Chapter 15

992 163 17
                                    

Akhirnya semua sama saja.

Tidak ada yang bisa merubah kata terlambat menjadi kesempatan.

-----

Menyesal.

Satu kata itu mewakili apa yang lelaki itu rasakan sekarang. Sesaat setelah ia mengungkapkan semua perasaannya pada perempuan yang ia sayang, dunianya seakan runtuh saat perempuan itu mengucapkan satu kata yang sangat menusuk hatinya.

"Terlambat."

Bahkan suara perempuan itu masih terdengar halus di kedua telinganya, padahal ia sudah tidak bersama perempuan  itu dan berada di ruangannya sekarang. Sambil meneguk segelas wiski yang sengaja ia sembunyikan di kulkas kecil ruangannya.

Awalnya, ia hanya ingin meminum sedikit wiski yang ia punya agar pikirannya bisa kembali normal dan tidak terfokus pada satu perempuan saja. Hal yang memang biasa ia lakukan jika ia sedang banyak pikiran. Meneguk segelas atau dua gelas wiski dengan sebatang rokok yang ia nyalakan dan menghisapnya secara perlahan. Kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika ia merasa terlalu banyak beban di pundaknya.

Tapi malam itu, sepertinya ada sedikit kesalahan di otaknya sehingga ia terus menerus menuangkan wiski ke gelas kecil yang ia gunakan untuk meminum wiski. Bahkan, setelah tegukan ketiga, ia menyingkirkan gelas itu dan memilih untuk langsung meminum wiski dari botolnya.

Entah sudah berapa tegukan yang ia  minum, kini kepalanya terasa semakin berat dan pandangannya terasa berputar-putar. Badannya pun terasa panas, membuatnya membuang sembarangan jas dokter yang sedang ia kenakan. Tubuhnya ia rebahkan diatas sofa berwarna coklat tua yang sedang ia duduki sekarang, menutup matanya dan berharap semua yang terjadi hari ini adalah mimpi.

Tok tok tok

Sebuah ketukan pintu terdengar di kedua telinganya, namun tidak ia hiraukan. Kepalanya terlalu pusing dan matanya yang terasa berat untuk terbuka walaupun hanya setengah, membuatnya tidak mempedulikan jika ada seorang perempuan yang kini masuk ruangannya dan memandang khawatir keadaannya.

"Arsen," panggil perempuan itu pelan.

Sebuah sentuhan lembut dipipinya mampu membuatnya sedikit membuka mata, kedua sudut bibirnya tertarik keatas saat ia melihat wajah seorang perempuan yang sangat ia sayangi.

"Ame?" Batinnya berucap.

Dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang ada, lelaki itu langsung menarik pergelangan tangan perempuan itu sedikit kasar dan memeluknya seerat mungkin.

"Maafin aku," kata lelaki itu tanpa sadar.

"Maafin aku, Ame,"

"Jangan pergi, maafin aku."

*****

Waktu berjalan terasa begitu cepat. Arsen menggeliat di tempatnya tidur yang kini terasa begitu sempit, membuat lelaki itu membuka mata perlahan dan sedikit kaget saat pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik seorang perempuan yang sedang tertidur pulas di dada bidangnya.

Arsen menghela napas berat. Pandangan laki-laki itu beralih pada atap ruangannya yang berwarna putih dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi padanya tadi malam.

Satu helaan napas berat kembali terdengar dari bibir lelaki itu. Setalah ia mencoba mengingat-ingat kejadian tadi malam, ia merutuki dirinya sendiri yang berani-beraninya meminum wiski sebanyak itu, hampir lebih dari setengah botol Royal Brewhouse ia habiskan dan efek dari itu, membuat ia menyesalinya. Ya walaupun ia masih sedikit lega karena baju keduanya masih terpasang di tubuh masing-masing tanpa ada yang terbuka sedikitpun.

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang