💄Alibi

970 153 15
                                    

Hanin jalan kesusahan karena tumpukan buku yang dibawanya mulai menutupi pandangnya. Jika bukan karena mau nyari berita buat tugas bahasa Indonesia, mungkin ia tidak akan terjebak dengan buku-buku ini selama dua jam pelajaran tadi.

Sebenarnya bisa saja sih ia mengerjakan diperpustakaan, tapi benar-benar gengsinya sedang tinggi. Tak akan pernah ia berada dalam jangkauan terdekat dengan seorang Adipta setelah malam pestanya Ryan. Ia harus benar-benar bisa menjauh.

Alasan Hanin menjauh juga apa sebetulnya? Cemburu, marah, benci, atau kecewa? Mungkin sudah bercampur aduk menjadi satu. Memikirkan nama Dipta saja sudah membuat kepalanya pusing tujuh keliling.

Koridor tampak lengang karena memang ini masih jam pelajaran. Hanin juga sebenarnya izin keluar kelas untuk mengantar buku-buku ini ke perpus. Namun sial betul ia saat menolak tawaran Figan atau Risa untuk membantunya. Tau begini, biarkan saja dua manusia itu ikut membantu membawanya. Ini tuh berat pake banget, belum ada tiga buku ensiklopedia lagi. Haduh.

"Lain kali gausah sok bisa bawa ini sendirian," tiba-tiba buku yang berada ditangannya menjadi berkurang. Sepasangan lengan telah mengurangi beban hanin.

"Bumi?" Kaget Hanin.

"Hai, nin! Btw, masih aja ya Lo manggilin gua Bumi," ujar pemuda itu--Bumi.

"Ih gua lebih suka manggil Lo Bumi. Soalnya kan kalo Raihan entar ketukar sama Raidan. Kalo Jevan ntar mirip sama Revan," jelas Hanin. Baru saja pemuda bernama lengkap, Raihan Bumi Jevantara itu merasa sedikit spesial gara-gara Hanin memanggilnya berbeda.

"Hahaha... Baru aja gua mau merasa dispesialin sama bidadari," ujar Bumi sambil tertawa renyah.

"Hahaha, apa sih Bumi?" Balas Hanin sambil melangkah masuk kedalam perpustakaan.

Setelah beres memulangkan semua buku perpustakaan itu, mereka keluar beriringan dari perpus.

"Makasih banyak ya, Bumi. Kalau gak ada Lo mungkin udah patah ini tangan gue," ujar Hanin sambil tertawa. Bumi hanya tertawa sambil mengacak pelan rambut depan Hanin.

"Tau gitu gak usah Dateng gua mah," canda Bumi.

"Ish! Bumi!"

Disudut yang lain, seseorang tengah menatap hambar kearah dua remaja itu.


💄


"Buru-buru amat anjeng, mau kemana sih?" Kesal Arta yang ditarik paksa oleh Dipta. Gak tau ya apa ini anak kalau Arta lagi pusing banget mikirin Saskya yang masih ngambek sama dia. "Jangan berhenti mendadak, bangsat!" Kesal Arta lagi pada pemuda dengan tahi lalat dibawah matanya lagi.

Dipta diam, menatap lurus ke depan. Arta yang merasa tak mendapat jawaban dari Dipta mengikuti arah pandang pemuda itu.

"Oh, pantes. Cemburu Lo?" Tanya Arta menggoda Dipta.

"Apa sih anjing? Gak jelas lo," Dipta menjawab pertanyaan Arta dengan kesal.

"Kalau cemburu mah bilang aja dip. Ketara kali," kekeh Arta. Entah mengapa segala energi kesalnya pada Dipta jadi hilang.

"Ngapain, sat? Kalau dia mau begitu sama siapa aja mah silahkan. Gak peduli," jawab Dipta meneruskan langkahnya ketika dua remaja didepan perpustakaan itu beranjak pergi.

"Alibi doang Lo. Giliran Hanin kenapa-napa aja Lo panik sendiri. Padahal mah katanya temen doang. Telek."

"Diem anjing."

Teenager Area ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang