• 71 •

3.8K 199 1
                                    

Tara mendial nomor Farhan saat melihat ada beberapa missed call dari sang ayah. "Halo, Pa. Kenapa? Tadi Tara lagi sama Ibu abis bikin kue."

"Rajin amat, Dek. Udah malam lho, ini."

Tara merebahkan dirinya di kasur. "Iseng aja, sih. Biar lebih dekat juga sama Kaila."

"Oh, ya? Terus gimana hari ini?"

"Seneng, Pa. Tadi aku lihat Dio bawa temannya main basket ke sini. Aku juga sering belajar bareng sama Karin sepulang sekolah, mulai agak terbuka juga sama papa Arsen."

"Bagus lah. Papa seneng dengarnya."

"Mas, udah minum obat? Aku khawatir kondisi kamu semakin menurun."

Tara terdiam sejenak. Itu pasti Tante Gina.

"Nanti aja."

"Aku bawain makan malam dulu, ya. Kamu jangan telat makan ah, aku gak suka." Lalu terdengar langkah kaki menjauh dari sana.

"Papa sakit apa?"

"Ah, nggak. Cuma kecapekan aja."

"Benar, nih?"

"Iya, Dek." Farhan terdiam sejenak. "Kapan mau ke sini? Ajak Dio juga, dong, Papa kangen berat sama kalian."

"Maaf Pa, kemarin gak jadi ke sana."

"Gak pa-pa. Kelas dua belas bentar lagi ujian, kamu ke sini aja."

"Aku bilang ibu dulu, deh."

"Ya udah. Istirahat gih, selamat tidur, Dek. Salam buat Dio."

"Selamat tidur juga, Pa." Setelah ia mematikan sambungan telepon, Tara memejamkan matanya. Sudah lama ia Tak mendengar suara Papanya secara langsung, bahkan ia lupa kapan terakhir kali mereka tersenyum hangat seolah keluarga bahagia.

"Miss u, Pa."

Layar ponselnya menyala, ada line masuk.

Septi_an : Tar, besok free gak?

Tara : Iya.

Septi_an : Jogging yok.

Tara : Besok?

Septi_an : Iyee.

Tara : Oke.






[].



Haiooo
Tian beneran mo nembak nih jadinya? Ka, gapapa, ya? Tian kebelet jadian:((








—Salam donat;)
30/09/19

TARAKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang