45

178 11 3
                                    

"Nanti, gue antar pulang, ya." Ucap Reyno yang sedang menyuapi Altera bubur buatan Bik Lastri.

"Gak usah. Gue naik taksi aja."

"Gue salah. Itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan."

"Yaudah, terserah. Asal gue gak mau hutang budi sama lo."

"Iya, enggak. Gue kan ikhlas." Reyno menyuapi sendokkan terakhir pada Altera yang tak berhenti menatapnya.

"Kok lo berubah, Rey?"

"Maksudnya?"

"Kenapa lo jadi baik?"

"Karena lo udah gak suka gue."

"Tapi kalo lo baik gini, terus gue suka lagi gimana, Rey. Lo kan gak bisa tanggung jawab." Altera sedikit menyindir.

"Lo gak mungkin suka gue lagi, Ter. Alegra lo udah balik kan ke Jakarta."

"Oh iya, Alegra!!" Altera buru-buru menghidupkan ponselnya dan sedetik kemudian beratus-ratus notifikasi masuk ke ponselnya.

"Kenapa, Ter?"

"Gue lupa ngabarin Alegra dari penculikkan kemaren, gue juga lupa bilang mama kenapa gue pulang telat."

"Penculikkan?" Altera termenung seketika. Dia tidak sadar sudah membocorkan rahasianya yang sudah ia tutup rapat.

"Lupakkan. Gue telfon Alegra dulu." Setelah panggilang terhubung Altera langsung berjalan menjauhi Reyno. Reyno hanya memandangnya dalam diam. Alegra beruntung bisa dapetin cewek kayak lo, cewek yang peduli banget sama dia. Ketika gue ada kesempatan, gue malah sia-siain kesempatan itu. Maaf Ter, udah nyakitin lo. Gue punya alasan. Alasan yang gak akan lo tau.

"Udah?" Altera sudah duduk di kursi depan Reyno lagi.

"Udah. Ayo pulang, gue takut mama khawatir."

"Gue ambil jaket buat lo dulu." Reyno pergi ke kamarnya lagi. "Naik motor gak apa kan, Ter?"

"Iya, gue bukan cewek manja."

Reyno menyerahkan satu helm dan jaket kepada Altera. Wangi tubuh Reyno langsung menyeruak di indra penciumannya saat jaket sudah terpasang dengan pas di badannya. Memang tubuh Reyno tidak besar tetapi dia tinggi. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke depan rumah Altera karena jarak yang dekat.

"Makasih, ya. Maaf, hari ini gue udah ngerepotin lo banget."

"Iya, santai." Reyno menghidupkan mesin motornya kembali, berniat beranjak dari sana.

"Eh, satu lagi. Maaf kalo misalnya lo dapet tatapan benci karena deket sama gue untuk kedepannya."

"Gue gak akan ninggalin lo lagi, Ter. Kita kan teman." Entah kenapa hati keduanya seperti tercubit. Hanya teman. Iya sebatas itu.

"Iya, teman." Altera memaksakan senyumnya dan kemudian menghilang di balik pagar, bersandar di sana agar air matanya tak terlihat. Kini dia bingung kemana hatinya berlabuh.

- - - -

"Kenapa gak kabarin aku, Ter?" Alegra tak ada hentinya mengoceh saat tahu Altera pingsan kemarin.

"Ya, kan aku pingsan. Gimana caranya mau kabarin kamu?"

"Seenggaknya sehabis pingsan kamu langsung kabarin aku, jangan bikin khawatir begini."

"Ya kan emang udah aku kabarin."

"Telfon gak cukup. Aku mau ketemu kamu pokoknya."

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang