yang berada di sekitarku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.

Ibuku juga pernah bercerita pada saat aku masih kecil aku pernah sakit dan mengharuskanku di rawat inap di rumah sakit karena katanya saat itu aku sudah hampir anfal, tapi dengan brengseknya ayahku malah terlihat santai dan malah menyalah-nyalahkan ibuku yang saat itu sedang ketakutan karena kondisiku yang sudah semakin lemah dan pucat, bahkan kata ibuku tubuhku saat itu sudah dingin semua. Akhirnya aku pun di rawat selama beberapa hari, ibuku bilang padaku setelah aku keluar dari rumah sakit ayahku meminta uangnya kembali yang sudah ia keluarkan untuk biaya rumah sakitku. Aku yang mendengar cerita ibukupun semakin murka dengan dengan ayahku yang dengan teganya bersikap seperti itu, padahal aku ini anaknya, anak kandungnya. Dan di saat itu pula aku berjanji pada ibuku bahwa aku akan mengeluarkannya dari rumah iblis itu dan aku akan membahagiakannya semampuku.