• 18 •

4.5K 264 5
                                    

Raka duduk di ruang TV, memerhatikan kedua perempuan yang tengah mengobrol mengenai fashion remaja masa kini di dapur, sementara tangan keduanya sibuk mencetak adonan kue.

"Mami juga masih pengin pakai fashion remaja saat ini, lucu-lucu gitu. Jadi ingat masa muda," celoteh Kiera.

Sebelum Tara menimpali, Raka sudah lebih dulu menyeletuk. "Bagus deh, Mi, ingat masa muda. Jadi sadar kan sekarang udah tua."

Sebuah lemparan gunting kecil mengenai Raka, membuat sang empunya meringis kaget. "Astagfirullah, kalo kena muka Raka ini bahaya loh, Mi. Bisa dilaporin ke kak Seto ini."

"Diem, deh. Nyahut mulu urusan cewek!" balas Kiera.

Tara yang melihat mereka hanya tertawa. Berada di sini memang selalu melihat pemandangan tak membosankan. "Mami masih bisa kok pakai fashion remaja, yang modelnya sesuai sama Mami."

Kiera menatap Raka seolah, 'Tuh, jadi anak harus kayak Tara, dukung mami dong!'

"Wah, tahu gitu gue gak usah ngajak Tara ke sini," gumam Raka yang merasa posisinya sebagai anak terancam.

"Oh iya, minggu lalu mami coba sendiri bikin kue yang resepnya kamu kasih waktu itu. Lumayan lah, meskipun gak seenak buatan kamu. Hihi .... "

"Serius, Mi? Gimana? Gampang 'kan?" Tara membulatkan matanya.

"Ya, gampang sih, cuma mami kerepotan pas Arlan ngerecokin. Raka tuh, gak mau jagain adiknya!" Lagi-lagi Kiera mengkambinghitamkan Raka.

"Haha, sita aja Mi, motornya."

"WiFi pernah gak mami isi selama liburan kemarin, eh, dia malah minta uang tambahan buat beli kuota. Kalo motornya mami sita, dia gak akan minta beliin mobil 'kan?"

Tara tergelak. "Nggak kayaknya Mi, Raka 'kan gak bisa bawa mobil."

Kiera terkekeh geli. "Kamu bener. Mami emang gak ngizinin dia belajar mobil. Bisa-bisa makin males aja buka buku sekolah." Kiera mengganti loyang kue yang sudah matang dengan memasukan adonan yang sudah dicetak tadi ke dalam oven. "Selama putus dari kamu, Raka itu malesnya minta ampun! Kadang papi yang harus bantu Raka ngisi tugas ini lah, itu lah."

Tangan Tara yang sedang mencetak adonan ke dalam loyang mendadak kaku saat Kiera membahas Bian dalam proses belajar Raka, hatinya agak tersentil. "Raka beruntung, om Bian peduli dengan perkembangan Raka."

"Iya, sih. Tapi mami jengkel aja, Raka gak paham-paham sama materi di sekolah."

"Kecerdasan seorang anak itu menurun dari ibunya, jangan salahin Raka, dong."

Kiera membalikkan tubuhnya menghadap Raka, tepat di belakangnya. "Jadi maksud kamu, mami yang bodoh gitu?!"

Raka menggeleng cepat. "Nggak, nggak. Raka cuma bilang kapasitas kita sama aja. Ih, mami mah baper."

Kiera mendengus. Lalu kembali membalikkan tubuhnya.

Tunggu, sejak kapan Raka di sini? Padahal tadi Tara melihatnya masih sibuk dengan ponsel di ruang TV. Dengan terhalang bulu matanya yang lentik, ia melirik gerak-gerik Raka yang duduk di seberangnya, mencomot adonan kue.

"Manis nih, apalagi sambil lihat yang cantik-cantik," ujar Raka.

"Jangan dimakanin terus. Lo Kira bikin adonannya sebentar?!"

"Dikit lagi, ketagihan nih, gue." Raka mencomot lagi adonannya.

"Udah, udah, kok kalian yang ribut. Raka masukin kue yang di loyang ke toples, Tara cuci tangan aja, biar mami yang lanjutin, sedikit lagi kok."

Tara mengangguk, lalu mencuci tangannya di wastafel. Dulu, ia juga sering di sini, bersama Kiera dan Raka mencetak adonan kue hasil resep pemberian Eva.






[].


Apdet lagi deh muehehe
Vomments ya gaes jangan lupa!😊😊



—Salam donat;)
15/06/19

TARAKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang