9

305 20 1
                                    

Pagi ini, Cessa masih mendekam di ruangan bercat putih tulang dengan bau obat-obatan yang sangat menusuk. Salahkan saja dirinya kalau dia sering menahan lapar. Bahkan dia sanggup tidak makan seharian penuh. Mungkin hal ini terjadi karena Tuhan sayang padanya, Tuhan ingin cepat-cepat mengakhiri permasalahan di dunia yang suram ini. Tapi siapa yang bisa menyangka jika Cessa akan hidup puluhan tahun lagi.

Cessa melirik tangannya yang telah dimasukan beberapa jarum demi kesehatannya. Rasanya dia ingin mencabut saja infus ditangannya yang semakin kurus itu. Tapi Cessa tidak ingin merepotkan lebih banyak orang lagi karena ulahnya, maka kali ini dia diam saja menerima keadaan.

DRTT

DRTT

Ponselnya berbunyi, alarm yang biasa membangunkannya ketika ke sekolah. Ya, tebak ini jam berapa? Pukul lima pagi tepat Cessa sudah duduk di kasurnya menggeledah pandangan di salah satu kamar rumah sakit terkenal itu. Bahkan dia sudah melupakan fobianya terhadap gelap. Cessa ingin sekali turun dari ranjang minimalis yang empuk itu untuk pergi ke sekolah, tapi perutnya tiba-tiba saja sakit. Cessa meremas bantal yang dipakainya untuk tidur semalam, berharap agar sakitnya bisa hilang, nyatanya usahanya itu berjalan sia-sia. Cessa sedikit meringis dan kemudian berteriak karena sudah tidak tahan.

Beberapa suster dan dokter langsung menerobos ruangan Cessa lalu memeriksa keadaannya. Cessa terus saja berteriak seperti psikopat gila yang diseret ke tempat pemasungan. Kemudian pandangannya terasa berputar, air matanya mulai keluar karena sudah tak kuasa menahan sakit. Tak lama kemudian Cessa tidak sadarkan diri diatas brankar. Betapa menyedihkan dirinya.

- - - -

"Kok Cessa gak masuk? Tumben banget nih, sepi deh kelas.." Keluh Celine.

"Cessa masih di rumah sakit kayaknya ya?" Tanya Beatrice, dia tidak jahat, dia tidak berniat untuk menyakiti hati Cessa. Namun entah kenapa rasanya Cessa seperti tidak menyukainya.

"Pasti sih, orang tuanya aja kemaren malem gak ngejengukkin dia."

"Emang iya, May? Kasian banget ya Cessa. Gue sih jadi Cessa udah kabur dari rumah." Kata Beatrice prihatin.

"Orang tuanya itu sering mukulin dia dulu waktu kecil, sampe pas itu dia udah kena gangguan mental waktu kelas tiga. Orang tuanya pikir dia itu di jahatin sama temen sekolahnya, mereka gak sadar kalau Cessa kayak gitu karena mereka sendiri. Sampe akhirnya Cessa menutup diri dari semua orang dan akhirnya dia bisa kembali ceria waktu kelas dua SMP. Itu pun karena dia ketemu sama cowo yang sampe sekarang entah kemana. Mungkin Cessa masih mikirin cowo brengsek kayak gitu, atau mungkin udah berpaling ke Reyno."

"Cessa gak pernah cerita ke gue, dia orangnya susah banget ditebak. Dia bisa senyum di depan padahal di belakangnya dia nyimpen beribu-ribu kesedihan. Gue salut sih sama Cessa, cuma mungkin dia harus membuka diri. Makanya gue benci banget kalo Cessa nangis gara-gara cowo atau pun gara-gara orang tuanya. Karena kalo Cessa udah nangis berarti orang yang bikin dia nangis itu udah keterlaluan. Gue gak akan segan bikin orang yang bikin Cessa nangis nyesel atas perbuatannya." Sambung Maya disusul dengan bunyi bel.

Ternyata banyak yang lo sembunyiin, Cess.

Tanpa basa-basi, orang itu keluar kelas tanpa memedulikan Bu Lefa yang sudah berteriak-teriak. Tidak ada yang lebih penting dari rahasia.

Reyno menstater motornya melaju kencang membelah jalan raya kota Jakarta yang sudah mulai ramai. Rntah ke mana tujuannya yang jelas dia belum tahu. Di pikirannya hanya bersarang nama Cessa, Cessa dan Cessa. Pasti ada yang disembunyikan Maya dari semua orang tentang Cessa. Reyno ingin tahu itu.

Tak lama Reyno menepikan motornya di pinggir jalan dan mengetikkan pesan pada Maya.

Reyno: Cessa di rumah sakit mana?

Maya: bukannya kemaren gue udah kasih tau ya? Oh jelas lo gak inget, kan yang gak penting gak akan lo inget

Reyno: gak ada waktu berdebat, sekarang dimana rumah sakit Cessa?

Maya: Altra

Reyno: ok thanks

Setelah itu Reyno langsung memacu gas nya menuju tempat yang Maya beri tahu. Tanpa membutuhkan waktu lama, Reyno sudah sampai di rumah sakit tersebut dan langsung menuju ke meja resepsionis.

"Sus, ada pasien bernama Francessa Adeline dirawat di sini?" Suster hanya diam saja memandangi wajah Reyno "Sus?"

"Oh maaf, nona Francessa ada di kamar melati nomor 315, tapi sekarang dia sedang berada di ICU. Kondisinya semakin parah sejak tadi pagi." Jelas suster tersebut.

"Kamar ICU ada di mana, sus?"

"Tuan bisa belok kanan lalu lurus saja. Tapi kemungkinan saat ini anda tidak boleh masuk dulu karena nona Francessa masih dalam tahap pemeriksaan."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi Reyno langsung menuju ke depan ruang ICU. Entah apa yang sedan terjadi di dalam yang jelas suasana terlihat ramai dari jendela kecil pada pintu ruangan.

Lo kenapa, Cess. Batin Reyno.

- - - -

Sudah empat jam Reyno menunggu di depan ruang ICU, masih tidak ada tanda-tanda dokter ataupun suster keluar. Sepertinya menyenangkan di dalam sana. Tak lama ada suara tangisan dari dalam ruangan, itu tangisan Cessa! Reyno langsung menerobos ke dalam takut terjadi sesuatu.

Reyno terkejut, di genggaman Cessa ada pisau medis yang sudah bersimbah darah dan dokter yang Reyno tahu namanya Dokter Firman tergeletak dengan tangan yang tergores pisau, yang diduga Cessa genggam.

"Cessa?" Cessa hanya menatapnya nanar.

"Cessa hey! Are you okay?"

"Boleh gue mendekat?" Merasa disetujui Reyno pun mendekat selangkah demi selangkah. Tapi semakin Reyno maju, saat itu juga Cessa semakin mundur.

"Cessa lo kenapa?" Satu dua detik tidak ada respon.

"Cessa hey! Answer me!"

"Cessa?! What's wrong."

"Jangan mendekat. Gue seorang pembunuh. Jangan mendekat. Gue seorang pembunuh. Jangan.." Cessa meracau tidak jelas, Reyno tahu Cessa sedang menerawang jauh.

"Cessa hey lo gak bunuh siapa-siapa."

"Jangan mendekat. Gue seorang pembunuh." Cessa terus saja mengulangi kata yang sama.

TRANG.

Pisau di tangan Cessa jatuh begitu saja disusul dengan tubuh Cessa yang ambruk.

"Dok, sus! Jangan liatin aja dong! Bantuin temen saya! Kalian dibayar kan di sini?!" Reyno sudah kepalang, siapa yang Cessa bunuh? Apa dia merasa bersalah telah menyakiti Dokter Firman? Reyno akan pikirkan itu nanti, sekarang yang terpenting hanyalah keselamatan Cessa.

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang