12

311 16 1
                                    

Pagi ini, Cessa menginjakkan kakinya kembali di sekolahnya ini. Tempat yang akan menjadi rumah keduanya selama beberapa tahun kedepan. Dia menyusuri koridor sambil sesekali tersenyum ketika orang menyapanya atau menanyakan kabarnya.

"Akhirnya lo sekolah, Cess. Kangen banget gue sama lo!!!" Juna, wakil ketua kelasnya berkata. Juna sudah dianggap adik sendiri oleh Cessa, selain karena tubuhnya yang kecil, Juna juga imut seperti bayi.

"Haha, gue juga kangen pake banget sama lo, Juna!!!" Keduanya saling berangkulan seperti saudara jauh yang sudah lama tak bertemu.

"Udah kali pelukannya." Sindir Maya.

"Hehe, maaf, May. Junanya gue pinjem sebentar aja udah emosi ya." Cessa dan teman-temannya itu tertawa saja.

"Apaan sih, engga gue gak cemburu!"

"Perasaan tadi Cessa gak ngomong cemburu deh. Cie.. cemburu ahay!!!" Ledek semua temannya.

"Bodo ah." Maya pura-pura membaca buku fisikanya.

"By the way anyway busway, itu buku kebalik sih ya.." Kata Celine yang membuat orang-orang disitu semakin meledek Maya.

"Udah sayang.. astaga jangan ngambek gitu dong.."

"Acie Juna!!!!" Kelas semakin ricuh dengan keberadaan Samuel, Rafi, Devon, dan juga Reyno.

Cessa merasa seperti ada yang menjauh darinya, Reyno. Kepergok memperhatikannya lagi, Cessa langsung salah tingkah dan itu membuat dirinya menjadi konyol. Sewaktu Reyno sudah tidak menatapnya aneh, Cessa kembali menatap Reyno. Apa yang salah dari dirinya?

"Rey, pinjem PR biologi dong."

"Gak ada."

"Hah? Gak ada gimana?"

"Gak ada ya gak ada! Masa ga ngerti sih lo?!" Reyno membentak Cessa keras. Cairan bening yang hampir keluar dari pelupuk mata Cessa segera di tahannya.

"Guys, gue ke toilet dulu ya." Cessa berlalu pergi.

"Cessa kenapa?" Maya memicingkan matanya tajam kepada Reyno. "Tuh gara-gara bocah."

Cessa berlari sekuat tenaga, entah ke mana tujuannya. Yang jelas dia ingin sendiri saat ini. Kenapa perlakuan Reyno yang kemarin dan hari ini sangat berbeda? Apa yang dia lakukan sampai-sampai Reyno sangat membencinya?

BRUK.

"Aduh!!" Cessa tersungkur ke belakang dan bokongnya berciuman dengan lantai saat menabrak laki-laki yang tidak dikenalnya.

"Eh, maaf ya. Saya tadi gak perhatiin jalan." Muka orang itu terasa familiar di ingatan Cessa.

"Iya gak apa-apa, permisi." Cessa berlalu pergi, tapi tangannya ditahan oleh orang tadi.

"Lo kenal sama gue?"

"Engga." Cessa berusaha melepaskan tangannya.

"Nama gue Jovan Lihandirga."

"Cessa." Dia hanya menyungingkan seulas senyum dan berlalu pergi.

"Gue tahu nama lo sebelum lo kasih tau gue!" Teriak Jovan saat Cessa sudah memasuki koridor lain.


Jovan hanya tersenyum.

Cewek aneh. Pikirnya.


"Cowok aneh." Gumam Cessa.

"Cessa tungguin astaga!! Gue nyari lo di toilet gak ada, gue sampe muter-muter koridor buat nyari lo doang tau gak?" Maya mulai mengoceh. "Ke mana aja lo?"

"Tadi abis dari toilet gue jalan-jalan bentar."

"Jalan kok keringetan ya?" Maya memutar bola matanya malas.

"Gue emang gampang keringetan."

"Cess, lo gak bisa bohongin gue. Lo kenapa sih, kalo ada masalah gak mau cerita sama gue? Gue tuh lo anggep siapa, Cess?" Ucap Maya persis seperti yang Cessa ucapkan pada Beatrice waktu itu.

"Lo emang sahabat gue, May. Bukan berarti lo bisa jadi tampungan curhat gue. Karena lo masih punya temen juga."

"Gue gak bakal cerita ke mereka tentang masalah lo, Cess. Lo gak percaya sama gue?"

"Enggak, May. Gak pernah." Cessa meninggalkan Maya yang sudah menangis dalam diam di belakang. Ini salahnya, kenapa dia harus menunjukkan penderitaannya di sekolah? Kenapa dia harus sakit hati karena perkataan Reyno? Cessa memutuskan untuk pergi dari sekolah, tapi tentu tidak pulang ke rumah terkutuk itu. Masalah tas, mungkin Cessa akan menitipkannya kepada Archi. Tidak mungkin rasanya meminta pertolongan pada Maya sekarang, walau rumah mereka searah.

- - - -

Kasurnya adalah benda yang sangat ingin dia temui sekarang, tapi tidak mungkin dia pulang dengan keadaan kusut seperti ini. Lebih sialnya lagi sekarang sudah menunjukkan pukul tiga sore dan Archi masih belum kelihatan batang hidungnya. Cessa menimang-nimang ponsel yang baterainya sudah sekarat itu di tangannya.

"Cessa!"

"Astaga untung lo bawain tas gue sebelum jam empat. Bisa mati gue sama nyokap kalo gak pulang sekarang. Thanks ya, gue pergi dulu." Cessa langsung menyambar tasnya dan berlari pulang ke rumah. Persetan dengan semua mata yang menatapnya aneh. Tepat ketika sampai di rumah, dia melihat Imel sedang berbicara dengan seseorang yang sepertinya familiar di ingatan Cessa. Tapi dia tidak bisa mengingatnya, seperti ada tembok yang menghalangi pikiran Cessa.

"Di mana Altera?"

"Enggak, saya gak akan kasih tau kamu. Altera sudah menjadi anak saya."

"Tapi ini hanya beda setahun dengan perjanjian kita, Imel!!" Teriak orang itu marah.

"Setahun adalah waktu, Altera milik saya. Cessa milik saya." Kekeuh Imel dan masuk ke dalam rumah. Cessa hanya dapat bertanya-tanya di dalam pikirannya dan menghampiri orang yang beradu mulut dengan ibunya itu.

"Em.. kalo boleh tau, tante siapa ya?" Ucap Cessa ragu-ragu.

"Altera?"




Maaf nih digantung terus ceritanya HEHEHE biar seru

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang