27

231 10 1
                                    

Sinar matahari yang sangat terik menerobos pengelihatan Altera, dia berusaha membuka matanya tapi seperti ada perekat di antara kedua indra pengelihatannya. Setelah berhasil membuka matanya, Altera langsung turun untuk membasuh dirinya di kamar mandi. Altera terkejut saat kakinya bersentuhan dengan lantai kamar yang dingin. Pasalnya kamar hotel yang dipesannya menggunakan karpet. Lantas kamar siapa ini? Altera menyapu pandang ke seluruh sudut kamar, memang kentara ini bukan kamarnya. Hampir seluruh bagian sudut kamar berwarna hitam kecuali lantai dan seprainya.

Dia berusaha berjalan meraih gagang pintu sambil memeggangi kepalanya, mencoba untuk menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Berapa botol alkohol yang diminumnya kemarin? Tiba-tiba pintu kamar tersebut terbuka lebar, menampilkan sosok lelaki jangkung yang sangat familiar bagi Altera, memakai kaos hitam dan celana boxer selutut membuat wajahnya semakin rupawan.

"Kebo banget lo."

"Ye, namanya abis mabok." Altera sewot sendiri.

"Makin cantik kalo marah-marah."

"Apaan sih lo! Mual gue pengen muntah."

"Biasa aja kali gak usah pake mual segala ngeliat orang cakep kayak gini."

"Siapa juga yang bilang lo cakep? Ke-geeran banget jadi orang, kurang kerjaan kali gue ngeliat muka lo segala."

"Selow dong, Ter."

"Brisik lo!"

"Gak tau terima kasih juga ya lo, masih mending gue ijinin tidur di kamar gue. Sampe-sampe gue tidur di sofa."

"Ya salah lo lah, ngapain peduli amat sama gue." Reyno sudah sangat gemas dengan kelakuan Altera, sekarang Reyno benar-benar ingin menceburkan Altera di bak mandi berisi air es agar mulut pedasnya diam.

"Gak mau terima kasih?" Reyno menyilangkan tangannya di depan dada dan bersender di daun pintu.

"Makasih."

"Mandi sono, lo bau."

"Elo kali yang bau, hidung lo konslet apa gimana kali ya?"

"Ya serah lo, itu nanti pembantu gue bawain baju sama handuk ke sini." Altera tidak menjawab lagi karena dia sudah memasuki kamar mandi yang terdapat di kamar Reyno. Ketika suara pancuran terdengar, saat itu pula Reyno berceloteh kembali.

"Lo lagi dapet ya? Nembus ke seprai gue!" Setelah itu Reyno terkekeh sementara Altera menahan malu di dalam kamar mandi. Shit!

Setelah mandi Altera bercermin, tidak ingin memberikan kesan buruk pada keluarga Reyno, walau memang kesan pertamanya mungkin sudah buruk di mata mereka semua karena mabok-mabokkan. Altera menuruni anak tangga rumah itu, entah kenapa rasanya melangkah saja susah. Altera tidak dapat menyembunyikan kegugupannya sendiri. Pas ketika dia sampai anak tangga paling bawah, saat itu pula wanita cantik yang Altera rasa berusia tiga kali lipat dari dirinya itu melambaikan tangan padanya. Altera menduga wanita itu adalah ibu Reyno.

"Nak, Altera. Ayok makan sini."

"Em.. iya tante. Reynonya gak ikut makan?"

"Dia lagi nyiram bunga di taman belakang. Itu abangnya lagi manggil."

"Reyno punya abang? Setau Altera dia punya adik perempuan, kok gak kelihatan tante?" Kenapa Altera baru tahu sekarang kalau Reyno mempunyai kakak laki-laki. Poor, Tera.

"Iya punya, seharusnya dia ada adik perempuan. Tapi saat itu keadaan tante melemah dan akhirnya janinnya tidak selamat." Altera merasa tidak enak melihat perubahan raut wajah wanita di depannya ini.

"Em.. sorry ya, tante, Altera udah nanya nanya."

"Gak apa lagi, itu udah kejadian lama. Lagipula ada dua tipe orang di dunia ini, yang mendengarkan masalahmu karena peduli dan yang mendengarkan masalahmu karena ingin tahu, dan tante rasa kamu nanya karena peduli sama Reyno." Altera hanya membalasnya dengan seutas senyuman manis.

"Hallo, mamaku yang paling cantik di dunia." Reyno berniat untuk mencium pipi mamanya itu, tapi mamanya menjewer telinganya seketika.

"Bagus kamu, keluar malem bawa-bawa cewe baik-baik gini tanpa izin mama. Bagus kamu.."

"Aduh.. mama lepasin dong.. cantik deh mama.. Eno kemarin khilaf." Altera berusaha untuk menahan tawaannya karena nama yang disebutkan oleh Reyno.

"Gak usah sok imut pake Eno Eno segala. Gue kutuk lo jadi batu batre baru tahu rasa, untung aja papa gak tahu."

"Yeh ampun dong, ma.." Jeweran dilepas dan Reyno langsung melahap makanan yang disajikan diatas meja. Altera iri dengan keakuran mereka, kenapa dia tidak bisa merasakan hal yang sama ketika di rumahnya? Hati Altera sedikit tercubit, mengetahui fakta bahwa Reyno yang tenang dan cool di sekolah bisa menjadi semanja ini kepada orangtuanya. Sungguh menarik. Tapi yang Altera bingung hanya satu, kenapa kakak lelaki Reyno hanya diam saja sambil memandanginya? Altera yang dibuat risih langsung cepat-cepat menghabiskan makanannya.

Altera sempat mendengar Reyno berkata, "Mandangin cewe gue gak usah gitu banget dong." Altera tersipu malu karenanya.

Dia memutuskan untuk meminta izin pada ibu Reyno untuk mencuci seprai yang terkena noda darah karena ulahnya itu, sungguh kejadian yang sangat memalukan. Tapi Kynan, ibunya Reyno tidak mengizinkan dengan alasan pembantunya di rumah itu tidak mempunyai kerjaan. Tetapi tetap saja Altera merasa tidak enak hati sudah merepotkan. Daripada menjadi beban, Altera membantu mencuci piring bersama pembantu rumah tangga di rumah besar itu.

"Neng namanya siapa? Cantik bener kayak bibi."

"Yaampun, bi. Bisa aja, nama saya Altera, temennya Reyno."

"Den Reyno gak pernah bawa perempuan loh neng kesini sebelumnya, ada hubungan apa nih kalian?"

"Ah, gak ada kok bi. Temen doang."

"Bentar lagi juga jadian neng, tenang aja." Bibi Ratna tertawa. Di rumah ini, Altera merasa hidup kembali.

- - - -

Kesan untuk part ini apa nieh??

Komen yukkk!!!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang