37

203 11 0
                                    

Kabar meninggalnya Mahesa sudah sampai ke telinga Retha. Jika kalian ingat, Retha adalah mantan pacar Mahesa yang masih sangat sayang pada Mahesa, tetapi dibutakan oleh dendam. Dia yang menfitnah Mahesa, bahwa Mahesa telah menggunakan obat-obat terlarang semasa remajanya. Karena sudah lama berpacaran dengan Retha, ayah Mahesa pun dengan mudahnya percaya pada Retha. Retha sudah seperti keluarganya sendiri sampai insiden itu terjadi.

PLAK

"Maksud lo apa, Reth? Kenapa lo nampar gue?!" Ucap Mahesa penuh emosi di klub saat itu.

Diselingkuhi oleh orang yang paling kalian sayang, bagimana rasanya itu?

"Pokoknya aku gak mau putus sama kamu!"

"Kamu jelas-jelas udah pelukkan sama Dio di cafe tadi! Apa yang harus aku liat? Aku juga udah tau kamu selingkuh sama Dio dari teman-teman kamu itu!"

"Kamu gak tau jalan ceritanya, jangan egois!"

"Egois? Bukannya lo yang egois?!"

"Pokoknya aku gak mau putus!" Retha dengan baju super mini-nya itu tetap berdebat bersama Mahesa.

"Kalau kamu putusin aku, aku mau mati aja!"

"Kenapa, Reth? Kenapa kamu gak mau lepas dari aku?"

"Karena kamu satu-satunya cahaya dalam hidup aku."

"Bullshit, Reth! Mending kamu mati aja, aku gak apa-apa." Ucap Mahesa santai. Muka garangnya itu sampai menjadi merah padam karena pengaruh alkohol.

"Aku punya kartu as kamu, Sa. Aku bisa ngelakuin apa aja."

"Terserah! Gue gak peduli lagi sama perempuan ular kayak lo!" Mahesa meninggalkan Retha dibelakang dengan langkah besar. Persetan dengan apapun yang terjadi, dia tidak akan perduli lagi.

Mahesa melajukan mobilnya diatas kecepatan rata-rata. Hari itu benar-benar melelahkan. Mahesa mengendap-endap, takut terciduk oleh ayahnya kalau dia pulang malam lagi. Tetapi suara perempuan yang menginterupsinya membuat jantungnya seperti berhenti mendadak.

"Kak? Kok baru pulang?" Itu adik kesayangannya, Altera.

"Ter, jangan ngadu ke papa."

"Gak akan. Ngapain juga? Gue gak ngurusin."

"Bagus. Lo kenapa belom tidur?"

"Karena lo belom pulang, gue khawatir." Iya. Ini yang Mahesa takutkan. Dia takut akan jatuh cinta pada adik tirinya itu.

"Yaudah, sekarang gue udah pulang. Tidur sana."

"Iya, lo juga mau tidur kan?" Tanya Altera yang sudah bergelayut manja di tangan kakak tirinya itu.

"Iya, iya." Mahesa mengacak rambut Altera. Wangi sampo Altera menguar ke indra penciuman Mahesa. Wangi itu. Wangi itu yang selalu membuat Mahesa tenang. Detik ini juga, Mahesa melupakan segala pikirannya sejenak. Detik ini, Mahesa merasa lengkap. Tetapi kenyataan menimpanya. Altera adalah saudara tirinya yang harus dia sayangi sebagai adik. Bukan kekasih.

"Kak, jangan mabok-mabokkan lagi ya? Altera serem."

"Iya gak akan." Mahesa mengacak rambut Altera sekali lagi. Dia merasa utuh.

- - - -

Retha menghapus air matanya kasar. Sebenci-bencinya ia pada Mahesa, dia tetap tidak mau kehilangan Mahesa. Retha tau, kasus kematian Mahesa karena ayah dari cowok itu sendiri. Ayahnya yang memaksa cowok itu kembali ke Canada. Dan adik tiri perempuannya, Altera. Retha tidak akan pernah melupakan wajah gadis itu. Wajah gadis yang sempat merebut Mahesa secara tidak langsung darinya. Mungkin Retha sudah dibutakan oleh cinta sekarang. Tapi dia tidak perduli. Denamnya yang memuncak harus ia balaskan.

- - - -

Altera terbangun dari mimpinya. Padahal dia sangat berharap kalau dia tidak akan terbangun, daripada kenyataan pahit kalau Mahesa telah tiada dan hilang selamanya, tidak akan ada figur kakak sempurna lagi dihidupnya. Altera berjengit ketika kakinya menyentuh lantai kamar yang dingin. Pagi ini hujan, sangat pas untuk jalan pagi. Pikirnya.

Altera mengganti baju tidurnya dengan celana training dan mulai berjalan-jalan di sekitar komplek perumahannya. Ketika melihat orang berjubah hitam dan bertopi cokelat muda khasnya, Altera bergidik takut. Kenapa orang itu selalu muncul ketika Altera sendiri? Tidak ingin terkena masalah, Altera mempercepat jalannya bahkan berlari kecil menuju sebuah gudang tak terpakai di ujung komplek. Ternyata pikiran bahwa orang utu tak akan menemukan Altera di sini salah. Orang itu membuka topinya, jambul merah yang bersinar terang karena terkena sinar matahari langsung terlihat. Siluet orang ini tidak asing bagi Altera. Siapa dia? Altera sempat bertanya sebelum merasakan pusing yang luar biasa.

"Lo.. lo.. si.. siapa?" Altera bersandar di dinding, berusaha menetralisir rasa pusing yang menyerangnya.

"Lo gak perlu tau siapa gue. Yang jelas gue mau sesuatu dari lo." Suara itu, sangat familiar.

"Apa?"

"Gue mau nyawa lo."

"Lo siapa? Kenapa lo berniat jahat sama gue?"

"Gue gak mau jahat sama lo, tapi suatu keadaan memaksa gue untuk melakukan ini."

"Lo siapa?"

"Gue? Gue Satya, Denalfa Risatya. Apa lo ingat?"

"Lo?! Gue emang lupa ingatan. Tapi gue gak lupa siapa lo!"

"Gue harus ngelaksanain tugas gue secepatnya sebelum banyak hal buruk terjadi sama lo. Lebih baik gue akhiri sekarang." Lelaki bernama Satya itu mengeluarkan pisau lipat yang membuat Altera bergidik ngeri.

"Lo mau ngapain?!"

"Just a little bit, sweetheart."

"Tolong!!" Tolong siapa saja selamatkan Altera dari psikopat gila ini.

"Altera?! Kamu mama cariin, ternyata di sini?" Itu suara Vera, ibunya. Altera rangsung berlari dan bersembunyi di belakang Vera.

"Eh kamu.. siapa ya namanya.. yang waktu itu dateng ke rumah kan?"

"Eh, iya tante. Saya Fajar." Satya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Oh iya, nak Fajar! Mau mampir ke rumah?"

"Ma, enggak!"

"Altera, bukannya ini temen kamu?"

"Mantan pacarnya, Tan." Satya menjelaskan.

"Oh ya, kamu kok gak pernah cerita ke mama?"

"Gak penting. Ma, ayo pulang."

"Yasudah, Fajar gak mau mampir?"

"Ah, enggak apa-apa, tante. Saya bentar lagi mau pulang kok."

"Yasudah, hati-hati ya." Percakapan mereka berdua terputus karena Altera sudah menarik Vera untuk pulang. Dia sangat berharap agar tidak bertemu mahluk bernama Satya lagi. Bisa gila dia jika memikirkan cowok psikopat itu terus. Yap, berarti Altera pernah mencintai cowok itu dan Altera sangat menyesal sekarang.

" Jika nanti kau tiba dan kau tidak temukan aku, di stasiun, halte, bandara, ataupun di sudut kota, jangan mengira bahwa aku sudah tak cinta atau bahkan lupa. Rasaku akan tetap sama dan berkadar sama. Hanya saja aku sedang beristirahat dari penantian berkali-kali membuatku kecewa. Juga benteng kepercayaanku, yang perlahan runtuh karena kamu tak ada."

Altera ingat. Itu kata-kata terakhirnya saat kata putus terlontar dari mulutnya. Betapa penuh drama hidupnya itu?


- - - -

Apa kesan buat part ini? Yuk komen"

Vote sekalian.

Gak bayar kok :)

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang