44

171 10 0
                                    


FLASHBACK

"Cess, masa katanya Reyno mau balik ke Jogja lagi sih?" Ucap Celine menggebu-gebu.

"Hah? Kapan?"

"Abis tahun baru ini katanya."

"Serius? Selamanya?"

"Iya, dia bakal pindah sekolah ke Jogja."

Cessa hanya dapat bergeming di tempat duduknya. Baru saja kemarin dia mendapat tatapan benci dari Reyno, kenapa sekarang dia harus kehilangan Reyno? Lebih baik melihat Reyno dengan Xira daripada tidak ada cowok itu di sekitarnya. Relung dadanya seperti tertancap ribuan pisau belati. Jika dia boleh memilih, seharusnya dia tidak pernah kenal dengan Reyno. Dia menyesal senang saat sekelas dengan Reyno, dia menyesal jatuh cinta dengan Reyno, dia menyesal mengharapkan Reyno terlalu dalam sebelum saatnya dapat sesakit ini.

"Cess, lo gak mau baikkan dulu gitu sama dia? Daripada lo nyesel dan gak ketemu dia lagi buat selamanya." Saran Archi.

"Gue mau, tapi apa dia mau? Tatapan dia gak sama lagi, Ar."

"Yang sabar ya, Cess. Kita semua dukung lo di sini." Ucap Beatrice sambil mengelus punggung Cessa.

Cewek itu tidak dapat menahan tangisannya. Kepalanya disenderkan ke pangkuan tangannya diatas meja, dia lelah. Benar-benar lelah. Cessa menangis terisak, tetapi tidak bersuara, hanya bahunya saja yang berguncang.

"Kita bakal biarinin lo tenang dulu deh, Cess. Kalo udah tenang, nyusul ke kantin ya?" Kata Maya tanpa ada balasan dari Cessa.

Ketika semua teman-temannya meninggalkan dia sendirian di bangku pojok kelas, Reyno datang, menepuk bahu Cessa di saat yang sangat tidak tepat.

"Kenapa lo nangis?"

"Gak apa-apa." Ucap Cessa sambil menyeka air mata yang berjejak di pipinya.

"Gue gak balik ke Jogja, gue cuma mau nge-prank temen-temen lo doang." Cessa tidak bergeming, kenapa Reyno sering sekali mempermainkan suasana hatinya? "Gue gak bakal tega ninggalin orang yang gue sayang di sini." Setelah itu Reyno pergi, meninggalkan pertanyaan yang bersarang di kepala cewek itu.

Walau di hati lo cuma ada Xira, setidaknya lo gak pergi dari pandangan gue. Dan lagi-lagi, gue cuma bisa mencintai lo dalam diam, Reyno. Batin Cessa, dengan senyum yang mengembang. Setidaknya Reyno tidak pergi, dia sudah bersyukur.

"Reyno!" Cowok itu menoleh dan menatap Cessa dengan tatapan tanya.

"Kenapa sih lo suka banget berubah-ubah?"

"Maksud lo?"

"Sikap lo berubah-ubah ke gue. Kayak pasang surut air. Kadang lo baik banget dan kadang lo bikin gue kecewa sampe nangis. Kenapa lo kayak gitu sih, Rey?"

"Gue sendiri gak tahu. Dan kalo gue sering bikin lo nangis, kenapa lo gak tinggalin gue?"

"Lo gak ngerti perasaan cewek, Rey."

"Emang gue gak akan pernah mengerti cewek. Spesies kalian itu ribet. Terutama lo."

Cessa hanya bisa menatap punggung Reyno yang kian menjauh. Cessa tahu kalau Reyno tahu Cessa menyukainya. Cessa tahu Reyno pernah menyukainya, walau sekarang tidak. Cessa tahu betul kenapa Reyno bersikap kasar padanya, namun dia ingin tahu dari mulut Reyno langsung. Mungkin begini lebih baik untuk sekarang. Hatinya harus disembuhkan sebelum harus tahan dengan kata-kata kasar cowok itu sekali lagi. Walau dibalik semua itu, mungkin Reyno punya alasan.


- - - -


Sepulang sekolah, seperti biasa, Cessa menulis surat-surat di buku bersampul hitam dengan tulisan "Hanya sebatas kisah cintaku dengannya menggunakan kata yang dituliskan tapi tak terungkapkan." yang tak akan tersampaikan untuk Reyno. Dari tulisan yang teramat tidak bisa dibaca karena tangan yang bergetar hebat saat menangis, sampai tulisan yang sangat bagus karena sedang bahagia. Siklus yang berputar berulang-ulang kali dialami hatinya. Bahkan di beberapa kertas, masih ada jejak air mata Cessa yang sudah kering sewaktu menetes kala menulisnya. Seperti salah satu pesan yang tak pernah disuarakan ini.


Aku hanya perasaan kaku yang liar.
Yang ingin dijuluki sebagai pecinta dan dicinta.
Bukan seperti sampah yang diambil dari tempat tak seharusnya berada.
Dimana perasaan itu akan menjadi liar dan tidak membuat nyaman.
Lalu mereka akan membuangnya kembali lalu pergi tanpa ada kata kembali.
Kemudian perasaan itu hanya menimbulkan sakit dan menimbulkan tangis.
Rasa tangis tak berkesudahan sampai orang itu berpulang.

Lalu rasa itu menutup dirinya.
Rapat, rapat, dan rapat.
Hingga ada saatnya ada orang baru yang memberikan hatinya pada rasa yang sudah menutup rapat dirinya.
Rasa yang sudah mati.
Dan dengan bodohnya mencampakkan cinta yang sudah diberikan.
Karena dia hanya terlalu takut.
Dia hanya terlalu takut untuk jatuh cinta lagi.
Dia terlalu takut untuk sakit kembali.
Dia takut dimana dia akan dibuang lagi.
Dia takut untuk menangis kembali.
Dia takut untuk menanti lagi.
Dia takut untuk jatuh kembali.

Namun ketika semua ketakukan itu muncul,
harapan secerah senyuman terbit di lubuk hatinya.
Harapan agar dia siap jatuh kembali.
Harapan itu muncul dengan liarnya diantara seluk beluk labirin yang telah dibangunnya kuat-kuat.
Hingga akhirnya labirin itu runtuh.
Dan perlahan hati lain masuk.
Cinta itu tumbuh dengan hijaunya di padang pasir yang tandus.
Dan ketika sadar,
Semuanya sudah menjadi mimpi tadi malam.
Sudah terlambat.

-Francessa Adeline untuk Alegranya dan Reyno yang tak dapat dijangkau.

Walau kenangan lama, Cessa menangis kembali. Hatinya tidak siap. Mengapa Reyno tega sekali? Mengobrak-abrik hatinya seperti rubik?


- - - -


Altera bangun dengan nafas terengah-engah, mengapa mimpi itu datang ketika semuanya sudah terlupakkan? Apakah takdir ingin membawa Reyno kembali padanya?

"Ter, lo udah sadar?" Itu suaranya, suara Reyno yang penuh kelembutan.


- - - -


ini mimpi Altera di part sebelumnya ya!
vote n comment!


spam for next ayo kemon"


thanks 1k readers before may!!!
makasih semuanya!!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang