Chapter 37

838 143 21
                                    

Lelaki itu melepaskan kacamata hitamnya saat ia sudah memasuki taksi bandara yang tadi menawarkannya tepat ketika ia keluar dari pintu kedatangan.

Sorot matanya menatap jalanan sore Kota Semarang yang cukup ramai namun tetap tidak bisa mengalahkan ramainya dan macetnya Kota Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sorot matanya menatap jalanan sore Kota Semarang yang cukup ramai namun tetap tidak bisa mengalahkan ramainya dan macetnya Kota Jakarta. Suasana yang cukup hangat karena waktu memang sudah memasuki sore hari, membuatnya bisa cukup menikmati perjalanannya sore itu menuju ke suatu tempat.

"Kok nggak ke hotel dulu, Mas?" tanya Sopir taksi itu yang terkesan sedikit ingin tahu tapi lelaki itu sama sekali tak merasa terganggu. Walaupun wajahnya terlihat dingin, tapi aura ramah yang entah kenapa terpancar pada Sopir taksi itu, membuat keduanya tidak merasa ada kecanggungan disana.

"Mau jemput masa depan, Pak," ucap lelaki itu dengan nada bercanda yang membuat Sopir itu terkekeh geli.

"Masa depan gimana to, Mas? Lha wong Mas nya aja keliatan kayak bos gini, mosok masih mau jemput masa depan," logat jawa Semarang yang kental membuat Zakky merasa nyaman berbincang dengan Sopir itu.

"Calon istri, Pak," Sopir itu tertawa sambil mengangguk-angguk paham.

"Oalah yo pantes, kalo itu kudu dijemput, Mas, sebelum diambil orang," kata Pak Sopir dengan semangat 45 sambil menatap Zakky dari kaca spion diatas matanya.

Zakky tertawa kecil menanggapi kalimat Sopir itu. Semoga aja dia belum diambil orang. Batin Zakky berdoa.

"Semoga ya, Pak," si Sopir membenarkan kaca spionnya agar bisa melihat wajah Zakky dengan seksama.

"Kita sempet putus sebenernya, nah sekarang saya mau ngajak dia balikan terus mau saya ajakin nikah,"

"Loh ini berarti masih putus?" tanya Pak Sopir itu yang tiba-tiba saja tertarik dengan masalah percintaan Zakky. Lelaki yang duduk di kursi penumpuang itu pun mengangguk tanpa bersuara.

"Tak doain semoga Mbaknya mau sama balikan sama Mas, lha wong gantenge koyo ngene kok, masa ndak mau," Zakky tertawa saja mendengar celotehan yang muncul dari mulut Sopir itu. Masalahnya bukan karena gantengnya Zakky, tapi memang perempuan yang sedang ia kejar itu bukan tipe perempuan yang melihat laki-laki dari wajahnya saja, ditambah dengan beberapa kejadian yang membuat hubungan mereka semakin jauh.

Setelah pembahasan tentang 'masa depan' Zakky, kini mereka kembali berbincang tentang Pak Sopir itu. Dan Zakky lah yang kini banyak bertanya pada Sopir itu. Tentang sudah berapa lama beliau bekerja sebagai sopir taksi bandara sampai ke keluarga Sopir itu.

Tak lama setelah perbincangan itu, taksi bandara yang ditumpangi Zakky mulai memasuki area parkir sebuah kafe yang cukup banyak pengunjungnya pada sore itu. Pak Sopir menilik tulisan besar di atas pintu masuk kafe itu dengan seksama.

"Summer's Cafè, bener disini ya, Mas, tempatnya," ucap Sopir itu pada Zakky.

Zakky yang sudah menyadari jika ia telah sampai di tempat tujuannya kini merasakan ada degupan hebat dari dalam dadanya. Sepertinya ia cukup deg-degan untuk bertemu Summer hari ini. Ia mendapatkan alamat kafe Summer dari Nyonya Weny yang beberapa hari lalu menyuruhnya untuk bertemu dengan anak perempuan semata wayangnya itu.

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang