• 72 •

3.9K 216 3
                                    

Tara merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan, lalu meniup poninya. Melonggarkan sweater navynya saat terik matahari mulai naik ke atas.

"Gak usah dirapihin. Udah cantik, kok." Tian melebarkan senyumnya kala Tara menatapnya malas. "Serius."

Tara membenarkan ikat rambutnya. "Makan yuk, laper gue."

"Mau apaan?"

"Bubur aja."

"Itu aja?"

"Gak usah sok nawarin. Nanti juga gue beli sendiri kalo mau," ucap Tara.

Perempuan itu berjalan lebih dulu ke gerobak bubur ayam di pinggir jalan. "Bang, buburnya dua, ya!"

"Siap, Neng."

Tara duduk di depan Tian yang sibuk dengan ponselnya. Entah sedang apa, Tara tak pernah ambil pusing.

Sedetik kemudian, Tian mendongak, tatapan mereka bertemu. "Suka badak gak, Tar?"

Tara mengernyit. "Nggak."

"Berarti sukanya sama gue, 'kan?" Tian menaik turunkan alisnya.

"Mending suka sama badak!" Tara mendelik kesal, membuang pandangannya ke arah lain.

Tian merenggut. "Jahat. Gue merasa hina kalau kayak gini caranya."

"Tahu najis, gak?"

"Yang pasti bukan gue! Gue masih suci tanpa dosa, nih."

Tara memutar matanya malas.

Dua mangkuk bubur ayam sudah siap untuk dimakan, dengan cekatan Tian mengaduk buburnya. "Abis ini mau ke mana?"

"Balik?"

"Langsung aja, nih?"

"Iya."

"Gue mau nembak lo, nih."

Perkataan itu sukses membuat Tara tersedak. Ia mengambil teh yang disodorkan Tian, lalu menenggaknya sampai tandas. Tatapan tajamnya terarah pada lelaki di depannya.

"Kenapa, sih?" tanya Tian yang tak terima mendapat tatapan seperti itu.

"Menurut lo?"

"Gue serius."

"Gue juga serius. Gue gak bisa nerima lo, sori. Perasan gak bisa dipaksain." Setelah itu ia membayar pesanannya, meninggalkan Tian yang masih tertegun.

Tara tahu, cepat atau lambat ini pasti terjadi. Tian akan menyatakan perasaannya dan sudah seharusnya ia menolak.

"Tar."

Tara mempercepat langkahnya.

"Tara, plis," Tara menoleh saat Tian mencekal pergelangan tangannya. "Gue belum beres ngomong."

"Apa lagi? Gue udah jelas gak bisa."

"Tar?" Tian menatap perempuan di depannya heran. "Gue kira kedekatan kita selama ini ... "

"Lo salah paham." Tara melepas tangan Tian di pergelangan tangannya, menyetop angkot secara acak lalu menaikinya tanpa menoleh lagi ke belakang.

Tara memejamkan matanya sejenak. Perasaan gak bisa dipaksain, Tar.

Iya, itu yang selalu Eva katakan padanya. Saat ia bertanya kenapa orang tuanya berpisah, Eva menjawab, "Ibu gak bisa nahan papa kalau emang bukan ibu yang papa cari. Perasaan gak bisa dipaksain. Lebih baik sakit hari ini ketimbang nantinya hidup dalam keterpaksaan."

Maka, ia membiarkan Raka memutuskan hubungan mereka dulu. Ia tidak mau egois memaksa Raka tetap bersamanya sementara lelaki itu tak mau.








[].



Kyaaaa!!!!!



—Salam donat;)
01/10/19

TARAKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang