41

164 9 0
                                    

Jovan menelusuri pandangannya, dia berhenti ketika menemukan Retha duduk di kursi paling belakang. "Kenapa, Reth?"

"Gue butuh bantuan lo, Jov."

"Apa?"

"Lo kenal Altera?" Jovan hanya mengangguk, "Bantuin gue."

"Apa?" Retha membisikan sesuatu di telinga Jovan. Sesuatu yang dapat menghancurkan kepercayaan.


- - - -


"Van, lo ketemu gue sekarang di cafe biasa."

"Mau bicarain apa?"

"Rencana kita."

"Gue kesana sekarang."

Tidak butuh waktu lama untuk Vanya sampai ke tempat Retha. Dia menemukan Retha duduk di kursi belakang seperti biasa, tempat favoritnya.

"So?"

"Apa bener, Mahesa belum meninggal?"

"Ya belom lah, dia disekap sama orang-orang gue." Vanya mengangkat dagunya, terlihat angkuh.

"Lepasin dia."

"Retha, mikir dong. Dia penghambat satu-satunya buat nyelakain Altera."

"Jangan sentuh Mahesa sedikit pun."

"Selama dia gak macem-macem, dia aman."

"Jadi selanjutnya gimana?"

"Jadiin Jovan sasaran." Vanya tersenyum miring.


- - - -


Jovan keluar dari salah satu supermarket kecil di dekat rumahnya. Sambil meminum minuman kaleng ditangannya itu, dia bersenandung kecil disusul dengan kerikil yang terpental akibat tendangannya. Cowok itu menoleh ke belakang, merasa ada yang mengikutinya.

"Gak ada siapa-siapa."

Tiba-tiba sebuah tangan dengan sapu tangan berwarna ungu menutup mulutnya. Jovan meronta-ronta, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil. Dia pusing dalam hitungan detik.

"Ayo, bawa dia." Suruh suara itu kepada anak buahnya. Jovan sadar, Jovan tahu siapa pemilik suara tersebut.


BUGH


Cowok itu memukul salah satu anak buah Retha dan mencoba kabur dengan kepala yang masih pusing.



BUGH



Rasa nyeri di punggungnya mulai menjalar. Dia langsung tidak sadarkan diri.

"Menyusahkan. Ini nih, yang suka sama lo dari lama? Seorang pengecut?" Vanya mencibir.

"Jangan banyak bacot, tinggal bawa dia ke dalem mobil dan pancing Altera." Ucapan Retha membuat Vanya tersenyum miring. Altera akan menderita.


- - - -


From : 0812874****

Kalo lo mau lihat Jovan dan Mahesa selamat, dateng ke alamat yang gue kasih jam tiga sore nanti. Kalo lo bawa rombongan, gue akan mulai dari Jovan.

Altera terkejut bukan main. Siapa lagi yang menerornya seperti ini. Otaknya berkata tidak mungkin, namun hatinya berkata sebaliknya. Sepertinya memang Jovan telah celaka. Altera mencoba untuk menghubungi nomor Jovan berkali-kali. Namun yang menjawab hanyalah suara operator membuatnya semakin khawatir. Jika pesan itu benar adanya, dia tidak mungkin datang sendiri. Tetapi dia juga tidak mungkin melibatkan Alegra dalam hal ini. Dia tidak ingin kehilangan Alegra-nya lagi.

Altera semakin panik ketika jarum jam sudah mendekati jam tiga sore. Apa yang harus dia lakukan? Apa dia harus datang ke tempat itu? Dan Mahesa, tidak mungkin bukan kalau dia masih hidup? Dengan beribu pertanyaan muncul di kepalanya, Altera mengambil kunci mobil dan menunggu alamat tersebut dikirimkan. Semoga dia tidak salah langkah. Semoga dia dapat menyelamatkan Jovan. Semoga Mahesa masih hidup. Dan semoga, dia bisa menyelamatkan dirinya sendiri.



TING




"Altera, kamu di mana?"

"Aku lagi keluar sebentar."

"Oke, jangan lama-lama, ya. Atau aku nyusul aja deh, firasat ku gak enak."

"Eh? Gak usah, Al. Aku bisa jaga diri."




TIN TIN




"Kamu lagi nyetir?"

"Enggak, aku pergi sama mama."

"Oke, kabari kalau sudah di rumah."

"Iya, Al. Bye."



Sampai kapan Altera harus berbohong? Altera tahu, Alegra sangat tidak suka dibohongi. Apa dia mampu melihat Alegra marah padanya?



TING



"ARGH! LEPASIN GUE!"

"Jovan?! Jovan ini gue, Altera. Gue on the way ke sana."

"JANGAN, TER! Jangan ke sini!!"

"Kenapa?"

"Lo gak akan bisa nyelamatin gue atau pun Mahesa, Ter!! Percuma!"

"Mahesa masih hidup?!"

"Masih, semua skenario ini cuma akal-akalan mereka doang!!"

"Mereka? Siapa?"

"Re.." Belum sempat Jovan menyelesaikan omongannya, panggilan sudah ditutup terlebih dahulu.

Altera melempar ponselnya ke jok belakang mobil dan semakin melajukkan mobilnya diatas kecepatan rata-rata. Altera tidak perduli jika nyawanya akan menjadi taruhan. Ini semua salahnya, kenapa dia melibatkan semua orang?

Tidak butuh waktu lama untuknya sampai ke gudang tua di pedalaman kota Jakarta.



SRET




Altera membuka pintu gudang itu, sesekali terbatuk karena debu yang menelusup hidungnya. Tiba-tiba suara tepuk tangan menggema di sekelilingnya.

"Betapa bodohnya seorang Altera Devinci, atau mungkin lebih akrab dipanggil, Francessa Adeline?"

"Vanya? Mau lo apa?! Mana Jovan dan Mahesa?!"

"Nanti lo bisa ketemu mereka, tapi gak di sini."

"Maksud lo ap.."



BRAK




Altera tidak sadarkan diri seketika ketika kepalanya dihantam oleh balok kayu yang berat dan agak besar.

"Ini saudara mantan pacar lo? Bodoh."

"Bisa gak lo berhenti ngejek gue?! We're team, and I hope we work like it too."

"Oke, Reth. Tenang aja, lo bisa dapetin apa yang lo mau."

"Yang gue mau cuma Mahesa. Lepasin dia."

"Gak sekarang, perempuan bodoh!" Vanya meninggalkan Retha di belakang. Betapa bodoh Retha, dibudaki hanya karena cinta.


Tersenyum ialah pecah tangis terbaik, yang bisa kulakukan saat mengenang kepergiaanmu.



- - - -

lama bgt gitu kan gak update astagah.

klik votenya dulu nihh
comment jan lupaa

double update ya hari ini!

see ya next part!!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang