52

193 8 2
                                    

Suara pintu kamar rumah sakit diketuk oleh Altera. Jujur saja dia takut, dia takut akan kehilangan Reyno. Sepositif pemikirannya, tentu masih ada hal-hal tidak mengenakan yang terbesit. Tidak butuh waktu lama, wanita paruh baya yang masih sangat rupawan membukakan Altera pintu.

"Halo, Altera. Reyno nunggu kamu di dalam." Sapa wanita itu ramah.

"Halo, tante. Iya, Altera masuk ya?"

"Silahkan."

Altera menatap laki-laki yang terkulai lemas di brankar itu. Masih dengan senyum yang sama. Senyum yang hangat seolah-olah tidak ada yang terjadi. Seolah-olah semuanya baik-baik saja. Altera tersenyum tipis dan menghampiri Reyno.

"Hai. Maaf kemaren gue marah gitu aja tanpa denger penjelasan lo."

"Gak apa. Gue bakal sedih justru kalo lo gak marah?"

"Kenapa?"

"Artinya lo gak sayang gue."

"Gimana? Udah enakkan?"

"Ter, maaf ya kalo gue udah nyusahin lo terus. Udah ninggalin lo tanpa alasan waktu itu."

"Gue gak pernah marah ke lo."

"Kalo seandainya gue gak sela.."

"Shut up, I'll be here with you."

"Makasih ya, Ter." Altera mengangguk dan Reyno menggenggam tangannya untuk beberapa saat. Genggamannya menghangat, tubuh Reyno agak demam.

"Permisi saya akan memeriksa kondisi Reyno lagi." Ucap dokter yang baru saja masuk.

"Silahkan, dok."

"Reyno banyak sabar ya, kamu pasti bisa sembuh." Ujar ibunya, berusaha menegarkan Reyno dan dirinya sendiri.

"Semuanya sudah membaik, nanti suster akan kesini mengganti tabung infusnya."

"Baik, terima kasih, dok."

Altera terdiam sebentar. Kemarin malam Vera sudah memberitahu bahwa mereka akan berangkat ke Canada untuk bertemu Arti, adiknya -besok pagi. Artinya besok dan seminggu ke depan Altera tidak bisa menemani Reyno di rumah sakit.

"Rey, besok pagi gue sama mama mau ke Canada."

"Ya udah, pergi aja, Ter. Temenin mama lo, kasian kalo sendiri-sendiri terus. Sementara anaknya nemenin orang yang sakit-sakitan."

"Rey, lo gak boleh ngomong gitu. Gimana pun juga lo.."

"Lo apa? Temen?"

"Lo.. lo pacar gue." Reyno tersenyum tepat sebelum Altera menerima panggilan dari Vera.

"Halo, ma?"

"..."

"Sekarang?"

"..."

"Gak bisa nanti?"

"..."

"Oke." Altera mematikan panggilan.

"Rey, tante, Altera harus pulang buat packing. Mama ada di depan meja resepsionis."

"Iya, nak. Makasih ya udah repot-repot jenguk Reyno."

"Justru Altera mau minta maaf soalnya gak bawa apa-apa kesini."

"Ah gak usah repot-repot."

"Gue sering-sering sakit ah!! Biar lo sama calon mertua makin akrab."

"Hush! Ngaco lo." Setelah itu Altera menyusul Vera. Ada rasa yang mengganjal di hatinya tentang keberangkatan besok, entah apa.

- - - -

Altera menggeret kopernya ke terminal bandara dengan keberangkatan pukul sepuluh pagi. Altera melirik jam tangannya, masih ada satu jam untuknya menyiapkan diri. Seperti apa rupa adiknya nanti? Altera tersenyum singkat dan menunggu pesawat sambil mendengarkan musik lewat earphone-nya.

"Ter, ayo." Ucap Vera.

Altera bangun dari tempat duduknya semula, lalu tiba-tiba ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Reyno, ada apa?

"Halo, Rey?"

"Nak Altera, Reyno udah gak ada."



DEG.



Bagai dipukul palu godam, kepalanya tiba-tiba sakit dan hatinya mencelos ke dasar. Tidak mungkin Reyno meninggal secepat itu.

"Tan.. tante bercanda kan?"

"Enggak, Nak." Ibunya Reyno kembali terisak, tanda dirinya memang sedang tidak bercanda.

Altera menjatuhkan ponselnya, air matanya jatuh setetes demi setetes.

"Ya ampun, Ter. Kenapa?" Tanya Vera khawatir sedangkan Altera tetap menangis dalam diam.

Vera mengambil ponsel Altera, melihat kontak siapa yang tertera di sana.

"Halo, ada apa ya? Saya ibunya Altera."

"Reyno meninggal."

Vera kaget bukan main. Yang dia tahu kalau Reyno adalah pacar anaknya saat ini. Tentu saja Altera sampai menangis sedemikian rupa. Katanya, tangisan diam adalah sakit yang luar biasa.

"Turut berduka cita dari saya dan Altera. Setelah kami pulang dari Canada, kami akan melayat. Altera sangat terpukul."

"Iya, terima kasih. Kalau begitu saya matikan telefonnya dulu."

Vera memeluk Altera, saat itu pula tangisannya bersuara dengan isakan kecil.

"Ke.. kena.. kenapa orang yang Altera.. sayang.. ha.. harus diambil?" Ucap Altera masih dalam keadaan sesegukkan.

"Ter, ayo. Mama tahu kamu sangat terpukul. Gak ada yang bisa mengubah takdir. Mungkin memang Reyno lebih bahagia di sana. Reyno juga pasti gak suka liat kamu sedih."

Altera digiring Vera untuk masuk ke dalam pesawat. Hatinya sakit, pikirannya tidak menentu. Yang ada hanya nama Reyno sekarang berlari-lari dalam kepalanya. Otaknya berkata tidak mungkin tetapi hatinya berkata sebaliknya. Air matanya mencelos kembali. Ternyata benar firasatnya, ada sesuatu yang tidak beres hari ini.


- - - -

Nah kan kalo update nyakitin gini endingnya.

vote comment ya no sider"

CURAHKAN SEMUA PERASAAN KALIAN DI SINI

gatega nih gimana dong? ;(

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang