Masih di tanah Singapura. Ya, tentu saja. Menikmati sisa liburan yang ada. Berjalan menyusuri tiap sudut negara yang satu ini. Bukan sekedar liburan melepas penat---untuk beberapa dari mereka tentunya.
"Rasanya cepet banget dah liburannya selesai," keluh Tasya sambil menggigit chips kentangnya.
"Apa karena kita jalan-jalan mulu ya, Sya? Makanya jadi ga kerasa?" Tanya Stely balik.
"Ya kan gua duluan yang nanya, bego. Kok malah nanya balik sih lu?" Kesal Tasya.
"Ya maap. Sensi banget dah."
Mereka berdua berjalan santai menyusuri Bugis Street. Mau beli oleh-oleh katanya. Padahal kata Gama, Bugis Street di Jakarta juga ada. Tanah Abang, hahaha.
"Diana pesen cokelat banyak banget, ga takut melebar apa ya tuh anak?" Ujar Tasya sembari memilah beberapa cokelat.
Lain dengan Tasya dan Stely yang menikmati sisa libur di negara tempat patung Merlion ini berada, Hanin hanya tinggal didalam vila. Tak ingin beranjak kemana-mana. Padahal Echa, Hannah, dan Cantika sudah mengajaknya untuk pergi sekali lagi ke Universal Studio atau ikut ke Bugis Street dengan Tasya dan Stely.
Sementara yang lain, Hanin tak tahu.
Hanin sendiri bingung sebenarnya, apa sih yang dicarinya pada liburan kali ini? Sekedar mencari kesenangan? Atau malah memperbaiki hubungan dengan Dipta?
Ah, berbicara pemuda dengan iris hitam tinta itu mengingatkan Hanin betapa semakin anehnya hubungan diantara mereka ini.
"Gua balik. Ada orang ga nih?" Lamunan Hanin buyar, ketika dilihatnya seseorang memasuki vila ini. Hanin yang awalnya hanya duduk ditepi kolam sembari membaca novel mulai beranjak, memperhatikan siapa yang datang.
Oh, ternyata Dipta.
"Mmm, hai," sapa Dipta canggung sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Oh, hai," balas Hanin sama canggungnya. Hening sempat menguasai untuk beberapa saat. Akhirnya saat ini tiba juga, saat berduaan saja. Berbincang sedikit tak ada salahnya bukan?
"Kenapa gak keluar?" Tanya Dipta.
"Gak tau mau kemana. Jadi males," jawab Hanin seadanya.
"Mau keluar bareng gua gak? Mmm, bantuin gua cari oleh-oleh buat mami," pinta Dipta, "tapi kalau lo gak bisa, gak apa-apa kok!"
"Hm, kalau lo mau nungguin gua siap-siap sebentar," jawab Hanin.
"Ok. I'll wait."
Entahlah apa yang ada dipikiran Hanin saat ini, tapi dia juga rindu pada pemuda itu. Ia pikir tak ada salahnya untuk berbincang sedikit.
Senada dengan suasana berawan Singapura, hati Hanin juga kembali cerah. Ternyata semenyenangkan ini rasanya kembali merasakan apa yang sempat hilang, meski hanya untuk sesaat.
💄💄💄
"Sebenarnya, gue juga gak tau cita-cita gua apa. Hahaha," Risa tertawa sembari memilih beberapa buku di toko buku ini.
"Masa sih, orang kaya lo gak punya cita-cita, Ris," parahnya lagi Revan mau-mau saja menemani Risa. Ternyata cinta memang dapat membutakan.
"Serius tau. Tapi gua pengen jadi dokter gigi sih, eh tapi kadang gua juga pengen jadi wirausahawati," ujar Risa lagi. Kali ini tawa Revan benar-benar meledak.
"Hahahahahaha, jauh banget hubungannya dokter gigi sama wirausaha," tawa Revan memang sekencang itu.
"Revan ih diem, malu diliatin orang-orang!" Risa memukul bahu Revan menggunakan novel yang tebalnya menyerupai buku paket geografi Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenager Area ✓
FanfictionAwalnya suka sama liptint yang sama eh malah jadi sahabatan. ©winniedepuh, 2019