• 9 •

4.9K 336 15
                                    

Hari kamis adalah hari yang menyebalkan bagi seluruh siswa kelas XI IPS 1, di mana jadwal olahraga berada pada jam terakhir. Selain panas matahari yang menyengat, gurunya pun sangat tidak santai.

Namun, Tara izin tidak mengikuti olahraga karena perutnya yang mendadak melilit, maagnya kambuh. Ia pun berjalan menuju UKS sendirian.

Sesampainya di sana, ada Raka yang sedang berbaring. "Sakit, Tar?" Ini pertama kalinya Raka berbicara lagi dengannya.

"Iya," jawabnya sambil duduk di atas brangkar yang bersebelahan dengan Raka.

"Maag lo kambuh lagi, ya?"

Tara mengangguk. "Lo sendiri, ngapain di sini?"

Raka membuka lemari obat yang ada di sebelahnya, lalu menyerahkan antasida pada Tara yang langsung perempuan itu minum. "Males, gue kira Geografi gurunya bakal ganti," ujar Raka yang kembali duduk di brangkarnya.

"Kebiasaan banget sih, kapan pinternya coba lo?" Entah kenapa Tara tidak suka dengan kebiasaan buruk Raka yang satu ini.

Raka berdecak kesal. "Tar, lo bayangin aja empat jam dengerin Pak Kusnadi ngalor-ngidul bahas Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia, letak strategis lah, negara kepulauan lah, bikin ngantuk! Apalagi kalo dia ngomong bakal ada banjir bandang tiba-tiba, ngeselin gak itu guru satu!"

"Itu resiko lo masuk IPS, kalau gak suka sama Pak Kusnadi pindah aja sana ke IPA, Lo bakal ketemu Bu Nia sama Pak Karto."

Raka bergidik ngeri membayangkannya.

"Belajar itu jangan mandang siapa gurunya, suka gak suka, terima aja selama lo butuh dengan guru itu—"

"—Fokus sama tujuan lo sekolah!" Raka menyambung nasihat Tara. "Kata-kata lo udah ada di luar kepala, saking sering banget gue denger sampe bikin sakit kepala."

Tara mendengus mendengarnya.

"Lo mau pulang gak? Gue antar," katanya.

"Gue bisa balik sendiri." Tara menolaknya, ia tahu yang Raka lakukan hanya basa-basi semata.

"Serius. Lo gak perlu segan kalau butuh apa-apa, lo bisa minta bantuan gue, kapan pun." Raka menatapnya lekat.

Tara menatap Raka sinis. "Gue kira setelah dari rumah gue malam itu, lo bakal mikir."

Raka tertawa keras. "Kalo lo kira gue bakal berubah karena tiba-tiba gue gak ngehubungin lo lagi, lo salah. Gue gak ada kuota, papi matiin WiFi gara-gara gue ketahuan turun ranking."

"Lagi pula gue yakin, lo cukup waras dengan gak akan mengantar gue pulang, sementara pacar lo lagi olahraga di lapangan outdoor."

Raka memicingkan matanya. "Kalian gak berantem 'kan?"

"Nggak lah, gila." Tara memutar matanya malas.

Terjadi hening untuk beberapa saat sebelum Raka kembali berbicara. "Tar, gue 'kan alumni hati lo nih, ya, jadi jangan heran kalau gue sering berkunjung ke hati lo lagi."

Tara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia melihat Raka yang tersenyum jenaka sebelum meninggalkannya sendiri di UKS.

Dasar idiot! Kenapa juga gue pernah suka sama cowok macam dia!

[].

Bel berbunyi nyaring seantero sekolah, kelas XI IPS 1 sudah membubarkan diri dari lapangan yang panas.

Karina beranjak dari duduknya, sengaja berjalan misuh-misuh di tengah-tengah Raka dan Kaila. "Misi-misi!"

"Buset, deh." Raka memundurkan tubuhnya beberapa langkah.

Kaila mengernyit heran. Beberapa kali teman kelasnya itu memang senang mengganggunya saat bersama Raka. "Karina kenapa, sih? Kayaknya dia gak suka kalau aku lagi sama kamu."

Iya lah, kan gue pernah nyakitin temen dia. "Gak usah dipikirin, dia emang gak jelas orangnya," kata Raka yang menggiring Kaila ke parkiran.

"Padahal Tara aja gak mempermasalahkan kalo aku jadi pacar kamu."

"Udah, gak usah dipikirin."

"Jangan-jangan Karina suka sama kamu!"

"Aduh, ini pacar gue abis mabok genjer apa, ya?" gumam Raka.

Kaila mencubit pinggang pacarnya dengan kesal. "Ih, serius!"

Raka balas mencubit pipi Kaila dengan gemas. "Nggak, Kaila Sayang. Karin emang gak jelas dari lahir."




[].

Kalo Raka kayak gini, siapa yang mau bertanggung jawab atas perasaan Tara :((



—Salam donat;)
15/05/19

TARAKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang