46

163 8 3
                                    

"Ar, kayaknya hidup gue udah gak lama lagi deh." Ucap Reyno tiba-tiba.

"Ngaco lo ah." Pandangannya masih tertuju pada game di ponselnya.

"Kalo iya gimana, Ar? Kemaren gue check up, dokter bilang sakit gue makin parah."

"Geger otak lo? Positif dulu, Rey."

"Kalo gue udah gak ada, jangan kasih tau Altera tentang penyakit gue ya?" Arya memandang Reyno serius.

"Lo masih sayang Altera?" Reyno terdiam.

"Gue gak tahu. Tapi tolong jangan kasih tau dia, masalahnya udah banyak, gue gak mau dia kepikiran."

"Jadi ini alesan kenapa lo ngejauhin dan ngebenci dia tiba-tiba? Karena penyakit lo?" Reyno mengangguk.

"Lu lebih bego dari yang gue kira, Rey. Lo gak mau nyakitin dia tapi dia makin sakit dengan lo kayak gitu." Reyno tetap diam, berusaha mencerna perkataan Arya. Ucapannya ada benarnya juga, memang dia duli masih bodoh dan labil, kenapa mengambil keputusan sepihak?

"Jadi gue harus gimana, Ar?"

"Gue gak bisa bantu, semua keputusan ada di lo. Kalo lo mau tinggalin Altera supaya dia gak sakit pas lo pergi nanti, ya tinggalin. Kalo lo mau bertahan untuk buat kenangan selama lo hidup, lo bertahan. Dengerin cerita dia, selalu ada buat dia, Rey. Tebus semua kesalahan lo di masa lalu."

Reyno menepuk pundak Arya sebelum meninggalkan lapangan basket sekolahnya, "Makasih ya, Ar."

"Satu lagi, Rey. Gue harap lo gak menyesal dengan keputusan lo."

"Gak, Ar. Gak lagi." Ucapnya sebelum benar-benar pergi dari lapangan. Dia butuh waktu untuk berfikir. Tak perduli bahwa besok orangtuanya akan dipanggil karena dia membolos sekolah.

- - - -

Altera memasangkan sepatu basket di kakinya. Dia akhirnya memutuskan untuk memainkan bola oranye itu lagi setelah sekian lama. Kondisinya sekarang juga telah jauh membaik, dia sudah dapat bersekolah kembali. Altera memantul-mantulkan bola itu ke aspal lapangan basket indoor di sekolahnya. Dulu tempat ini selalu dikuasai Vanya, tetapi sejak kematian Vanya, tempat ini kosong. Tidak ada yang tahu tentang kasus Vanya. Selain karena Vanya tidak mempunyai keluarga, juga tidak ada yang terlalu sadar dan perduli.

Setelah puas bermain, Altera beristirahat sejenak hanya untuk sekedar menghilangkan dahaganya. Dia tidak menyadari bahwa di pinggir lapangan ada orang yang memperhatikannya sejak tadi.

"Gak sadar ya ada gue?" Altera hampir saja tersedak mendengar suara orang itu. Yang dia tahu, dia sendiri sejak tadi.

"Kapan lo dateng?" Altera bertanya saat Reyno sudah duduk di sebelahnya.

"Udah dari tadi, lo yang gak sadar."

"Oh, lo janji ya jangan kasihtau Mahesa. Dia protektif banget."

"Iya gue gak akan kasihtau Mahesa." Altera memandang Reyno lalu tersenyum, "Lo banyak berubah ya."

"Tapi ada syaratnya." Cewek itu mencubit pinggang Reyno, merasa kesal.

"Nyebelin, baru dipuji eh bangsatnya keluar."

"Mau tau gak nih syaratnya?"

"Apaan?"

"Lo mau dateng kan ke acara ulang tahun gue yang ke tujuh belas?"

"Tanggal enam Maret kan? Gue hampir lupa bentar lagi lo ulang tahun."

"Wah jahat banget lo sama gue, gue aja inget ulang tahun lo dua puluh tiga november lalu."

"Ya, maaf. Maklum lah, gue kan orang sibuk. Banyak yang harus diingetin."

"Idih, najis. Jadi gimana, lo mau dateng kan?"

"Di mana?"

"Di rumah gue, cuma acara barbeque biasa. Anak cowok mah kalo dirayain meriah dikira banci."

"Yaudah gue dateng. Dua minggu lagi ya? Gak kerasa, waktu cepet banget. Bentar lagi kita naik ke kelas XII."

"Iya, mungkin lo aja yang naik."

"Lah terus lo? Lo gak bego-bego amat lagi, Rey." Reyno tersenyum hangat, namun ada kepedihan dibalik senyum itu. Dia harus mengingat fakta kalau sebentar lagi waktu hidupnya telah habis di dunia ini.

"Rey, kok lo senyum sih? Emang lo mau kemana?"

"Gak kemana-mana. Tetep ada di dekat lo."

"Stop deh bercandanya. Jangan pergi lagi."

"Gue lagi gak bercanda, gue bakal tetep ada di samping lo, selalu sama lo, bercanda bareng lo, seru-seruan bareng lo."

"Bener, ya? Lo harus janji, lo harus nemenin gue di prom nanti pas kita kelas XII."

Reyno menoyor kepala Altera, "Ngaco lo, masih lama itu, Ter."

"Ya pokoknya janji dulu, kalo enggak, gue gak mau dateng ke acara ulang tahun lo." Ancamnya sambil mengacungkan kelingking, "Pinky promise?"

"Eh gue bukan banci, masa pink sih." Bahkan di saat seperti ini Reyno masih bisa bercanda dan mencairkan suasana.

"Terus maunya apa?"

"Black promise aja biar kayak black panther." Reyno menyebutkan salah satu super hero kesukaannya.

"Gue sukanya pink panther."

"Hitam dicampur pink jadi warna apa?"

Altera berfikir keras, "Blackpink panther?" dan sedetik kemudian Reyno tertawa keras.

"Purple promise?" Ucap Altera polos.

"Warna janda itu, gak mau gue."

"Rey serius!!"

"Oke, oke. Purple promise." Reyno akhirnya menyambut acungan jari kelingking Altera. Dia berjanji, hanya untuk menenangkan Altera. Padahal dia sendiri tahu, dia tidak bisa menepati janji itu.

"Ayo kita cari makan, sekalian gue anter pulang." Reyno mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Altera dan senyumannya.

"Setiap hari gue anterin lo pulang deh."

"Loh kenapa?"

"Biar bisa liat lo senyum manis ke gue terus."

"Reyno!"

- - - -

vote n comment!

gmn perasaan pas baca haha receh sangat jokes gue.

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang