(6) Disappointed

1.4K 95 1
                                    

Alana's POV

Berdiri di balkon kamar sambil menatap bintang di langit pada malam hari membuatku merasakan ketenangan, terkadang aku juga teringat dengan percakapanku dengan lelaki bermata hijau itu di ponsel dua hari yang lalu. Dia bercerita padaku kalau dia sangat sibuk hingga tidak bisa bertemu denganku.

Tapi aku merasa kecewa padanya kala  mengingat berita yang di siarkan di televisi kemarin siang, ia tertangkap oleh kamera paparazi sedang berjalan bergandengan tangan dengan seorang wanita pirang yang tidak aku ketahui. Tapi aku cukup sadar diri akan posisiku yang bukan siapa-siapanya dan tak seharusnya aku merasakan cemburu ataupun kecewa padanya, karena aku tau itu adalah haknya.

Aku juga baru mengetahui kalau dia adalah mantan penyanyi terkenal yang digilai oleh wanita, aku tidak tau pasti karena yang ku tau tentangnya hanyalah dia adalah seorang pemilik perusahaan yang sudah go internasional, hanya itu.

Jujur, ku akui kalau aku mulai memiliki perasaan kepadanya, tapi setelah aku melihat berita kemarin aku berusaha menepis apa yang ku rasakan untuknya.

Aku berusaha menepis itu semua hanya karena untuk menjaga perasaanku sendiri agar terhindar dari lelaki yang suka mempermainkan hati wanita, itu saja.

Mungkin saat kita bertemu nanti aku akan bersikap biasa saja padanya atau mungkin aku akan bersikap seperti pada awal aku bertemu dengannya.

"Hayo! Sedang melamunkan apa kau?!" aku terlonjak kaget ketika Cassie dan Katie yang sudah berdiri di sampingku. Aku menatap mereka satu persatu dengan datar.

"Kenapa kalian disini?" petanyaanku membuat kedua sahabatku mengernyitkan alisnya.

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Kau tidak suka ya kalau kami berada di rumahmu? kalau begitu kita pulang saja. Ayo Cass" ucap Katie yang hendak menarik tangan Cassie, tapi aku mencegahnya.

"E--eehh bukan seperti itu, aku tidak bermaksud berkata seperti itu pada kalian" ucapku agar mereka tidak pergi.

"Aku hanya sedang memikirkan sesuatu" jelasku dengan lirih pada dua sahabatku. "Aku minta maaf, sungguh" lanjutku dengan rasa bersalah pada mereka atas apa yang aku katakan tadi.

Aku merasakan kalau mereka memeluk tubuhku. "Kau tau kan kalau kau sedang memiliki masalah atau sedang memikirkan sesuatu yang mengganggu pikiranmu kau bisa menceritakannya pada kami" ucap Cassie dengan pelan dan lembut.

Mereka melepaskan pelukannya dariku kemudian kami berjalan masuk ke dalam kamarku.

"Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan sampai-sampai kau seperti ini?" tanya Katie yang mendapat anggukan dari Cassie yang sedang menatapku agar aku menjawabnya.

"Apa ini tentang si brengsek yang selalu menyakitimu sejak kecil?" lanjut Katie membuatku langsung menggelengkan kepalaku. Cassie dan Katie menapatku dengan tatapan 'lalu?'.

"Ini tentang seseorang" ujarku kemudian menunduk.

-----------

Cassie's POV

"Ini tentang seseorang" ujar Alana membuatku mengernyitkan alisku. Seseorang? Apa yang dia maksud itu Harry? Kalau memang benar itu tentangnya, apa yang si keriting itu lakukan pada sahabatku ini.

Ah ya, aku memang sudah mengenal Harry karena aku pernah bertemu dengannya di New York beberapa waktu lalu, dia memintaku untuk memberikan nomor ponsel Alana. Tadinya aku tak mau tapi dia memaksa dan menyogokku dengan makanan serta dengan syarat yang kuberikan, jadi terpaksa aku memberikannya.

"Siapa seseorang itu? Apa kau mau menceritakannya pada kami?" tanyaku padanya membuatnya menatap kami berdua.

"Tapi jika kau belum siap bercerita tidak apa-apa, kami mengerti. Tapi kami hanya tidak ingin kau menanggung beban pikiran sendirian " sambung Katie dengan bijak.

----------

Alana's POV

Aku mulai bercerita tentang apa yang sejak tadi mengganggu pikiranku, sedangkan dua sahabatku yang mendengarku cerita terkadang membuka mulutnya dan menutupnya lagi karena mungkin mereka kaget dengan ceritaku ini.

"Jadi selama ini kau dekat dengan Harry Styles si pria tampan pemilik perusahaan  terkenal itu? Dan kau juga menyukainya?" aku menggangguk setelah mendengar pertanyaan Katie,  sedangkan Cassie masih belum bicara sejak tadi, aku tidak tau apa yang sedang anak itu pikirkan.

"Oh tuhan... kau sangat beruntung bisa mengenalnya" lanjut Katie membuatku memutar bola mataku. "Tapi tetap saja dia seperti seorang laki-laki bajingan yang hanya mempermainkan wanita, buktinya dia berjalan bersama perempuan lain dan tertangkap paparazi pula" sambungnya lagi membuatku mendengus kesal karena aku sudah tidak mau mengingat tentang dia yang menggandeng tangan perempuan yang tidak kutahui itu.

"Apa kau membencinya setelah dia bersikap seperti itu padamu?" akhirnya Cassie yang sejak tadi diam saja kini ia bertanya padaku.

"Tidak. Aku tidak membencinya, toh untuk apa? Aku juga bukan siapa-siapanya dan akupun baru mengenalnya dua bulan yang lalu. Jadi untuk apa aku membencinya." ucapku dengan yakin.

"Alana se---" ucapan Cassie terpotong karena deringan ponselku.

Aku mengambil ponselku dan melihat siapa yang meleponku lalu setelah itu aku meletakkan kembali ke atas nakas karena malas mengangkat telpon darinya, itu telepon dari Harry jadi aku membiarkannya.

"Siapa yang melepon Lana? Kenapa kau tidak mengangkatnya?" aku menatap Katie sebelum menjawab.

"Harry" jawabku singkat.

"Oh, maaf" ujarnya padaku dengan wajah bersalahnya.

"Tak apa Katie" ucapku berusaha untuk tersenyum. Seketika suasana menjadi hening di antara kami bertiga.

"OH YA! BAGAIMANA KALAU KITA MOVIE MARATON SAJA?! ITU PASTI SERU!" teriak Cassie dengan tiba-tiba membuat Katie terlonjak kaget.

"Kau mengejutkanku Johnson!" ujar Katie sambil mengusap-usap dadanya dramatis. Sedangkan aku hanya tertawa melihat tingkah mereka.

Malam ini aku habiskan dengan tiga sahabatku yang membuatku merasa lebih baik, kami menghabiskan malam ini dengan movie marathon dan bercerita, Cassie bercerita tentang kunjungannya ke New York untuk bertemu dengan ibunya, sedangkan Katie dia bercerita tentang dosennya yang botak memarahinya karena tidak mengerjakan tugas sebanyak tiga kali.

Aku sangat beruntung memiliki mereka di kehidupanku yang selalu menghiburku di kala aku sedang sedih atau saat aku sedang banyak masalah. Aku juga sudah menganggap mereka sebagai keluargaku, bahkan aku sudah menganggap Cassie sebagai kakakku sendiri.

Sebelum aku bersenang-senang dengan dua sahabatku, aku sempat melihat notifikasi pada ponselku yang menunjukkan ada sebuah pesan masuk, dengan itu aku membukanya dan ternyata dialah yang mengirimku pesan.

'Kenapa kau tidak mengangkat telponku? Aku merindukanmu Alana' 

Seperti itulah isi pesan singkat itu. Aku hanya membacanya saja tanpa membalas pesan darinya karena menurutku itu tidak penting.







⚫⚫⚫⚫⚫

If you read my first story, please give it vote ;)

Mine [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang