38

193 12 0
                                    

Aku sungguh bahagia.
Saat kita senang bersama.
Walau belum bersatu.
Saat kita foto berdua.
Saat senyum menghiasi wajahmu untukku.
Saat temanmu mengatakan bahwa kau pernah menyukaiku.
Rasanya semua seperti mimpi.
Tapi aku percaya bahwa segalanya bukan mimpi.
Bahwa kamu sedang belajar mencintaiku.
Tapi sekarang keadaan berbeda.
Banyak hal yang tergantikan.
Walau masih dikenang.
Walau hanya dikenang olehku.

-Altera Devinci

Altera menutup buku tentang kumpulan puisi yang dibuatnya. Buku itu sangat berharga bagi Altera, tanpa buku itu, mungkin Altera hampa. Entah kenapa sekarang dia menjadi lebih suka menumpahkan perasaannya lewat tulisan daripada kata-kata, padahal sebelumnya tidak begitu.

Mengingat Reyno adalah hal yang sudah pasti dilakukannya setiap hari, namun kehadiran Jovan yang membuatnya nyaman seringkali membingungkan. Ketika Mahesa pergi untuk selamanya, Jovan sudah seperti Mahesa bagi Altera. Namun mungkin kedepannya akan tumbuh perasaan yang tidak seharusnya ada. Teror-teror sudah jarang di dapatkan Altera, mungkin karena beberapa hari yang lalu Jovan memblokir semua nomor tak dikenal yang mengiriminya pesan-pesan berisi ancaman. Altera sudah tak gentar, walau hatinya berkata lain, dia harus bisa maju tanpa Mahesa, tanpa Reyno, dan mungkin tanpa Jovan. Dia tidak ingin membebani orang lain lagi.


TOK

TOK


Ketukan pintu depan rumahnya membuyarkan lamunannya. Altera mengintip siapa orang yang datang lewat jendela kamarnya. Seorang perempuan. Seingatnya, dia tidak ada janji dengan teman-temannya. Mau tidak mau Altera harus membukakan pintu karena Vera dan neneknya pergi.



CEKLEK


PLAK



"Lo siapa? Dateng-dateng maen nampar aja. Gila ya lo?!"

"Heh, cewek kurang ajar, lo gak inget gue? Gue adalah mantan terindah Mahesa!"

"Oh, ini yang sering Mahesa ceritain sebagai figur jalang sesungguhnya." Wanita itu tampak marah dan berniat untuk menampar Altera sekali lagi, tetapi dicekal oleh tangan Altera.

"Ngapain lo kesini? Gak cukup buat nyakitin kakak gue?! Sekarang dia udah gak ada! Mau lo apa?!"

"Gue mau lo merasakan apa yang gue rasakan! Lo gak tahu ya? Mahesa pernah ninggalin gue gara-gara cinta sama lo!" Bagaikan petir di siang bolong, Altera terdiam dan mencerna kata-kata Retha.

"Bullshit, Reth! Dia itu cinta sama lo! Tapi lo ninggalin dia karena sampah semacam Dio!"

"Lo gak tau apa-apa! Gak usah sok tau!"

"Jelas-jelas gue tau semuanya! Sekarang lo pergi dari rumah ini. Dan. Jangan. Pernah. Kembali!" Ucapan penuh penekanan dari Altera membuang kulit Retha meremang. Dia tidak tahu anak kecil yang sangat lucu bisa menjadi gahar kalau itu tentang kakaknya.


BRAK


Altera membanting pintu, membuat Retha berjengit kaget. "Lihat aja, Cess! Gue bakal buat hidup lo menderita!!" Bahkan Retha tidak tahu nama Altera yang sesungguhnya, sungguh disayangkan. Tanpa memusingkannya, Altera menelfon Jovan, dia butuh pendengar sekarang.

"Halo, Jov? Bisa gak dateng ke rumah gue?" Satu air mata mencelos dari mata indah Altera.

"Gue ke sana sekarang."

- - - -

"Dev, udah jangan nangis lagi.." Hibur Jovan, sementara perempuan yang sedang terisak itu tetap meneruskan kegiatannya.

"Gu.. gue kangen Mahesa."

"Kita semua kangen sama Mahesa. Cuma lo udah dewasa, Dev. Harusnya lo bisa ngerelain kepergian Mahesa, Mahesa juga gak mau liat lo menderita kayak gini." Ajaibnya, tangisan Altera terhenti seketika.

"Makasih ya, Jov. Buat selalu nemenin gue disaat sulit kayak gini." Altera tersenyum, bukan senyum paksa yang biasa dilakukannya. Ini senyum tulus yang murni dari hatinya.

Jovan mengelus rambut gadis itu pelan, Altera memejamkan matanya, menikmati segala sentuhan yang diberikan cowok itu kepadanya. Rasanya sangat menenangkan, seperti seorang ayah yang menenangkan gadis perempuannya. Masalahnya, Altera tidak tahu rasanya dimanjakan oleh seorang ayah.

Jovan mengambil tangan Altera dan mengelusnya lembut. "Dev, jujur sama gue."

"Apa?"

"Kalo gue sayang sama lo, boleh kan?" Rasanya Altera ingin meloncat setinggi mungkin, namun kata-kata selanjutnya yang dilontarkan Jovan membuat matanya perih, ingin mengeluarkan cairan bening itu lagi.

"Gue mau sayang ke lo sebagai kakak, gue mau menjadi kakak pengganti Mahesa. Boleh, Dev?"

Gak boleh, gue mau lo cinta gue sebagai Altera, bukan sebagai adik yang butuh perhatian kakaknya.

Ingin sekali Altera mengatakan hal itu, namun lidahnya kaku tak bisa berkata apa-apa hingga akhirnya dia mengangguk. Mata Jovan terbelalak, dia lalu memeluk Altera dengan sangat erat. Jovan tidak tahu dampak yang sangat besar ditimbulkan bagi hati Altera. Altera menangis kembali dalam pelukkan Jovan. Cintanya selalu berakhir menyakitkan. Bukan ini cinta dan rasa sayang yang Altera mau, bukan sebagai seorang kakak.

Kenapa dia mudah sekali mencintai orang? Antara orang itu memang tipenya. Atau hanya Altera yang terlalu bawa perasaan?

Rasa bukan hanya tentang kata yang mampu diucapkan,
Rasa kadang tidak bisa dirasakan sendiri,
Melainkan bersama orang yang membuat rasa itu ada.
Tapi kelemahan rasa itu,
Ketika mereka susah dikedalikan,
Dan semakin membesar,
Walau tahu rasa itu tidak akan terbalas.


- - - -

vote n comment!!

updatenya nanti ya!! seminggu ini lagi banyak ulangan, see ya!!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang