10

355 20 2
                                    

Perlahan Cessa mengerjapkan matanya dan memandangi orang-orang di depannya ini sedang duduk termenung dan melamun. Mereka masih tidak menyadari bahwa Cessa telah sadar, entah apa yang mereka pikirkan.

Beatrice, Maya, Celine, Archi, bahkan Reyno pun berada di satu sofa kecil yang mungkin hanya muat untuk tiga orang saja. Dengan terheran-heran Cessa memandangi kelimanya bergantian.

"Um.. guys?" Saat itu juga semua orang langsung menghampiri brankar Cessa dan menatapnya kasihan, Cessa benci dikasihani.

"Syukurlah, Cess, lo udah bangun." Ucap Maya paling khawatir.

"Tau lo, bikin orang khawatir aja!" Kata Celine lalu mencubit pipi Cessa geram.

"Aw.. sakit Licans." Cessa hanya meringis saja.

Reyno masih enggam membuka suara karena dia tidak tahu harus memulai dari mana, semua ini terasa rumit. Reyno tidak menceritakan insiden mengerikan tadi pagi kepada teman-teman Cessa.

"Reyno ngeliatin Cessanya gak usah gitu dong.." Ejek Archi.

"Siapa yang liatin dia?"

"Halah lo bisa aja ngelesnya kayak bajaj dikejar utang."

"Cess, gue mau bicara sama lo berdua. Kalian berempat bisa keluar dulu kan?" Pinta Reyno dengan sungguh-sungguh pada keempat teman Cessa. Setelah mereka keluar, Reyno mulai membuka suara.

"Cess, apa yang terjadi?"

"Emang gue kenapa?" Tanya Cessa heran.

"Lo gak inget tadi pagi lo kenapa?" Cessa menggeleng pelan.

"Lo teriak-teriak kayak orang kesetanan." Reyno berhenti sebentar. "Lo bilang 'Jangan mendekat. Gue pembunuh' dan lo ngegores tangan Dokter Firman, sebenernya lo kenapa, Cess?" Reyno tahu bahwa Cessa sedang menerawang jauh kemudian tersenyum.

"Gue gak apa-apa."

"Lo gak bisa sembunyiin semua ini selamanya, Cess."

"Gue yakin gue bisa. Ini masalah gue, gak ada yang perlu tahu."

"Gue tahu lo belom bisa percaya sama gue."

"Bukan sekedar percaya atau engganya, bahkan Maya sahabat gue dari kecil gak tau masalah ini."

"Lo kalo ada masalah cerita sama gue, maaf kalo gue banyak nyakitin lo. Gue mau lo bertahan, Cess."

"Gue bakal bertahan." Sedetik kemudian Reyno mencium puncak kepala Cessa.

BRUK.

"Aduh!! Sakit bego, May. Badan lo udah kayak gentong coklat gitu nimpa orang lagi!!" Komen Archi dan teman-teman Cessa yang sibuk menguping.

"Hehe, sori China." Maya hanya nyengir saja sementara Reyno mendesis.

"Astaga jidat Selena Gomez gue!!" Keluh Celine.

"Yaampun untung gue paling atas, enak deh nimpa kalian semua." Beatrice tertawa puas.

"Kutil kuda bangun lo ah! Berat najis lo pada! Makan pentol korek tiap hari ya?" Gerutu Archi karena dia yang paling bawah.

"Kenapa gak sekalian pinggang lo patah, kan udah di rumah sakit nih ya.."

"Berisik lo, Be. Kenapa ga lo aja sih tadi yang dibawah?"

"Nasib lo wle.."

"Ganggu aja lo berempat!" Cessa hanya tertawa saja melihat kekonyolan empat sahabatnya itu, tidak berniat untuk ikut-ikutan, agar nanti jika dia kembali pada sisi-Nya semua orang akan lupa bahwa manusia kaku bernama Francessa Adeline pernah ada di muka bumi ini.

- - - -

Hari ini, Cessa sudah diperbolehkan pulang oleh tim rumah sakit. Cessa sudah tidak heran kalau orangtuanya tidak menjenguk atau bahkan setidaknya menelponnya. Cessa sudah tidak memedulikan hal itu, hal yang sudah biasa karena dirinya sebatas bayangan di cermin. Hanya halusinasi belaka. Untung Cessa mempunyai tabungan yang cukup untuk biaya rumah sakit, jika tidak ada, entah siapa yang akan membiayai-nya.

"Kok ngelamun, Cessa?" Tegur Dokter Firman.

Cessa terlonjak kaget, "Eh, dokter. Gak apa-apa kok, dok. Eh iya, dok, saya minta maaf ya waktu itu saya ga ngerti kenapa saya ngebaret tangan dokter waktu itu, saya bener-bener gak sengaja."

"Iya, gak apa-apa. Kamu hilang kendali saat itu. Sebenarnya kamu sedang tertidur di bawah pengaruh obat bius, saya gak ngerti kenapa kamu bisa bangun dan mengamuk."

"Bahkan saya gak inget apa-apa, dok." Mata kecoklatan Cessa berkilat-kilat, itu tandanya dia benar-benar menyesal.

"Udah gak usah dipikirin lagi, lagian saya gak apa-apa kok. Eh, itu temen kamu." Tunjuk dokter Firman pada segerombol temannya, namun sekarang ada Devon, Arya, Samuel, serta Rafi.

"Hai, Cess. Udah sembuh?"

"Much better lah, Sam."

"Iyalah ngeliat dewa Yunani Reyno tercinta.." Ejek Beatrice.

"Lo yakin hari ini mau pulang ke rumah lo?" Maya terlihat khawatir.

"I'm oke, May."

"Jaga diri, Cess. Orang terdekat kita dalah musuh terbesar kita."

"I know."

"Yaudah yuk, kenapa malah jadi mellow gini dah?" Rafi mencairkan suasana.

"Mau jalan-jalan gak?"

"Males ah, Be. Kita makan aja yuk di cafe." Usul Archi.

"Ayoklah, bosen gue makan makanan rumah sakit."

Akhirnya mereka pergi ke cafe terdekat. Untung saja Reyno membawa mobil yang lumayan besar untuk memuat mereka bersepuluh, tapi tentu saja sempit-sempitan.

"Aduh geser kek lu, badan udah kayak sapi hamil lo!" Oceh Beatrice kepada Devon.

"Enak aja, gue kan cowo. Elo kali yang hamil. Badan udah bengkak kayak kepatok uler sanca lo!"

"Rafi!! Gak usah deket-deket lo sama gue, gue tau gue cantik tapi gak usah modus deh lo!" Teriak Celine, tak terima Rafi dekat-dekat dengan dirinya. Sementara Cessa yang duduk di depan hanya cengengesan.

"Udah we, entar kalian jodoh loh."

"Apaan najis banget gue sama rusa hamil kayak dia, eh sapi hamil maksudnya!"

"Bacot ih Bea, entar kalo tiba-tiba demen gue kutuk lo jadi makanan ayam." Akhirnya karena perkataan Archi, mereka semua diam. Tak lama kemudian mereka sampai di cafe yang akan dituju itu. Pandangan Cessa hanya tertuju pada satu orang yang menarik perhatiannya.






Alegra?



Siapakah Alegra?!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang