Chapter 44

927 122 5
                                    

Lelaki itu menarik handle rem mobilnya ke belakang saat ia sudah memastikan mobilnya terparkir sempurna sesuai kotak parkir yang disediakan di area parkir tersebut. Setelah memastikan kaca spion yang tertutup dan mesin mobil yang dimatikan, kepala lelaki itu menoleh pada seorang perempuan yang sedang duduk diam di sebelahnya.

"Summer," tanya lelaki itu lembut sambil menggenggam erat tangan kanan kekasihnya.

"Gak turun? Atau masih mau disini dulu?" lanjut lelaki itu bertanya.

Perempuan di sebelahnya itu pun menoleh dengan ekspresi yang sangat mudah dipahami oleh lelaki itu. Mata sembab dan air muka yang sedikit ragu.

"Gak apa-apa kalo masih mau disini, aku tungguin."

Summer menghela napas pelan. "Kalo nanti aku nangis lagi gimana?" tanyanya. "Karena pasti aku nggak bakal bisa buat nggak nangis kayak tadi, malah mungkin bisa lebih kenceng dari tadi."

Hari ini, Zakky dan Summer mengunjungi makam ayahnya masing-masing. Setelah tadi jam sebelas mereka pergi ke makam ayah Zakky, sekarang mereka berdua telah sampai di tempat dimana ayah Summer tertidur selamanya.

Rasa ragu Summer untuk tidak langsung turun dari mobil membuat Zakky kembali mencoba untuk menenangkan gadisnya itu. Pasalnya, saat di makam ayah Zakky tadi, Summer terlihat cukup banyak mengeluarkan air mata saat dirinya mendoakan sekaligus bercerita pada ayah Zakky tentang rencananya untuk menikah dengan Zakky. Di makam ayah kekasihnya saja ia bisa menangis hebat seperti itu, bagaimana di makam ayahnya nanti? Ia takut jika membuat Zakky merasa tak nyaman karena ia terus menangis sedari tadi.

"Ame, emang ada yang salah kalau kamu nangis? Wajah kamu tetep cantik kok. Gak berubah kayak Annabelle," canda Zakky sambil menangkup kedua pipi tirus Summer, membuat perempuan itu sedikit memanyukan bibirnya.

Summer pun melepas tangkupan tangan Zakky dari kedua pipinya dengan sedikit kasar. Ia kesal karena Zakky tidak mengerti perasaannya. Ia pun langsung turun dari mobil dan pergi meninggalkan Zakky.

"Ame!" panggil Zakky saat Summer berjalan semakin cepat di depannya.

Tidak ada respon dari perempuan itu saat Zakky memanggil nama kecilnya. Bahkan Summer terlihat berjalan semakin cepat. Membuat Zakky mau tak mau sedikit berlari kecil untuk bisa menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Summer.

Setelah berhasil menyamakan langkah dengan kekasihnya, diambilnya tangan kanan perempuan itu dengan cepat. Menautkan jari-jari mereka, lalu digenggamnya semakin erat. Membuat Summer tidak akan pernah bisa kesal pada lelaki terlalu lama, bahkan lima detik saja tidak bisa. Wanita mana yang bisa marah jika selalu diperlakukan lembut seperti itu?

"Dasar nyebelin," gerutu Summer saat punggung tangan kanannya dielus pelan dengan ibu jari milik Zakky. Sedangkan lelaki yang sedang digerutu malah memberikan senyum terbaiknya.

****

HARIS ARMANDALU

Nama itu tertera tegas diukiran batu nisan berwarna abu-abu tua itu. Summer mengelus nisan itu dengan perlahan, seakan takut membuat lecet jika ia menyentuhnya terlalu kasar.

Tidak ada yang bersuara pada siang hari itu. Summer dan Zakky terlihat sedang khusyuk dengan pikiran atau mungkin doa yang sedang mereka panjatkan untuk orang yang sedang tertidur di dalam gundukan tanah itu.

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang