Malam ini Tara dan Dio terlihat akur, meskipun keduanya tidak melakukan interaksi apapun selain duduk bersebelahan, menonton acara TV kesukaan mereka sambil menikmati kue kering buatan Eva.
Sesaat, Tara melirik ke arah Eva yang keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi, sebelum kembali melihat acara TV. "Mau ke mana, Bu?"
Eva melirik sekilas, lalu bercermin. "Kondangan. Kamu sama Dio jaga rumah, ya."
"Sama siapa?"
"Om Arsen."
"Bilang aja mau malam mingguan," cibir Tara tak suka.
"Ya, sekalian, Dek," kekeh Eva.
Tara mendengus. Memilih diam.
"Kalian mau dibeliin apa?" Eva memang sering pergi dengan Arsen, dan pulang membawa apapun yang Tara dan Dio inginkan.
"Richeese aja," ujar Dio pertama kalinya.
"Adek mau apa?" tanya Eva pada Tara.
"Samain aja."
"Oke, Ibu berangkat, ya," katanya seraya berjalan ke ruang tamu.
Setelah mendengar suara klakson mobil dari luar, Dio berjalan ke arah ruang tamu, mengintip di balik gorden, Eva dan Arsen sudah meninggalkan pekarangan rumah. Lalu Dio kembali ke ruang tengah.
"Mereka udah berangkat?" Dio mengangguk.
Di sebelahnya Tara menghela napas panjang. "Gue gak suka mereka sering pergi."
Dio mengangguk setuju.
"Ibu bakal serius gak, sih?"
"Lihat aja nanti." Dio mengedikkan bahunya. "Lo setuju Om Arsen jadi ayah tiri kita?"
Dengan cepat Tara menggeleng. "Gue udah nyaman dengan keluarga kita yang sekarang. Lo sendiri setuju?"
"Gue ... " Dio menatap lurus ke depan. Memikirkan apa yang akan terjadi jika tiba-tiba Arsen melamar Ibunya. Belum sempat Dio menjawab, bunyi dering ponsel Tara mengganggu.
Raka is calling ....
"Apa?"
"Gue di depan rumah lo."
"Bentar."
[].
Raka sudah duduk santai di bangku teras sambil asik memainkan ponselnya.
"Lo kok gak bilang mau ke sini?" Pertanyaan itu membuat atensi Raka teralihkan pada Tara yang berdiri di depan pintu dengan piayama bergambar donat kebanggaannya.
"Gue udah telepon lo barusan. Lagi pula, gue 'kan emang mau ambil brownies."
"Lo bilangnya sore, gue kira gak jadi."
"Yang penting gue datang."
"Ya udah, gue ambil dulu browniesnya." Tara pun kembali masuk ke dalam rumah.
Selang beberapa menit Tara kembali dengan goodybag di tangannya. "Nih, dua 'kan?" Raka mengangguk, Tara menyimpan goodybag di atas meja. Lalu duduk di sebelah Raka yang terhalang meja, ia melihat sekotak donat, "Lo mau ngapel?"
"Iya. Nih," ucap Raka seraya mendekatkan kotak donat itu pada Tara.
Tara mengernyit heran. "Maksudnya?"
"Ini buat lo, Tara." Sebenarnya Raka tidak berniat membelikan donat untuk Tara, tapi ucapan Nando tadi siang tidak salah juga. "Gue tahu lo biasa ngemil batu apung, makanya gue bawa ini biar lo gak bosen."
"Ih!" Tara memukul bahu Raka dengan kencang.
Raka meringis karena pukulan yang diberikan Tara. "Coba ubah sikap bar-bar lo. Dasar Badak."
"Gue gak bar-bar!" bantah Tara.
"Makan sana, gak usah malu-malu. Gigi lo udah gak tahan 'kan pengen ngemil?"
Tara tak mengindahkan candaan Raka, ia menatap lelaki itu serius. "Lo gak perlu bawain gue donat segala kalau mau ke sini."
"Gue pengin bawa."
"Gue gak enak aja sama pacar lo."
"Kaila gak mempermasalahkan kok."
Mendengar jawaban Raka yang santai, membuat Tara mendengus. "Kedunguan lo jangan dibiarin menjalar sampai ke pankreas dong, gak ada cewek yang gak mempermasalahkan cowoknya malam-malam antar makanan buat cewek lain. Terlebih lagi gue mantan lo."
[].
Haiuuuu
Udah lama ga apdet nih:((
Happy weekend gaes💙
—Salam donat;)
21/04/19
KAMU SEDANG MEMBACA
TARAKA ✓
Teen FictionTara Givanka tidak pernah menduga sebelumnya kalau ia akan menjadi saudara tiri Kaila, pacar dari mantannya; Raka. Azraka Tasena Dirgantara dibuat shock melihat 'mantan calon mertua-nya' berada di rumah sang pacar. Di depannya, perempuan paruh baya...