• 77 •

3.9K 221 9
                                    

"Kita temenan aja, Kai."

Tangan Kaila yang selesai menempelkan plester di pelipisnya mendadak kaku. "Maksud kamu?"

Raka memegang tangan Kaila. "Aku gak mau nyakitin kamu lagi."

Kaila menengadah, melihat langit-langit UKS. "Kamu tahu kan aku disuruh jadi Pramugari sama mendiang mama dulu." Ia menerawang jauh ke masa kecil. "Papa sering masukin aku les di luar tapi gak pernah sekali pun aku ikuti, belajar sama Tara pun cuma berlaku beberapa hari, aku gak bisa bikin kue, payah di semua pelajaran kecuali bahasa.

"Bahkan kasih sayang Papa terbagi menjadi tiga. Semalam papa marah gara-gara tahu nilai-nilaiku ancur banget, kecewa sih tepatnya. Papa banding-bandingin aku sama Tara yang jelas lebih di atas aku. Dan sekarang ... kamu, kamu mau ninggalin aku juga dan balik lagi ke Tara? Kamu ngerti 'kan gimana perasaan aku?"

Raka mengangguk. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Kaila saat ini. Dulu ... Tara juga sama, ia menemukan sosok perempuan berseragam yang sama dengannya di halte sekolah dengan mata berair seraya berguman, "Tara kangen Ibu."

Dari situ lah kisah mereka dimulai, Raka yang menjadi penghibur Tara meskipun hanya ditanggapi dengan seulas senyum tipis, menemaninya makan Richeese sepulang sekolah, membawakan donat malam hari, dan mengajak Dio bermain PES bersama. Berlanjut pada hari di mana Raka mengungkapkan perasaannya, mereka kian dekat, dengan kesabaran Raka yang menghadapi sikap cuek Tara.

Hingga akhirnya Raka merasa di titik jenuh dengan hubungan mereka yang monoton, selalu ia yang lebih dulu memulai dan Tara menanggapinya dengan bodo amat. Wajar kan, jika dulu ia memutuskan hubungan mereka? Ia ingin bersikap egois sekali saja, ingin merasakan indahnya pacaran seperti orang-orang. Meski mungkin hidup Tara dan Dio kembali seperti sebelum ada dirinya.

Raka menyugar rambutnya ke belakang, dadanya sesak. Rasanya seperti kejadian saat ia mengatakan bahwa tidak bisa berhubung lagi dengan Tara. Kali ini Kaila bahkan lebih patah.

"Maaf, Kai. Maaf." Raka menggenggam tangan Kaila erat. "Aku gak bisa bohongin perasaanku lagi."

"Selama ini kamu anggap aku apa, Ka?"

"Aku minta maaf."

Kaila menghentakan tangannya, membuat genggaman Raka terlepas. "Aku kecewa sama kamu!"

Raka menghela napas kasar. Semua yang dikatakan Tian benar. Banci, tolol, bangsat, pengecut memang dirinya. Ia menghela napas kasar, kemudian teringat pesan pak Andi yang mengabari orang tuanya, Raka segera mengobati lukanya sebelum mendengar ceramah dari Kiera.






[].

Jengjengjeng~
Galau malam sabtu buat Kaila:(((
Dibanding-bandingkan dengan yang lain mungkin niatnya untuk memotivasi, tapi ada beberapa anak yang justru merasa hina setelahnya. Tidak menyalahkan pihak mana pun, karena karakter tiap manusia berbeda.
Bagi yang merasa kalah dengan anak tetangga, gak pa-pa, tunjukan bahwa kamu punya cara tersendiri untuk memperlihatkannya tanpa mengikuti orang lain.
Tumben kan bijak:(




-Salam donat;)
11/10/19

TARAKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang