Chapter 26

815 139 7
                                    

"Dan Haris Armandalu, bokap lo, termasuk ke salah satu calon tersangka pembunuhan Om Rafa,"

DEG

Seperti tersambar petir, tubuh Summer langsung menegang sekaligus lemas. Air mata yang tadi bersembunyi di balik kedua mata indahnya, kini perlahan keluar menuju pelupuk matanya.

"Maksudnya?" Tanya Summer dengan suara yang sudah bergetar, mencoba memastikan apa yang baru saja ia dengar.

Alvyn menggenggam tangan kanan Summer yang ada di atas meja makan. Mencoba memberikan ketenangan pada perempuan itu.

"Om Haris terlibat di kasus ayahnya Zakky, Ame. Dan posisi bokap lo bukan sebagai saksi lagi,"

Peluh bening yang tadi bersembunyi kini telah jatuh bebas di pipi mulus Summer. Wajah perempuan itu memerah dengan mata yang masih menatap Alvyn tidak percaya.

 Wajah perempuan itu memerah dengan mata yang masih menatap Alvyn tidak percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue tau ini nggak mudah, Ame. Tapi sepertinya hubungan lo sama Zakky lebih baik jangan dilanjutin. Gue nggak mau perjuangan Zakky selama ini buat ungkap kasus kematian ayahnya berhenti karena hubungan kalian berdua, lo ngerti kan, Ame?" Ucap Alvyn memberikan pengertian pada Summer.

Wajah cantik wanita itu semakin basah dan memerah karena air mata yang tak henti-hentinya keluar dari kedua mata indahnya. Kabar yang baru saja ia dengar sungguh membuat dirinya seperti tersambar petir. Seandainya ia boleh memilih, ia ingin tuli seketika ketika Alvyn menceritakan itu semua. Pikirannya kacau. Hatinya patah. Ia seperti kehilangan arah. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Alvyn yang melihat Summer yang begitu terpuruk langsung berpindah tempat untuk duduk di sebelah Summer. Kedua lengan kekarnya merengkuh tubuh Summer yang masih mematung dan menangis tanpa suara. Alvyn berharap, semoga yang dilakukannya sekarang adalah jalan terbaik bagi semuanya.

"Maafin gue. Maafin gue, Ame." Ucap Alvyn dalam hati.

****

Perempuan itu turun dari taksi online yang mengantar dirinya sampai di depan rumah berwarna putih dengan pagar yang masih tertutup rapat.

Perempuan itu berjalan lunglai dengan tatapan mata yang seakan tidak bernyawa sama sekali. Pikirannya terlalu penuh dengan kenyataan yang baru saja dia dapatkan. Ingin rasanya ia memukul kepalanya sekeras mungkin agar terjadi gegar otak di kepalanya yang bisa membuat ia lupa apa yang baru saja terjadi dan bisa menjalani hari-hari berikutnya seperti biasanya.

Pandangannya tiba-tiba menjadi buram saat semua kenangan bersama seorang lelaki yang beberapa waktu ini selalu bersamanya muncul dipikirannya. Saat air mata mulai jatuh dari mata kanannya, suara seorang lelaki paruh baya memanggil namanya lembut.

"Darrin?" Panggil lelaki itu dari teras rumah bercat putih itu. Segera saja perempuan itu berbalik dan menghapus air matanya secera kasar, asal tidak ada bekas basah di pipinya. Perempuan itu memaksakan senyum pada ayahnya yang tersenyum karena dirinya datang ke rumah kedua orang tuanya.

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang