51

171 9 1
                                    

"Halo, Rey, lo di mana?"

"Udah di rumah nih, kenapa?"

"Yakin?"

"Iya, kenapa sih?"

"Mobil atau motor lo gak ada di parkiran, lo di mana?"

"Maksud lo? Lo di rumah gue?"

"Iya, lo di mana? Di rumah sakit?"

Di seberang sana muka Reyno pucat pasi, dia tidak menduga Altera akan datang ke rumahnya. Darimana Altera tahu dia ada di rumah sakit?

"Iya nemenin mama cek ke dokter."

"Kenapa harus bohong? Bukannya lo yang punya penyakit?" Ujar Altera sinis.

"Hah? Ngaco ah lo, gue sehat kayak gini kok."

"Hasil opname lo ada di tangan gue. Lo geger otak, Rey?"

Reyno semakin dibuat kalap olehnya. Yang memegang hasil opname-nya hanyalah dirinya, tidak mungkin Altera bisa mendapatkannya.

"Lo tahu dari mana?"

"Lo gak perlu tahu gue tahu dari siapa. Yang jelas kenapa lo gak bilang tentang masalah ini ke gue?"

"Gue gak mau lo khawatir, Ter. Tolong lupain aja, anggep kayak lo gak pernah tahu."

"Gak bisa, Reyno! Memangnya gue ini siapa lo? Kenapa lo gak bisa terbuka sama gue?" Air matanya mulai tertumpah. Tetapi mulutnya hanya terkatup rapat, tidak ingin mengeluarkan isakkan.

"Gue gak mau liat lo sakit hati dan nangis lagi karena gue, Ter."

"Well, lo gagal ngewujudin itu semua." Panggilan diputuskan sepihak oleh Altera.

Lagi-lagi Altera dibuat kecewa oleh Reyno. Tapi apakah benar hanya Altera yang kecewa? Reyno juga rapuh di dalam. Dia terus menyalahkan diri sendiri saat mendengar suara Altera bergetar. Dia tahu bahwa perempuan itu sedang menahan tangisannya. Reyno merasa gagal lagi, lagi, dan akan terus gagal. Dia tidak bisa membahagiakan Altera. Keduanya sama-sama tersakiti dan mungkin itu alasan mengapa mereka tidak pernah bersatu.

"Halo, Von. Altera udah tahu semuanya."

"Maksud lo?"

"Ada yang bocorin tentang penyakit gue dan kasih hasil opname gue ke Altera. Gue tahu itu bukan lo, tapi siapa?"

"Xira? Dia satu-satunya yang paling deket sama lo."

"Mungkinkah?"

"Loh, Rey. Xira ikut pas lo opname. Mungkin dia foto hasilnya."

"Xira.." Suara Reyno merendah dan terdengar menyeramkan. Reyno mematikan panggilannya dan menelfon Xira.

"Halo, Rey, kenapa?"

"Lo yang kasih hasil opname gue ke Altera?" Ujar Reyno tepat sasaran.

"Iya, kenapa? Lo takut Altera ngejauhin lo? Ya ampun, Rey. Reyno yang gue kenal gak selemah ini. Lagi pula kalo dia emabg sayang sama lo, dia gak akan mandang fisik kok."

"Masih bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu. Heh denger ya, ini urusan gue bukan urusan lo! Lo benci sama gue boleh tapi gak usah libatin Altera!"

"Wajar kalo lo takut kehilangan dia, tapi semua orang akan merasakan kehilangan, Rey. Cepat atau lambat. Lo mungkin bisa terima penyakit aneh Altera. Tapi inget, lo dan Altera adalah orang yang berbeda dengan pikiran yang berbeda."

"Dia gak perlu tahu! Dan itu privasi gue!"

"Maaf, Rey. Tapi dia harus tahu. Bagaimanapun juga dia pacar lo. Kalo lo meninggal besok, lo mau lihat dia terluka dalam?"

"Gue gak mau dia terluka sekarang!"

"Inget, Rey, 'Bertemu dan berpisah' Rasanya lebih nyaman dibandingkan dengan 'datang dan hilang'." Reyno terdiam.

"Luka yang ditunda terkadang akan semakin terasa, Rey." Xira mematikan panggilan.

Pikiran Reyno sangat kacau sekarang, hanya perkataan Xira yang terngiang-ngiang sekarang di pikirannya.

- - - -

Altera mengunci diri di kamarnya. Tidak perduli dengan ketukan pintu yang berasal dari luar atau hanya sekedar mengingatkan makan. Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa Reyno menyuruh menganggap semuanya baik-baik saja. Jelas itu tidak baik-baik! Altera bingung kenapa dia marah, seharusnya ia yang berada di samping Reyno sekarang. Menemaninya bersama-sama melawan penyakit dan takdir. Altera tidak seharusnya marah pada Reyno, dia selalu tahu Reyno punya alasan. Cowok itu tidak mau Altera khawatir.

Altera mengambil ponselnya dan mencari kontak Reyno lalu menekan tombol hijau yang tertera di sana.

"Halo, ini siapa ya?" Suara ibunya Reyno terdengar.

"Halo, tante. Saya Altera, temannya Reyno."

"Oh, Reynonya tidak sedang dalam keadaan yang fit, jadi belum bisa bicara."

"Bagaimana Reyno, Tan?"

"Dia sedang tidur."

"Oh.. Altera besok mau berkunjung, boleh minta alamat rumah sakitnya?"

"Oh iya, nanti tante SMS saja lewat ponsel Reyno ya."

"Oke, terima kasih, tan."

Ya Tuhan, tolong jangan ambil Reyno untuk yang kedua kalinya.

Altera memejamkan matanya, berniat tidur tanpa mengganti pakaiannya. Semoga hari esok bisa menjadi lebih baik.

- - - -

Maap ya pendek banget nih, buru-buru ngetiknya.

kalo udah tamat mau sequel atau engga nih?

vote n comment!! ;)

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang