(18) Mad?

1K 64 1
                                    

Author's POV

Harry mengernyitkan dahinya bingung saat melihat siapa yang meneleponnya. Tumben sekali, batinnya.

Ia mengabaikan panggilan tersebut, tapi telponnya terus berdering mengganggunya.

Harry bangkit dari duduknya, "Aku ke luar sebentar," ujarnya.

Alana yang berada di sebelahnya menatapnya bingung saat Harry bangkit, ia menahan tangan Harry sebelum lelaki itu pergi, "Kenapa tidak di sini saja?" orang-orang yang berada di ruang tamu itu mengangguk setuju dengan ucapan Alana.

"Iya nak, kenapa tidak di sini saja." kini ibu dari Harry itu bersuara.

"Ku pikir ini panggilan penting," ucapnya singkat, Alana melepaskan tangannya dari lelaki itu.

"Baiklah," ucap gadis itu dan Harry pun melenggang pergi keluar untuk mengangkat teleponnya.

Harry segera menggeser tombol hijau pada ponselnya yang sedari tadi menggannggunya.

'Hallo, Harry,' ucap seseorang di seberang sana.

'Ada apa kau meneleponku, Liam?,' tanya Harry pada Liam.

'Ck, kau dimana sekarang?' Harry mengernyitkan dahinya saat mendengar nada bicara Liam yang tergesa-gesa.

'Aku sedang berada di rumahku bersama Alana, ada apa sih?,'

'Itu--,'

'Itu apa? Jangan terputus-putus jika berbicara,'

'Sarah ada di sini dan dia menanyakan keberadaanmu padaku, dia datang ke apartemen ku tadi,' rahang tajam Harry seketika mengeras saat mendengar penjelasan dari Liam.
Mau apalagi jalang itu, gumamnya.

'Apa?! Kau pasti bercanda Liam!' suara Harry kini meninggi karena ia sangat kesal sekarang.

'Aku tidak bercanda Harry, aku serius, maka dari itu aku meneleponmu,' Harry mengusap wajahnya dengan kasar dan ia menghela napasnya untuk meredam emosinya.

'Tapi bagaimana bisa dia mengetahui apartemenmu? Dan oh apa kau memberitahunya tempat tinggalku?' tanya Harry gusar.

'Akupun tidak tau darimana wanita itu tau tempat tinggal ku dan aku tidak tidak memberitahu tempat tinggalmu walaupun ia sangat memaksa tadi,'

Harry menghembuskan napasnya kasar, 'Bagus. Awas saja jika kau memberitahunya, akan ku tebas kepalamu,' nada tajam Harry membuat Liam yang berada di seberang sana cukup takut walaupun ia tau kalau Harry tidak akan melakukannya.

'Apa yang ia katakan itu benar?' Harry bingung mendengar perkataan Liam.

'Apa yang ia katakan?'

'Aku yakin kau tau apa yang ia katakan, mengenai kau, Sarah, dan David tentu saja.'

'Ya, itu benar dan aku ingin kau tidak memberitahukan hal ini pada siapapun apalagi kalau sampai Alana mendengarnya,' Liam mengangguk tapi ia tau jika Harry tak dapat melihatnya.

'Baiklah, baiklah Styles, aku akan tutup mulut,' ucap Liam dengan malas.

'Bagus, kalau begitu aku tutup telponnya,' Harry langsung mematikan sambungan telpon dari Liam sebelum lelaki itu membalas perkataan Harry.

Harry berjalan masuk ke dalam ruang tamu dengan masih sedikit emosi yang menguasai dirinya.

Ia duduk di samping Alana membuat wanita itu menatapnya, "Siapa yang menelpon, Harry?" tanya gadis itu lembut.

"Hanya Liam" jawab Harry datar dengan pandangan ke depan tanpa menatap Alana.

"Liam temanmu yang pernah kau ceritakan padaku?" Harry mengangguk.

"Tapi ada apa? Kenapa ia meneleponmu?" tanya Alana dengan rasa penasarannya, karena ia penasaran dengan tingkah Harry yang tiba-tiba saja menjadi seperti itu setelah mengangkat telepon dari Liam.

"Hanya urusan bisnis," ujar Harry singkat tapi masih dengan wajah datarnya.

"Urusan bisnis? Tapi kenapa wajahmu seper--,"

"Bisakah kau diam dan jangan banyak bertanya?!," Alana terkejut mendengar bentakan dari Harry dan ia menatap lelaki di sebelahnya tidak percaya, ia memundurkan tubuhnya menjauhi Harry karena merasa takut dengan lelaki itu, jujur saja Alana tidak pernah dibentak, hanya ayahnya dulu yang sering membentaknya.

Alana menundukkan kepalanya sambil menahan tangis, entah kenapa ia menjadi cengeng seperti ini hanya karena bentakan dari Harry, dan rasanya ia ingin pulang saja.

"Harry! Apa yang kau lakukan." Anne menegur putranya yang sedari tadi masih diam saja tidak berbicara apapun.

"Kau membuatnya takut, Harry." ucapan Gemma membuat Harry tersadar dan langsung menolehkan wajahnya pada wanita yang duduk di sampingnya sedang menundukkan wajahnya dan menggigit bibir bawahnya yang bergetar.

"A-aku, a--,"

Alana bangkit dari duduknya dan mengambil tas kecilnya, "Aku permisi," ucap Alana dengan suara puraunya.

Harry yang melihat itupun tidak tinggal diam dan merasa sangat bersalah dengan apa yang baru saja ia lakukan, ia mengejar Alana.

"Alana!" panggil Harry saat melihat Alana berjalan cepat. Harry berlari dan menggapai tangan gadis itu dan membalikkan tubuhnya menjadi menghadapnya.

"Aku ingin pulang," ujar Alana pelan dan tidak menatap wajah Harry.

"Alana. Lihat aku," Harry menggenggam erat kedua tangan Alana.

Alana tidak merespon ucapan Harry dan masih enggan hanya untuk sekedar menatap lelaki di hadapannya itu.

"Sayang, aku minta maaf," ucap Harry dengan suara yang sangat lembut, tangan kekarnya menangkup wajah cantik Alana agar gadis itu menatapnya.

Alana menatap manik hijau di hadapannya yang sedang menatapnya lembut, tapi Harry malah semakin merasa bersalah saat melihat mata cokelat Alana yang berkaca-kaca menahan tangisan.

"Aku tidak bermaksud membetakmu tadi, aku benar-benar minta maaf. Maafkan aku, sayang," Harry membawa tubuh Alana ke dalam dakapannya.

"Aku tidak bermaksud membuatmu takut," ucapnya lagi.

Harry mengelus punggung Alana yang bergetar, ia melepaskan pelukannya dan menatap mata Alana yang berair serta guratan-guratan jejak air mata pada pipinya, ibu jari kekar milik Harry menghapus sisa-sisa air mata itu sebelum mengecup kedua mata Alana.

"Maafkan aku ya?,"

Alana menatap Harry yang sedang memberinya tatapan memohon, tapi gadis itu menganggukan kepalanya. Harry tersenyum dan memeluk Alana lagi kemudian ia mengecup puncak kepala gadis itu.

"Aku sangat mencintaimu," ucap Harry berbisik.

"Aku janji tidak akan membentakmu seperti tadi," ucap Harry dengan senyumannya.

"Janji?," ucap Alana.

Harry menyodorkan jari kelingkingnya pada Alana membuat wanita itu menatap Harry dengan ragu, tapi akhirnya ia menghela napasnya dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Harry.

"Kita masuk sekarang?," tanya Harry pada kekasihnya itu.

Alana menatap Harry kemudian menggelengkan kepalanya, "Aku ingin pulang," jawabnya.

"Kenapa sayang? Kita bah--"

"Aku ingin istirahat, aku lelah," potong Alana.

Harry yang mendengar itupun mengangguk pasrah atas keinginan kekasihnya yang meminta pulang.

"Baiklah kalau begitu kita pamit pada yang lain dulu ya," ucap Harry sambil melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang Alana dan membawanya masuk ke dalam rumahnya.

Setelah mereka berpamitan Harrypun akhirnya mengantar Alana ke rumahnya, tapi lelaki itu terus-terusan bertanya apakah Alana masih marah padanya atau tidak karena sedari tadi Alana tidak berbicara sama sekali membuat keadaan di mobilnya sangat hening, tidak seperti biasanya.




⚫⚫⚫⚫

Next?

Don't forget to vote and comment guys😚💙

Mine [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang