Namanya, Artala Brajas Angkasa. Ganteng, tinggi, putih, dan kharismatik. Hobinya ada dua, kalau ga main basket ya main cewek.
Iya, main cewek. Tapi itu dulu sebelum dia ketemu Saskya. Cewek dingin dengan tatapan sinis yang bisa dibilang tidak begitu tertarik dengannya. Arta tentu saja tidak terima. Bagaimana ada perempuan yang acuh dengan pesonanya?
Namun, sebuah fakta mengejutkannya. Bahwa nyatanya gadis itu adalah cinta pertamanya. Gadis yang menolongnya turun dari pohon. Gadis yang dengan anggunnya menari balet. Semakin mantap sudah niat Arta untuk mendekati Saskya. Gadis dingin dengan puluhan misteri.
Tidak untuk hari ini, Arta benar-benar merasa ia adalah orang paling sial didunia. Ternyata penyakit lamanya suka timbul tiba-tiba, seperti saat ini. Bisa-bisanya dengan gampang pertanyaan, "pulang bareng gua, yuk?" melontar dari bibirnya. Sialnya lagi, gadis ini terlebih dahulu mengiyakan sebelum Arta mengingat bahwa ia akan menjemput Saskya dari tempat bimbelnya.
"Arta, ayo," ujar Gadis dengan senyum sabitnya. Jujur saja bahwa Arta memang pernah naksir dengan mantan Gama ini.
"Eh, iya. Ayo Gi, masuk," Arta membuka pintu mobilnya agar Anggi bisa masuk.
Mereka singgah dulu ke McD, soalnya laper. Maklum, Arta abis basket, Anggi abis cheers. Arta lupa lagi bahwa ia harus menjemput Saskya ditempat bimbel.
Mereka menikmati acara makan malam itu dengan candaan, kebetulan hari ini latihan jam 7 sampai jam 9. Menurut Arta, Anggi itu multitalenta banget. Selain pandai karate dia juga jago cheers. Belum lagi suaranya yang bagus banget.
Jam menunjukkan tepat pukul 21.40, otomatis sudah 40 menit juga Saskya menunggu. Sedangkan Arta dan Anggi baru saja keluar dari restoran fast food itu. Arta membuka handphonenya, berpuluh-puluh spam chat masuk. Bodoh benar ia meninggalkan hpnya di dashboard tadi.
Buru-buru ia membuka chat dari Saskya.
Ddiddi❤️
20.50
|Jangan lupa jemput loh Ar
|Aku udah bilang gausah jemput kesupir, tadi.
21.20
|Ar, kamu dimana?
|Gajadi jemput?
21.25
|Bimbel udah mau tutup, aku takut
|Kamu dimana?
21.35
|Send a picture
|Gue pulang sendiri aja
|Lo pulang hati-hati, apa lagi bawa anak gadis orang
|Bye.Arta panik.
Buru-buru ia memulangkan Anggi. Anggi heran ini si Arta kenapa jadi begini. Setelah mengantar Anggi, Arta putar balik lagi kearah tempat bimbel Saskya. Berharap gadis itu masih disana. Namun tampaknya ia benar-benar terlambat.
💄
"Nad, kenapa sih? Cuek banget," ujar Raidan yang tengah membuntuti Nada mencari buku di rak perpustakaan. Nada menghela napas, kemudian menatap kearah Raidan. 5 detik ditatapnya manik Raidan, namun kemudian ia berbalim dan terus keluar dari perpustakaan.
Raidan dan yang bingung dengan perubahan sifat Nada, mengikuti gadis itu.
"Nad! Nada!" Panggil Raidan. Nada menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Raidan dengan muka galaknya. Asli deh ini Nada galak banget tai.
"Eh, Rai," akhirnya Nada bersuara setelah dari tadi hanya diam. "Kalau Lo udah punya cewek, gausah sok deketin gua. Lo pikir gua cewe apaan?" Ujar Nada dengan tampang galaknya. Raidan bengong sebentar, kemudian tertawa.
"Lo cemburu sama ningning?" Tanya Raidan. Nada makin kesel dengernya.
"Bodo amat, mau namanya ningning, ningnong, nangnung kek. Gua ga peduli," Nada mem-poud-kan bibirnya kemudian berbalik meninggalkan Raidan.
"Pinter banget sih buat gua ngejar Lo, Nad," ujar Raidan pelan kemudian menyusul Nada. Segera saja ia merangkul gadis itu, mengunci leher Nada agar ia tak bisa kemana-mana. "Sebagai permintaan maaf gue kemaren, gue traktir elo deh. Apapun yang Lo mau," tawar Raidan.
"Apapun?"
"Everything, dear."
"Jadi partner gua dinikahan tante gua, gimana?"
"Dengan senang hati. Itu doang?"
"Jajanin dikantin. Sekarang," Nada segera kabur kekantin setelah mencubit perut Raidan. Pemuda itu meringis kesakitan oleh cubitan Nada.
"Pinter banget ya buat gua ngejar," cibir Raidan kemudian sedikit berlari menyusul Nada.
💄
"Trus Lo gimana kemaren? Balik sama siapa?" Tanya Cantika pada Saskya yang sedang ngerjain catatan biologi.
"Gatau ada mukjizat apa, kebetulan Abang lo lewat Tik. Yaudah gua ditebengin," ujar Saskya.
"Hah? Bang Heru? Serius? Kok dia ga cerita ya?" Ujar Cantika kebingungan.
"Mana gua tau," jawab Saskya acuh.
"Trus Lo gimana kemaren? Bener-bener dah si Arta pengen gua lindes tronton itu mukanya.
"Lindes aja, setuju gua," ujar Saskya. "Gua sih ya gimana. Lo tau sendiri, gua sayang sama itu orang. Tapi kemaren ga lama amat, cuma setengah jam doang. Tapi tetep aja kesel tau dia ingkar gara-gara ngajakin Anggi pulang."
"Setengah jam doang? Doang kata Lo?" Tanya Cantika berapi-api. "Lo ga tau gimana kalau kakak gua ga lewat waktu itu. Itu udah malem bego, disana juga daerah rawan. Kalau terjadi sesuatu yang ga diinginkan, gimana?"
"Iya sih, tapi kan-"
"Ssttt diem Lo! Pokoknya mulai hari ini Lo harus tegas sama Arta, kalau Lo gamau liat muka ganteng dia banyak benjolan dimana-mana," kesal Cantika. Ini dia punya temen kok bego bener kalau udah nyangkut cinta. Giliran MTK aja pinter.
"Ya jangan dong, tega bener," ujar Saskya.
"Jangan bodoh karena cinta."
"Sok ngatain orang lo, kampret," sambar Echa yang datang entah darimana.
"Bangsat," Cantika melempar kertas buram yang sudah di bulat-bulatkannya kearah Echa yang lagi ngemil Lays.
"Btw Sas, Lo dapet potongan dari mana?" Tanya Echa.
"Dari Tasya. Tau sendiri itu anak kalau malem suka kelaparan," ujar Saskya. Cantika sama Echa ngangguk-ngangguk aja mengiyakan perkataan Saskya.
"Loh, itu kok-"
"Dipta sama Anggi?" Potong Cantika memotong ucapan Echa.
"Gila sih, kemaren makan bareng Arta. Sekarang ngantin bareng dipta. So lucky," komentar Echa.
"Wajar sih mereka bertiga satu kelas."
"Ah, masa iya Ky, cuma karena sekelas doang," goda Echa.
"Sumpah ya Cha, tadi Lo manggil Sas sekarang Kya. Mau Lo apa sih?" Tanya Cantika gedek sendiri.
"Suka-suka gue dong," balas Echa tak perduli.
"Sumpah ya, kalian bikin gue nethink aja!" Saskya memukul lengan Echa dan Cantika menggunakan buku catatan biologinya.
"Aw sakit!"
"Bangke, anying sakit!"
💄
Sore guys
Cieee back to school
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenager Area ✓
FanfictionAwalnya suka sama liptint yang sama eh malah jadi sahabatan. ©winniedepuh, 2019