Chapter 32

752 147 16
                                    

Suasana malam itu terasa semakin dingin diikuti dengan detik jam yang terus berjalan perlahan, menemani seorang lelaki yang sedang menatap sebuah rumah dalam diam. Entah sudah berapa lama ia berada di dalam mobil dan hanya diam saja melihat sebuah rumah bercat putih yang kini sudah mulai terlihat sepi.

Malam itu, pukul dua belas malam, kedua mata lelaki itu membulat saat melihat seorang yang ingin sekali ia peluk berjalan keluar dari dalam rumahnya, diikuti oleh kakak sepupunya yang menggandeng tangan perempuan itu lembut.

Saat kedua orang itu sudah berjalan sekitar kurang lebih seratus meter, lelaki itu baru berani turun dari mobilnya dan menutup pintu mobilnya perlahan, lalu berjalan mengikuti kedua orang tadi.

Dari balik pohon di sebuah taman komplek, Zakky, lelaki yang sejak tadi mengikuti langkah kaki Summer dan Giatra menuju taman komplek dapat melihat jelas bagaimana hancurnya Summer pada malam hari itu. Ia melihat bagaimana kerasnya Summer menangis dibalik pelukan kakaknya sambil memanggil-manggil ayahnya yang sudah tiada.

Jika saja Zakky punya keberanian, ia ingin sekali berada disamping Summer saat ini. Ia ingin menggenggam tangan perempuan itu dan memeluknya saat Summer merasa lemah dan tak berdaya seperti sekarang ini. Tapi, sepertinya lelaki itu cukup pengecut dan hanya mampu melihat perempuan yang sampai sekarang masih sangat ia sayangi menangis hancur. Dirinya entah kenapa merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Summer dan keluarganya.

******

P

agi itu cuaca cukup cerah untuk menikmati secangkir coklat panas dan sepotong sandwich yang dibuat dengan resep sendiri. Wanita itu memainkan sebuah lagu dari aplikasi Spotify nya yang ia salurkan melalui speaker bluetooth berwarna biru muda miliknya.

Alunan lembut dari melodi lagu Love dan suara tenang dari Ashton Davila menemani paginya yang tidak begitu sibuk saat itu. Sambil memakan sandwich yang tadi dibuatnya dengan sesekali menggumamkan alunan lirik dari lagu Love yang ia dengarkan pagi itu, wanita itu membuka majalah ELLE edisi aktor Korea favoritnya.

Hari, bulan, dan tahun berlalu. Kejadian demi kejadian yang menimpa dirinya terasa bagaikan mimpi buruk yang menjadi nyata. Ikhlas yang diajarkan oleh hidup sangat mampu merubah hidupnya dan pola pikirnya untuk bisa lebih menghargai waktu dan orang-orang yang ia sayangi. Bukan perkara mudah baginya untuk bisa menerima kehilangan ayahnya sekaligus seorang lelaki yang ia pikir akan duduk berdua bersamanya di pagi hari dan menikmati sarapan berdua dengan tawa serta celotehan yang romantis.

Perempuan itu menghela napas saat ingatan tentang lelaki itu kembali muncul di pikirannya. Pandangannya tiba-tiba menjadi buram karena air mata yang tanpa ijin meminta keluar. Sepertinya salah jika ia meminum susu coklat hangat pagi-pagi seperti sekarang ini, karena bayangan lelaki itu semakin membuatnya ingin meluapkan perasaannya sekarang. Dikedipkannya kedua mata indah itu beberapa kali agar ia tidak menjatuhkan air mata itu lagi. Setidaknya, jangan sekarang, karena ia bertekad untuk bisa memulai hidup barunya.

Perempuan itu tersenyum ke arah pintu kamar yang terbuka saat melihat seorang perempuan dengan seragam PNS nya lengkap menghampiri dirinya dengan balasan senyum yang tak kalah manis.

"Morning," sapa perempuan itu pada ibunya.

"Pagi sayang, wah sandwich apa nih?" tanya perempuan paruh baya yang sudah duduk di depan putrinya sambil mengambil satu potong sandwich yang sudah dipersiapkan putrinya.

"Cuma potongan tuna balur telur sama beberapa sayuran kayak biasa sih,"

"Hmm! Udah kamu buka cafe aja sana. Ini enak banget, Ame!" ucap ibu Summer dengan sangat antusias setelah mencicipi sandwich buatan anak perempuannya.

SUMMERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang