22

237 13 10
                                    

"Altera!!" Altera segera meninggalkan tempat itu, dia tahu bahwa Alegra akan memaksanya pulang ke tempat terkutuk itu. Dia tidak mau.
"Altera tunggu dulu!!"
TIN
TIN
"ALTERA AWAS!!"

Sepersekian detik, Altera bangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Mimpi apa lagi itu? Altera masih tidak mengerti dengan cerita masa lalunya yang nyata. Karena kepingan cerita itu masuk dan melintas secara acak. Altera mengedarkan pandangannya. Masih di rumah sakit putih tulang seperti biasanya. Altera melihat Mahesa yang tertidur di sofa yang terdapat pada ruangan itu. Altera merogoh ponselnya yang terdapat di atas nakas, pukul tiga pagi. Altera mendapatkan banyak panggilan telfon tidak terjawab. Tentu banyak dari Vera, lima kali dari Jovan, dan sekali dari Reyno. Untuk apa Reyno menelfonnya?

Altera akan menelfon Jovan kembali saat waktu sudah masuk akal untuk menerima panggilan telfon. Tapi tak lama ponselnya berdering, mengisi keheningan ruangan itu.

"Halo, kenapa Jovan?"

"Altera waspada, banyak yang ngintai lo. Besok kita harus ketemu di cafe biasa abis lo pulang sekolah."

"Besok atau hari ini?"

"Oh, udah jam tiga ya. Maksudnya hari ini. Gue udahan dulu, bye." Panggilan diputuskan sepihak, Altera sangat penasaran dengan apa yang ingin Jovan bicarakan. Namun Altera tetap harus menunggu hingga pagi tiba.

- - - -

Karena keadaan, Mahesa tidak mengizinkan Altera masuk sekolah seperti biasa. Tadinya Mahesa juga tidak mengijinkan Altera bertemu Jovan dengan alasan kesehatannya, tapi Altera juga memiliki berjuta alasan di benaknya. Dan disinilah dia sekarang, di cafe dekat sekolahnya menunggu Jovan sendirian. Altera mengutak-atik ponselnya untuk mengisi kebosanannya, mengharapkan panggilan dari Jovan juga. Tak ada satu pun nomor yang tercantum di ponselnya setelah tadi malam, mungkin semua orang lelah mencarinya.

Tak lama bel di atas pintu masuk cafe itu berdenting, Altera menoleh, mengharapkan orang yang ditunggulah yang datang tapi harapan itu sirna melihat Reyno bersama Xira, Beatrice, Celinne, Archi, dan beberapa yang lainnya memasuki cafe itu. Jujur saja, Altera ingin angkat kaki dari cafe itu, tapi tidak bisa dia lakukan karena ponsel Jovan tidak aktif. Altera sudah mengumpat beberapa kali karena Reyno dan lainnya itu duduk di depan mejanya. Mereka tidak sadar ada Altera di sana, itu lebih bagus, karena seterusnya Altera akan menghilang dari pandangan mereka semua dan pergi selamanya.

Altera melirik jam tangannya untuk kesekian kalinya, jika Jovan tidak datang dua puluh menit lagi, dipastikan Altera akan pergi dari situ.

"Altera!" Panggil Jovan dari pintu dan menginstruksikan untuk pergi keluar bersamanya.

Tentu saja teman-temannya menoleh ke arahnya yang berjalan terbirit-birit ke kasir untuk membayar kopi yang dipesannya. Altera berusaha bergerak secepat mungkin untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dari temannya itu.

"Altera!" Dia tertegun, bukan temannya yang memanggil, melainkan Reyno.

"Apa?" Altera berbalik.

"Kenapa gak masuk sekolah? Nyatanya lo sehat-sehat aja tuh, mau cari masalah sama kepsek?"

"Lah urusan gue kenapa lo yang ngatur?" Teman-temannya hanya berdehem sedangkan Reyno bungkam.

"Itu urusan gue lah."

"Bukan lah, emang lo siapa gue? Pacar bukan, saudara bukan, temen? Kayaknya bukan juga." Sinis Altera dan pergi ke tempat Jovan, sedangkan Jovan hanya menatapnya intens.

"Dia siapa?"

"Gak tau, bukan urusan lo juga sih." Reyno yang menedengar percakapan itu membanting sendok nya ke dalam piring yang makanannya masih tersisa lalu pergi dari cafe itu.

"Jelas Reyno atau Alteranya yang masih suka." Ucap Beatrice.

"Iya, salah satu doang yang masih suka dan kita tahu orangnya." Kata Maya membenarkan ucapan Beatrice.

- - - -

Reyno memarkirkan motornya di halaman rumah Devon. Teman-temannya sedang berkumpul dan hanya Reyno saja yang tidak datang karena berjanji akan mentraktir teman-teman Xira atas permainan truth or dare. Reyno membanting pintu kamar Devon membuat semua orang terlonjak kaget, untung saja orang tua Devon sedang pergi ke luar kota.

"Heh punuk onta ngagetin aja lo!"

"Tau, kalah kan gue nih." Protes Arya yang sedang adu bermain PS bersama Devon.

Yang tidak memprotes hanya Samuel karena dia sedang tertidur cantik di kasur ukuran king milik Devon.

"Diem lo." Entah kenapa Reyno emosi sekali setelah kejadian di cafe tadi. Reyno langsung membanting tubuhnya ke kasur milik Devon membuat Samuel terbangun.

"Kenapa sih brisik banget lo pada, gak tau nih princess lagi tidur."

"Ah diem lu, Gladys." Celetuk Arya.

"Gak usah bawa-bawa dia bisa gak?!" Samuel langsung emosi ketika mantan pacarnya itu dibawa-bawa.

"Kok pada bacot sih?"

"Elu lah yang bacot duluan." Telak Devon tak mau kalah sedangkan Reyno hanya memainkan ponselnya, entah apa yang dia buka.

"Lo kenapa sih?" Samuel melihat gerak-gerik aneh Reyno.

"Apa yang lo rasain ketika mantan gak nganggep lo ada?"

"Masalah Altera?" Reyno diam, dalam hatinya membenarkan.

"Emang lo anggep dia ada?" Reyno terdiam lagi.

"Gue tau lo kenapa. Lo selalu terjebak dalam ruang tanpa celah keluar maupun pintu atau jendela, lo selalu terjebak di dalam rindu. Lo rindu kan sama Altera." Reyno diam, berperang dalam pikirannya. Tapi lubuk hatinya membenarkan.

"Lo harus move on, nyatanya dia udah ga cinta lo lagi kan? Karena apa? Karena perilaku lo dulu sama dia, lagi pula lo udah punya Xira kan?" Reyno lagi-lagi diam, kata-kata Samuel masih terngiang di kepalanya. Apa benar dia rindu sosok Altera? Atau, dia merindukan Altera yang ceria dan tidak murung seperti sekarang?

- - - -

Part super panjang nih, jangan lupa vote and comment for next part. Komen yang banyak ya biar nulisnya bisa sepanjang ini lagi.

No sider laa..

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang