(34) Where Are You

1.1K 78 25
                                    

Budayakan Vote🙃


Alana's POV

"Kau baik-baik saja?" aku menoleh dan menatap Ibuku kemudian mengangguk.

"Yeah, aku baik-baik saja, kenapa?" ibuku menggeleng lalu menghela napas lelahnya kemudian ia mengusap bahuku lembut.

"Kau terlihat tidak baik-baik saja," ucapnya, aku tersenyum kecut saat mengetahui jika ibuku selalu tahu keadaanku dalam situasi apapun.

"Aku tak--"

"Alana, jika kau masih ragu dengan keputusanmu kita bisa kembali lagi ke London," dengan cepat aku menggeleng dan menatapnya serius.

"Aku tidak akan kembali lagi, keputusanku sudah bulat Mom" sekali lagi ibuku hanya bisa mengangguk pertanda ia menuruti keputusanku.

"Baiklah," ucapnya pasrah.

Aku menatap ke arah luar jendela jet pribadi yang aku tumpangi, aku tak menyangka akan pergi dari negara kelahiranku hanya karena seseorang yang sudah tak ingin aku sebutkan lagi namanya. Aku bahkan sudah menonaktifkan nomorku agar ia tak bisa menghubungi ku lagi, aku tidak mau memberitahu apapun mengenai diriku yang pergi sekalipun itu sebuah surat singkat atau apapun itu. Karena aku sudah terlalu sakit hati dengannya, bisa-bisanya ia membohongiku. Aku pun tidak berharap jika ia akan mencariku atau tidak karena aku sudah tidak mau tau lagi tentangnya dan aku juga sudah membuang barang pemberian dari dia.

Lagi dan lagi air mata sialan ini menetes saat aku mengingat-nya, aku mengusap perutku yang terdapat janin di sana, "Maafkan ibumu ini sayang, karena telah menjauhkanmu dari ayahmu, tapi percayalah, aku sangat menyayangimu dan aku memiliki alasan mengapa kita harus pergi darinya."

'Dan kalau ia benar-benar mencintai dan menyayangi kita, ia pasti akan terus mencari kita sejauh apapun kita pergi', batinku.

Author's POV

Harry keluar dari mobilnya dengan tergesa-gesa, ia berlari saat kakinya sudah berpijak pada halaman rumah milik Alana, dengan gerakan secepat kilat ia sampai di depan pintu rumah kekasihnya tersebut dan menggedornya tak sabaran. Berkali-kali ia menggedor pintu itu tapi tak kunjung di bukakan dengan si pemilik rumah.

"Alana!" teriaknya masih dengan menggedor-gedor pintu rumah itu.

"Alana! Aunty Lily!" Harry berteriak memanggil-manggil nama dua orang yang sebelumnya menempati rumah itu.

Ia terus menggedor pintunya dengan perasaan yang mulai cemas, "Berhenti anak muda," Harry berhenti dan ia membalikkan tubuh besarnya untuk melihat orang yang berbicara dengannya, ternyata wanita paruh baya, ia tersenyum ramah tapi hatinya berkata sebaliknya.

"Nyonya, sejak tadi aku mengetuk pintu rumah ini tapi tidak kunjung  dibukakan," ucap Harry sopan, wanita itu tersenyum ramah.

"Maaf anak muda, tapi pemilik rumah ini sudah pindah sejak lima jam yang lalu" tubuh Harry seketika menegang saat mendengar ucapan wanita paruh baya tadi.

Harry menatap wanita itu, "Itu tidak mungkin Nyonya," ia berusaha setenang mungkin untuk berbicara dengan orang yang lebih tua darinya.

"Tapi itulah kenyataanya, Nak." Harry menggeleng lemah, dia tidak mau percaya dengan wanita itu tapi apa yang di lihat di rumah Alana menunjukan semuanya, kosong dan tak berpenghuni.

"Kau tau mereka pergi kemana Nyonya?"

Wanita itu menggeleng, "Aku tidak tau, mereka hanya sempat berpamitan denganku dan pergi," jelasnya.

Harry menunduk kemudian menatap wanita itu lagi, "Baiklah, kalau begitu terima kasih Nyonya," ucap Harry pelan dan terdengar lemah.

Wanita tersebut mengangguk dan tersenyum pada Harry, "Kalau begitu aku permisi dulu, anak muda" Harry membalas senyuman wanita yang semuran dengan ibunya tersebut lalu mengangguk.

Mine [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang