Prolog

2K 243 32
                                    

2012

Hari itu, langit senja terlihat sangat cantik di atas sana. Warna cahaya matahari yang mulai berubah menjadi jingga kemerahan dapat membuat hati siapa saja yang melihatnya menjadi lebih tenang setelah seharian menjalankan aktivitas yang melelahkan.

Dibawah langit senja yang indah itu, berdiri seorang laki-laki dan perempuan yang sedang bersandar di sebuah kap mobil berwarna hitam mengkilap, yang terparkir asal di sebuah lapangan luas yang (mungkin saja) hanya mereka yang tahu tempat itu.

Kedua manusia itu terdiam. Tidak ada yang bersuara. Mereka berdua sibuk dengan detak jantung mereka masing-masing yang sejak tadi detaknya sangat tidak beraturan. Hanya suara burung dan kepakan sayapnya yang terbang di luasnya langit senja untuk kembali ke sarangnya. Selain itu, suara tiupan angin yang berhembus lembut juga menemani diamnya keadaan senja itu.

"Ehm," si lelaki berdehem dengan sengaja -mungkin untuk mencairkan suasana yang sedari tadi sepertinya -sedikit tegang.

Si perempuan yang mendengar deheman kecil itu melirik sekilas pada wajah tampan lelaki yang kini sedang menatap wajahnya intens.

"Maaf," Ucap lelaki itu pelan, namun masih tetap terdengar jelas di telingan si perempuan. Ucapan maaf itu terdengar sedih dan bersalah disaat yang bersamaan.

Diam. Tidak ada tanggapan dari si perempuan yang sekarang sedang menengadahkan kepalanya ke atas. Menatap matahari yang sudah mulai tenggelam dan sedikit tertutup awan di sebagian badan matahari.

Ia sedang mengontrol emosinya. Itu terlihat dari cara perempuan itu membuang napas pelan.

"Ame..."

"Jangan panggil aku dengan nama kecilku lagi." Ucap perempuan itu pelan namun sarat akan peringatan.

Bibir lelaki itu terkatup rapat saat mendengar pinta dari seorang perempuan yang dicintainya. Atau mungkin, pernah dicintainya.

"Maaf, ini semua salahku." Kata lelaki itu menyesal.

"Kamu suka sama dia?" Tanya Ame yang kini menatap lelaki itu, dan lelaki itu pun membalas tatapan Ame dengan ekspresi bingung. Bingung harus menjawab apa, bingung harus menjelaskan darimana.

"Sekarang, aku tau kenapa kamu berubah belakangan ini."

"Ame, aku bisa jelasin,"

"Setelah apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kejadian tadi siang?" 

"Dan kamu masih berusaha buat jelasin? Jelasin kalo kamu ternyata suka sama dia dan bahkan udah sayang sama dia sampai kamu cium dia dengan..." Nada bicara Ame terdengar naik satu oktaf dan bergetar. Perempuan itu terlihat masih berusaha menahan emosinya.

"Maaf," Hanya satu kata itu saja yang bisa lelaki itu ucapkan. Ia benar-benar merasa bersalah.

"Maaf karena aku udah secara nggak sengaja jatuh hati sama dia. Maaf."

Perempuan itu tersenyum, namun bukan senyum manis dan tulus yang biasanya ia tunjukkan pada lelaki di sebelahnya itu. Senyum itu, terlihat sangat miris, memprihatinkan, dan menyedihkan.

Perempuan itu menghembuskan napas pelan - entah untuk yang keberapa kali. Ia menahan dirinya untuk tidak menangis di depan laki-laki itu. Ia tidak ingin terlihat lemah dan rapuh. Ame menolehkan kepalanya menatap lelaki itu dalam.

"Aku paham, Sen." Kata Ame -masih dengan senyuman itu.

"Terima kasih sudah pernah menjadi bagian semangat hidupku. Terima kasih sudah mewarnai hari-hariku selama hampir tiga tahun ini. Terima kasih sudah mau jujur. Dan terima kasih sudah memberitahuku definisi patah hati yang sesungguhnya secara langsung." 

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang