32

209 11 4
                                    

"Akhirnya kita ekskul juga." Ucap Jovan kegirangan.

"Iya, udah lama banget apalagi semenjak libur lebaran." Iya, Altera Devinci sudah menaiki kelas XI, rasanya sebentar sekali pengalaman yang telah dilaluinya di kelas X. Dia tidak sekelas dengan Reyno, mungkin itu lebih baik. Tapi entah mengapa hatinya sakit saat melihat nama Reyno di kelas Xira.

"Banyak yang terjadi selama ini." Ucap Jovan, semua orang tahu Jovan sedang menerawang jauh.

"Iya, banyak. Banyak yang berubah. Banyak yang menggantikan posisi gue, banyak juga yang tergantikan dalam hidup gue." Jovan menatap Altera lamat-lamat sebelum akhirnya besuara.

"Contohnya?"

"Yang mengisi otak gue dan hati gue."

"Siapa?"

"Gue bingung juga."

"Ayo semuanya kumpul, kita pemanasan dulu." Suara Indra, pelatih judo di sekolah Altera menginterupsinya. Jovan memang tidak bersekolah di sana, tapi dia datang hanya sekedar memaksimalkan latihannya. Atau ada hal yang lain?

- - - -

Dua jam berlalu, Altera yang bersemangat dan penuh energi tergantikan oleh keluhan dari mulutnya serta peluh yang membasahi dahinya. Begitupun dengan anak-anak judo yang lain, efek liburan. Altera mengganti bajunya dan bergegas pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.

Altera menunggu angkot atau angkutan umum lainnya untuk megantarnya pulang. Katakan saja Altera cupu atau semacamnya. Nyatanya setiap dia menaiki angkutan umum dia selalu takut ada hal buruk yang menimpanya, mungkin terlalu banyak menonton film. Suara deruman motor yang sama seperti sebelumnya berhenti tepat di depannya. Orang itu membuka helm full facenya dan menampilkan wajah kaum adam yang bisa terbilang cantik dan imut itu. Iya, dia Jovan.

"Lo belom dijemput?" Altera menggeleng sebagai balasan.

"Naik. Pulang sama gue aja."

"Gak usah, gue gak ma.."

"Gak ada penolakkan. Ayo naik." Nadanya tetap lembut namun tegas membuat bulu kuduk Altera naik dengan sendirinya.

Dia sempat kesulitan menaiki motor yang sangat tinggi itu sambil berusaha menutup roknya, harusnya dia tidak usah mengganti baju judonya tadi. Jovan melepas jaket kulitnya dan memberikannya pada Altera.

"Buat nutupin paha lo, biar lo gak masuk angin juga." Altera hanya diam sampai akhirnya berhasil menaiki motor tersebut. Kemudian motor itu melenggang, membelah jalanan kota Jakarta yang jarang sepi seperti ini.

Mungkin dewi fortuna sedang berpihak padanya. Altera ingin cepat-cepat sampai di rumah karena tak bisa menetralisir kerja jantungnya lagi. Ada apa dengan dirinya?

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Jovan sampai ke rumah Altera. Altera memberikan jaket Jovan kembali pada yang empunya.

"Pakai aja, anggep sebagai permintaan maaf gue ke lo pas gue menghilang waktu Mahesa celaka gara-gara gue."

"Gak usah. Ini ambil aja, lagian gue udah maafin kok."

"Lo yang simpen. Siapa tau butuh jaket itu di saat mendesak. Dan gue juga percaya, jaket ini selalu melindungi gue, mungkin hal itu akan terjadi lagi sama lo."

"Ya udah, makasih ya." Altera malas berdebat, pasalnya seluruh tubuhnya sudah sangat lelah dan kasur sepertinya pilihan yang sangat menggoda untuk saat ini.

"Gue masuk duluan ya."

"Iya, lo masuk dulu aja, baru gue pergi."

Altera menaiki kamarnya, dapat dia dengar deruman motor Jovan yang semakin lama semakin menghilang. Tanpa membersihkan badannya terlebih dahulu, dia berbaring di kasurnya sambil menutupi matanya dengan tangan.

"Gue kenapa sih?!"

Altera melirik secarik kertas di meja belajarnya. Bukan secarik kertas tentang pelajaran, namun tentang sebuah puisi indah yang tiba-tiba dia dapatkan dalam kepalanya. Entah kenapa, belakangan ini dia sangat suka menulis puisi.

Cinta adalah kebahagiaan yang akan berakhir nestapa.
Rindu adalah temu yang mengundang pilu.
Harapan genap yang akhirnya lenyap.

Kisah kita, indah pada permulaan.
Berakhir menggenaskan.
Semua itu terlalu menyakitkan.
Walau sekedar dijadikan pelajaran.

Altera Devinci - 18, 06, 2018

Iya, cintanya dan Reyno sangat berakhir menyakitkan. Indah pada permulaan dan semakin lama berakhir dengan menggenaskan seperti ini. Andai Altera bisa memutar waktu, dia akan melakukannya. Dia tidak mau bertemu Reyno. Lebih baik dia yang tertabrak truk itu daripada Alegra. Lebih baik dia yang koma sekarang. Lebih baik dia mati, daripada harus bertemu mahluk rupawan yang menghadirkan cinta. Benar kata Maya, Dingin belum tentu beku, hangat belum tentu cinta, sayang belum tentu jadian. Mulai hari ini Altera bertekat, dia tidak akan menumpahkan bulir-bulir air mata untuk cinta kembali. Cukup hari ini saja yang menjadi terakhir kalinya dia menangis karena perasaan yang tak terduga.

Mulai hari ini dia buat suatu perjanjian yang akan tertanam di kepalanya, mulai tanggal tujuh belas Juli dua ribu delapan belas. Altera tidak mau mencintai orang lagi. Apalagi menangis karenannya.


- - - -

Saya kembali!!

Komen dong ah soms dehch!!

Rewrite The Scars ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang